The Last of Us Musim 2 Finale: Kekecewaan Besar yang Tak Terelakkan
Tak perlu berbelit-belit: The Last of Us Musim 2 berakhir dengan kekecewaan besar.
LIHAT JUGA:
The Last of Us Musim 2, episode 6 mengingatkan kita pada apa yang hilang dari serial ini
Setelah tujuh episode dipenuhi kematian yang mengubah segalanya, kilas balik yang mengharukan, dan sedikit sentuhan konflik antara Washington Liberation Front dan Seraphites, musim ini ditutup dengan cliffhanger membingungkan yang seharusnya memicu ketertarikan untuk Musim 3. Namun, kenyataannya, ini menunjukkan ketidakpahaman dalam mengadaptasi The Last of Us Part II ke televisi.
Cliffhanger Abby di Musim 2 The Last of Us Tak Akan Efektif dengan Jarak Antar-Musim yang Lama
Musim 2 berakhir dengan Abby (Kaitlyn Dever) menyerbu teater tempat Ellie (Bella Ramsey) dan Dina (Isabela Merced) bersembunyi sejak tiba di Seattle. Di sana, ia membunuh Jesse (Young Mazino) dan melukai Tommy (Gabriel Luna), lalu mengarahkan senjatanya ke Ellie. Saat ia menembak, layar menjadi hitam dan waktu diputar mundur. Ketika Abby muncul lagi, itu adalah beberapa hari sebelumnya—tepatnya “Seattle Day One,” saat Ellie dan Dina baru tiba di kota. Artinya, Musim 3 akan menampilkan tiga hari itu dari sudut pandang Abby, memperlihatkan apa yang dilakukannya sejak menghilang setelah membunuh Joel (Pedro Pascal) di episode 2.
Urutan peristiwa ini mirip dengan permainan video, meski ada perbedaan krusial: di game, peralihan sudut pandang terjadi seketika, memaksa pemain merasakan perspektif Abby. Sedangkan di serial, ini dijadikan teaser untuk musim berikutnya. Tapi dengan jeda produksi yang panjang (lebih dari dua tahun antara Musim 1 dan 2), penonton harus menunggu sangat lama untuk melihat kelanjutan kisah Abby.
Jeda panjang ini membuat The Last of Us meminta terlalu banyak dari penonton—terutama karena kita harus menunggu demi karakter yang sejauh ini hanya dikenal sebagai pembunuh salah satu tokoh utama. Pergantian sudut pandang di game menantang loyalitas pemain, dan serial ini jelas ingin mencapai efek serupa. Namun, keefektifannya justru terletak pada kesigapannya. Dengan jeda dua tahun, siapa yang bisa memastikan penonton masih tertarik?
Musim 2 The Last of Us Seharusnya Juga Menampilkan Kisah Abby
Sebelum Musim 2 tayang, sutradara Craig Mazin sudah mengumumkan bahwa musim ini hanya akan mencakup separuh cerita The Last of Us Part II. Meski cliffhanger-nya tidak mengejutkan, itu tidak serta-merta membuatnya berhasil—terutama setelah beberapa pilihan adaptasi yang dibuat sepanjang musim ini.
Musim 2 langsung menjawab salah satu misteri terbesar game: Siapa Abby dan mengapa ia membunuh Joel? Di game, alasannya terungkap setelah peralihan sudut pandang, yang langsung memicu empati. Di serial, pengetahuan dini ini membuat Abby lebih manusiawi sejak awal, tetapi tak ada pengembangan lebih lanjut. Setelah menghabiskan banyak waktu dengannya di episode 1 dan 2, ketiadaannya di episode selanjutnya terasa seperti serial sengaja mengulur waktu hingga Musim 3.
Beberapa adegan tentang WLF—seperti penyiksaan Seraphite oleh Isaac (Jeffrey Wright) atau invasi pulau Seraphite di finale—terasa terpisah karena tak ada koneksi emosional. Ellie tidak bisa menjadi jangkar emosi untuk dunia ini; itu harusnya Abby, yang justru absen.
Finale Musim 2 The Last of Us Mengulangi Kesalahan House of the Dragon
Frustasi terakhir kali saya rasakan adalah saat finale House of the Dragon Musim 2, yang juga sangat membutuhkan lebih banyak episode. Kedua serial ini mengakhiri musim dengan janji "resolusi keren akan datang di musim depan!" Tapi mengapa tidak mengembangkan resolusi itu di musim yang tepat, alih-alih menundanya? Jawabannya sederhana: lebih banyak musim berarti lebih banyak uang—dengan mengorbankan kualitas.
Mentalitas menimbun materi untuk musim mendatang juga membuat musim jadi lebih pendek. Sangat absurd bahwa The Last of Us, salah satu serial terbesar saat ini, hanya memiliki tujuh episode. Itu tak cukup untuk menggali ark Ellie di Part II. Bahkan, episode paling berdampak justru berfokus pada masa lalu Ellie dan Joel, bukan petualangannya di Seattle.
Finale Musim 2 adalah puncak dari musim yang mengecewakan—yang bisa jauh lebih baik jika punya ruang lebih untuk mengeksplorasi ceritanya. Jika The Last of Us ingin belajar dari kesalahan, ia harus berhenti bermain dengan waktu. Tapi dengan Craig Mazin mengonfirmasi bahwa serial ini butuh Musim 4 untuk menyelesaikan cerita, saya tak terlalu berharap.