Selama berbulan-bulan, warga asing bahkan warga dengan kewarganegaraan ganda telah mengkhawatirkan bagaimana riwayat media sosial mereka dapat mempengaruhi kebebasan mereka bepergian ke dan dari AS. Kini semakin jelas bahwa dampaknya cukup signifikan.
Pada Selasa lalu di Federal Register, Badan Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS (CBP) mengumumkan usulan perubahan kebijakan: mereka kini berencana menyelidiki riwayat media sosial pelancong sebelum mengizinkan masuk, bahkan bagi mereka yang berasal dari negara-negara yang selama ini mendapat pengawasan minimal.
Dalam pernyataannya, CBP “mengundang masyarakat untuk memberikan komentar” mengenai serangkaian usulan perubahan. Berikut adalah poin ke-3:
“3. Media Sosial Wajib:
Untuk mematuhi Perintah Eksekutif 14161 Januari 2025 (Melindungi Amerika Serikat dari Ancaman Teroris Asing dan Ancaman Keamanan Nasional serta Keselamatan Publik Lainnya), CBP menambahkan media sosial sebagai elemen data wajib dalam aplikasi ESTA. Elemen data ini akan mewajibkan pelamar ESTA untuk memberikan informasi media sosial mereka dari 5 tahun terakhir.”
Perlu dicatat bahwa ini berlaku bagi pelamar “ESTA” atau Electronic System for Travel Authorization. Ini bukan semata pengetatan tambahan bagi orang-orang yang, misalnya, berafiliasi dengan negara-negara yang tercakup dalam larangan perjalanan Trump—seperti Afghanistan, Myanmar, Somalia, Sudan, dan Yaman. Kebijakan ini justru menyasar pelancong dari negara-negara bebas visa, yang warganya secara teoritis disambut dengan tangan terbuka. Setelah memperoleh otorisasi senilai $40 melalui ESTA—yang menariknya, memiliki aplikasi—warga dari negara bebas visa seperti Australia, Jepang, Prancis, Islandia, Inggris, dan Korea Selatan biasanya dapat bepergian di AS dengan bebas selama 90 hari.
CBP juga berencana meminta informasi pribadi lainnya, seperti alamat surel dari sepuluh tahun terakhir, serta alamat, tanggal lahir, dan detail identifikasi anggota keluarga dari pelamar ESTA.
Ini bukan pertama kalinya pengawasan media sosial seperti ini diterapkan. Awal bulan ini, Departemen Luar Negeri AS mengumumkan perluasan proses pemeriksaan bagi pelamar visa H-1B dan H-4 Dependent—yaitu mereka yang berencana pindah ke AS untuk bekerja. Kelompok ini diinstruksikan untuk “mengatur setelan privasi semua profil media sosial menjadi ‘publik'”, sebagai bagian dari proses aplikasi, tanpa batasan hanya memeriksa unggahan lima tahun terakhir.
Dalam wawancara dengan New York Times, Bo Cooper, perwakilan dari firma imigrasi Fragomen, menyatakan tentang pemeriksaan media sosial pelancong bahwa karena prosesnya “melibatkan pengamatan terhadap ekspresi daring, dan kemudian penolakan perjalanan berdasarkan pertimbangan diskresi dan kebijakan”, maka “angka pariwisata akan menarik untuk ditinjau.”
Sebuah studi pada Juni dari World Travel and Tourism Council (seperti dikutip Forbes) menemukan bahwa dari 184 negara yang dianalisis, AS merupakan satu-satunya yang diperkirakan mengalami penurunan angka kunjungan wisata pada tahun 2025.