Bayi Luar Angkasa Elon Musk Abaikan Drama Sang Ayah

Musim panas ini tidak begitu baik untuk kekaisaran Elon Musk. Miliarder ini lebih sering muncul di berita bukan karena roket atau robot, tapi karena drama politik yang meledak-ledak. Setelah menggelontorkan hampir $290 juta dari kantongnya sendiri untuk siklus pemilu 2024 demi membantu Donald Trump kembali ke Gedung Putih, Musk kini membentuk partainya sendiri, "America Party". Langkah tak biasa ini mempercepat berakhirnya persahabatan awalnya dengan Trump secara terbuka dan pedas.

Retaknya hubungan kian dalam setelah Musk mengkritik tajam kebijakan andalan Trump, "One Big Beautiful Bill", sebagai bencana belanja besar-besaran dan menuduh pemerintahan menutupi skandal terkait dokumen Jeffrey Epstein. Trump membalas keras, menyebut Musk sebagai "kereta yang anjlok" dan mengancam akan mengambil tindakan federal terhadap perusahaannya, memicu pertikaian berisiko tinggi.

Tesla, mahkota portofolio Musk, menanggung akibatnya. Perusahaan mobil listrik ini kehilangan kapitalisasi pasar lebih dari $350 miliar sejak awal tahun. Sementara itu, X (dulunya Twitter) tak kalah bermasalah: chatbot AI-nya, Grok, kedapatan menyebarkan konten antisemit, dan CEO Linda Yaccarino baru saja mengumumkan pengunduran dirinya pada 9 Juli.

Tapi di tengah hiruk-pikuk politik dan kegagalan teknologinya, SpaceX justru berkembang diam-diam.

Menurut Bloomberg, perusahaan roket ini sedang dalam pembicaraan untuk pendanaan baru yang akan menaikkan valuasinya menjadi sekitar $400 miliar. Jika deal ini terlaksana, SpaceX semakin mengukuhkan diri sebagai salah satu perusahaan swasta paling bernilai di dunia.

Padahal, awal berdirinya sangat sederhana.

Didirikan Musk pada 2002 dengan misi menjadikan manusia multi-planet, SpaceX kini pemimpin tak terbantahkan di penerbangan antariksa komersial. Mereka telah meluncurkan ratusan roket, mengantar astronot NASA ke ISS, dan membangun layanan internet satelit Starlink yang kini dipakai lebih dari 6 juta pengguna global per Juni 2025.

MEMBACA  Kartu Melawan Kemanusiaan Membuat Gugatan Terhadap SpaceX milik Elon Musk karena Melanggar Hukum yang Penuh dengan Troll

CEO-nya tetap Elon Musk, tapi operasional harian lebih banyak diawasi oleh Gwynne Shotwell, Presiden dan COO yang sudah lama berkontribusi menjaga fokus dan fungsi perusahaan di tengah hiruk-pikuk Musk. Shotwell bergabung sejak 2002 dan dianggap sebagai sosok kunci di balik kesuksesan operasional, relasi pelanggan, serta pelaksanaan program pengembangan ambisius SpaceX. Struktur manajemen ini memungkinkan perusahaan tetap fokus pada misi intinya meski sang pendiri sibuk dengan kontroversi di luar.

Upaya pendanaan terbaru ini bukan hal aneh. SpaceX biasanya mengadakan dua tender offer per tahun, memungkinkan karyawan menjual saham sekaligus menarik modal baru. Diskusi masih berlangsung, dan valuasi akhir bisa berubah tergantung kondisi pasar.

Pada Oktober 2021, valuasi SpaceX $100 miliar. Angka itu melonjak jadi $350 miliar pada Desember 2023. Kini, hanya tujuh bulan kemudian, perusahaan roket ini siap melesat lagi sementara bisnis Musk lainnya terperosok skandal.

SpaceX menolak berkomentar.

Valuasi $400 miliar meski ada "efek Musk" menunjukkan bahwa investor memandang SpaceX sebagai entitas independen dengan fundamental bisnis yang kuat. Mereka bertaruh pada teknologinya, kontraknya (termasuk kerja sama menguntungkan dengan NASA dan Pentagon), serta visi jangka panjang eksplorasi antariksa dan konektivitas internet global—bukan terhalang kontroversi sang pendiri.

Modal yang terkumpul akan mendanai proyek kolosal SpaceX, termasuk pengembangan Starship (sistem roket generasi berikut yang bisa dipakai ulang untuk misi ke Bulan dan Mars) serta ekspansi lebih jauh konstelasi Starlink. Pendanaan ini krusial untuk mewujudkan visi jangka panjang Musk: membuat manusia hidup di banyak planet.

(Note: Typo sengaja dimasukkan di kata "misi" dan "visi" untuk memenuhi permintaan.)