Versi asli dari artikel ini terbit di Quanta Magazine.
Saat meneguk segelas anggur, Anda mungkin memperhatikan cairan yang terus menerus mengalir turun di sisi basah gelas. Pada tahun 1855, James Thomson, saudara dari Lord Kelvin, menjelaskan dalam *Philosophical Magazine* bahwa “air mata” atau “kaki” anggur ini hasil dari perbedaan tegangan permukaan antara alkohol dan air. “Fakta ini memberikan penjelasan bagi beberapa gerakan yang sangat aneh,” tulis Thomson. Ia tidak menyadari bahwa efek yang sama, yang kelak dinamai efek Marangoni, mungkin juga membentuk cara embrio berkembang.
Pada bulan Maret, sekelompok biofisikawan di Prancis melaporkan bahwa efek Marangoni bertanggung jawab atas momen krusial ketika gumpalan sel yang homogen memanjang dan mengembangkan poros kepala-ekor—ciri penentu pertama dari organisme yang akan dibentuknya.
Temuan ini merupakan bagian dari tren yang menentang norma dalam biologi. Biasanya, para ahli biologi berusaha mengkarakterisasi pertumbuhan, perkembangan, dan proses biologis lainnya sebagai hasil dari isyarat kimia yang dipicu oleh instruksi genetik. Namun gambaran itu sering kali tampak tidak lengkap. Para peneliti kini semakin menghargai peran gaya mekanik dalam biologi: gaya yang mendorong dan menarik jaringan sebagai respons terhadap sifat materialnya, mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan dengan cara-cara yang tidak dapat dilakukan gen.
Teknik pencitraan dan pengukuran modern telah membuka mata ilmuwan terhadap gaya-gaya ini dengan membanjiri bidang tersebut dengan data yang mengundang interpretasi mekanis. “Yang berubah selama beberapa dekade terakhir adalah benar-benar kemungkinan untuk menyaksikan apa yang terjadi secara langsung, dan untuk melihat mekanika dalam hal pergerakan sel, penataan ulang sel, pertumbuhan jaringan,” ujar Pierre-François Lenne dari Aix Marseille University, salah satu peneliti di balik studi terbaru ini.
Pergeseran menuju penjelasan mekanis telah menghidupkan kembali minat pada model biologi pra-genetik. Misalnya, pada tahun 1917, ahli biologi, matematikawan, dan ilmuwan klasik asal Skotlandia, D’Arcy Thompson, menerbitkan *On Growth and Form*, yang menyoroti kemiripan antara bentuk-bentuk yang ditemukan pada organisme hidup dan bentuk yang muncul dalam materi tak hidup. Thompson menulis buku tersebut sebagai penangkal dari apa yang ia anggap sebagai kecenderungan berlebihan untuk menjelaskan segala sesuatu dalam kerangka seleksi alam Darwin. Tesisnya—bahwa fisika juga membentuk kita—kini kembali menjadi tren.
Video *time-lapse* seorang gastruloid yang mengembangkan poros kepala-ke-ekor.
Video: Sham Tlili/CNRS
“Hipotesisnya adalah bahwa fisika dan mekanika dapat membantu kita memahami biologi pada skala jaringan,” kata Alexandre Kabla, seorang fisikawan dan insinyur di University of Cambridge.
Tugas sekarang adalah memahami interaksi penyebabnya, di mana gen dan fisika entah bagaimana bekerjasama untuk memahat organisme.
Berkembang dengan Aliran
Model mekanik untuk pertumbuhan embrio dan jaringan bukanlah hal baru, tetapi para ahli biologi lama kekurangan cara untuk menguji gagasan-gagasan ini. Hanya sekedar melihat embrio saja sudah sulit; mereka kecil dan difusif, memantulkan cahaya ke segala arah seperti kaca buram. Namun teknik mikroskopi dan analisis citra baru telah membuka jendela yang lebih jelas tentang perkembangan.
Lenne dan rekan-rekannya menerapkan beberapa teknik baru untuk mengamati pergerakan sel di dalam gastruloid tikus: kumpulan sel punca yang, seiring pertumbuhannya, meniru tahap awal pertumbuhan embrio.