Para ilmuwan telah menemukan bukti terkuat sejauh ini mengenai keberadaan planet batuan yang memiliki atmosfer di luar tata surya kita. Temuan ini menantang anggapan sebelumnya bahwa planet-planet kecil yang mengorbit sangat dekat dengan bintang induknya tidak mampu mempertahankan selimut gas yang tebal.
TOI-561 b mengitari sebuah bintang berusia 10 miliar tahun yang terletak sekitar 280 tahun cahaya dari Bumi dan memiliki lautan magma yang sangat luas. Dengan menggunakan Teleskop Luar Angkasa Webb milik NASA, sebuah tim peneliti menyelidiki eksoplanet super-Bumi yang sangat panas ini dan menemukan bukti yang menunjukkan bahwa ia dikelilingi oleh atmosfer yang padat. Temuan baru ini menjelaskan kepadatan planet yang luar biasa rendah dan membantu ilmuwan lebih memahami dunia-dunia batuan di luar jangkauan tata surya kita.
Super-Bumi
Dunia yang unik ini pertama kali ditemukan pada tahun 2020 dan merupakan planet terdalam dari setidaknya tiga planet yang mengorbit bintang tipe-G yang sangat tua. Meskipun bintangnya sedikit lebih kecil dan lebih dingin daripada Matahari kita, TOI-561 b mengorbit sangat dekat dengan bintang induknya (kurang dari satu juta mil) sehingga kemungkinan besar terkunci secara tidal. Saat ia menyelesaikan satu orbit dalam 11 jam, satu sisi planet secara permanen menghadap bintangnya.
“Hal yang benar-benar membedakan planet ini adalah kepadatannya yang secara anomali rendah,” ujar Johanna Teske, ilmuwan staf di Carnegie Science Earth and Planets Laboratory dan penulis utama makalah yang diterbitkan dalam The Astrophysical Journal Letters, dalam sebuah pernyataan. “Ia bukan ‘super-puff’, tetapi kurang padat dari yang Anda perkirakan jika memiliki komposisi seperti Bumi.”
Kedekatannya dengan bintang induk akan mengakibatkan suhu yang sangat panas, terlalu panas untuk mempertahankan atmosfer. Radiasi dari bintang akan menyebabkan gas-gas atmosfer lolos ke angkasa. Namun, kepadatan planet yang rendah menunjukkan bahwa ia bukan semata-mata dunia batuan.
Tim ilmuwan di balik studi baru ini berusaha memahami apakah TOI-561 b hanyalah batuan atau lava tandus, atau ada faktor lain yang berperan. Para ilmuwan menggunakan NIRSpec (Near-Infrared Spectrograph) milik Webb untuk mengukur suhu sisi siang planet (sisi planet yang menghadap bintang) berdasarkan kecerahan inframerah-dekatnya.
Jika TOI-561 b tidak memiliki atmosfer untuk membawa panas dari sisi siang ke sisi malam, maka suhu di sisi yang menghadap bintang seharusnya mendekati 4.900 derajat Fahrenheit (2.700 derajat Celcius). Namun, pengamatan Webb bercerita lain, mengungkapkan bahwa sisi siang planet ternyata sekitar 3.200 derajat Fahrenheit (1.800 derajat Celcius). Ini tetap sangat panas, tetapi tidak cukup untuk menjelaskan ketiadaan atmosfer.
Tim mengeksplorasi penjelasan lain, tetapi tidak ada yang cukup memuaskan. Tanpa atmosfer, sisi malam planet kemungkinan besar akan padat, sehingga mencegah transfer panas dari sisi siang. Lautan magma planet juga mungkin berperan jika memiliki lapisan tipis uap batuan di permukaannya, tetapi efek pendinginannya akan minimal. “Kami sungguh memerlukan atmosfer tebal yang kaya zat volatil untuk menjelaskan semua observasi ini,” kata Anjali Piette, peneliti di University of Birmingham, Inggris, dan rekan penulis studi, dalam sebuah pernyataan.
Meskipun keberadaan atmosfer di TOI-561 b mungkin merupakan satu-satunya penjelasan yang masuk akal, hal ini tetap menjadi misteri bagaimana planet sekecil itu, yang terpapar radiasi melimpah dari bintang induknya, dapat mempertahankan selimut gas yang tebal. Para peneliti yakin jawabannya mungkin terletak pada lautan magma planet.
“Kami berpikir ada keseimbangan antara lautan magma dan atmosfer,” kata Tim Lichtenberg, peneliti di University of Groningen di Belanda dan rekan penulis studi, dalam sebuah pernyataan. “Pada saat yang sama ketika gas-gas keluar dari planet untuk membentuk atmosfer, lautan magma menyedotnya kembali ke dalam interior.”
“Planet ini pasti jauh, jauh lebih kaya volatil daripada Bumi untuk menjelaskan pengamatan ini,” tambahnya. “Ia benar-benar seperti bola lava basah.”