Meskipun Anda mungkin tidak mengenal nama Salar de Uyuni, besar kemungkinan Anda pernah melihat fotonya. Para turis berduyun-duyun datang ke dataran garam raksasa di Bolivia ini untuk mengambil gambar permukaannya yang seperti cermin, yang hanya terlihat ketika tertutup oleh lapisan air yang tipis.
Salar de Uyuni merupakan gurun garam terbesar di dunia, dan selama bertahun-tahun, orang berasumsi bahwa ia juga adalah cermin alami terbesar di dunia. Coba lihat sendiri—Anda akan memahami maksud saya dalam video di bawah.
Permukaan yang basah tersebut sangat reflektif. Walaupun demikian, tidak ada yang pernah berusaha membuktikan secara ilmiah bahwa ia adalah cermin alami terbesar di dunia—sampai baru-baru ini.
Benarkah Salar de Uyuni Sebuah Cermin Raksasa?
Dalam sebuah studi baru yang diterbitkan 19 September di jurnal Nature Communications Earth & Environment, para peneliti menggunakan data dari satelit Sentinel-3 Badan Antariksa Eropa untuk mencari bukti empiris dari sifat kecerminan Salar de Uyuni, atau refleksi spekularnya. Mereka menggunakan data satelit karena daerah pedalaman dataran garam yang luas seringkali tidak dapat diakses selama musim hujan, menyulitkan peneliti untuk mempelajari fenomena ini.
Setiap dari satelit kembar pengamat Bumi ini dilengkapi dengan altimeter radar—instrumen yang memancarkan pulsa radar ke Bumi dan mengukur waktu yang dibutuhkan sinyal untuk memantul kembali. Semakin kuat sinyal baliknya, semakin halus—dan semakin reflektif—permukaan di bawahnya.
Para peneliti, yang dipimpin oleh Stefano Vignudelli dari Institut Biofisika Dewan Riset Nasional Italia, menganalisis lebih dari 390.000 pengukuran radar yang diambil antara 2016 dan 2024. Pada Februari 2024—puncak musim hujan—mereka melakukan uji lapangan untuk memvalidasi observasi satelit mereka, menggunakan sebuah alat optik untuk mengukur kehalusan permukaan air. Fotografi drone juga memberikan konfirmasi visual akan kehalusan dengan menangkap gambar pantulan Matahari di atas air.
Kesimpulannya? Agak rumit
Temuan para peneliti menunjukkan bahwa meskipun terlihat oleh mata telanjang, Salar de Uyuni bukanlah cermin yang seragam pada panjang gelombang radar. Oleh karena itu, kemungkinan besar ia juga bukan cermin yang seragam untuk panjang gelombang optik. Sebaliknya, reflektivitas permukaan air berkembang secara spasial dan temporal.
Kondisi yang paling mirip cermin terjadi setelah hujan deras dan sebelum air sempat menguap, menurut para peneliti. Korelasi antara periode hujan lebat dan efek cermin menunjukkan bahwa hal tersebut adalah hasil langsung dari pola iklim regional, sehingga para penulis menyimpulkan bahwa waktu terbaik untuk melihat cermin ini adalah dari akhir Januari hingga awal Maret.
Karena fenomena ini hanya muncul di bawah kondisi spesifik dan tidak memengaruhi seluruh Salar de Uyuni secara bersamaan, sulit untuk mengatakan apakah ia benar-benar merupakan cermin alami terbesar di dunia pada saat tertentu. Namun, bukan berarti fenomena ini tidak sangatlah keren.
Salah satu temuan paling menarik dari studi ini adalah bahwa angin tidak mengganggu efek cermin, mungkin karena airnya sangat dangkal sehingga riak tidak dapat terbentuk. Para peneliti berharap studi di masa depan akan menyelidiki hal ini dan memberikan wawasan lebih lanjut tentang karakteristik unik yang melahirkan keajaiban alam ini.