Aksi Menakjubkan di ‘Ballerina’ Menutupi Kebodohan Ceritanya

Ballerina: Kritik Tanpa Pikiran yang Justru Menyenangkan

Di suatu momen saat menonton Ballerina, film terbaru di Jagat John Wick, aku melakukan sesuatu yang jarang kulakukan saat nonton film. Sesuatu yang biasanya kutentang habis-habisan. Tapi kali ini, terasa sangat perlu karena film ini menghadirkan dikotomi yang belum pernah kulihat sejak lama. Begitulah, tanpa sadar, aku berhenti menonton dengan kritis—dan aku tak menyesal.

Aku akui, ini bukan situasi ideal. Biasanya, aku sangat menentang hal seperti ini. Seringkali, setelah memberi ulasan negatif, orang bilang, "Santai aja, matiin pikiran dan nikmatin." Biasanya jawabanku, "Kalau filmnya bagus, nggak perlu paksakan diri." Tapi Ballerina unik: ia buruk sekaligus brilian. Ceritanya klise, dingin, dan dangkal, tapi aksinya begitu spektakuler sampai dua hal itu bertolak belakang. Bagaimana bisa film segini biasa punya adegan sekeren ini? Kenapa aksinya begitu detail sementara ceritanya datar? Aneh, membingungkan, tapi tanpa sadar aku lakukan hal yang selalu kuanggap salah: matikan otak.

Sebagai kritikus, itu tak mudah. Kebiasaan membuatku selalu menganalisis: mana yang bagus, mana yang jelek, kenapa suka, kenapa tidak. Tapi Ballerina seolah dibangun dari dua sudut pandang berbeda. Di satu sisi, jelas film ini tak peduli dengan narasi yang kompleks. Di sisi lain, ia sangat fokus pada aksi dan stunt yang belum pernah kau lihat sebelumnya—dan di bagian itu, ia sukses besar.

Ballerina berlatar antara John Wick 2 dan 3, dengan Ana de Armas sebagai Eve, seorang yatim piatu yang dilatih oleh Ruska Roma—mirip si pembunuh pencinta anjing, John Wick. Awalnya, film ini lumayan serius membangun latar Eve, tapi lama-lama semua itu dikesampingkan. Intinya cuma satu: balas dendam. Bahkan latar balet Eve, yang jadi judul film, hampir nggak relevan.

MEMBACA  Kronologi Kematian Remaja di Bojonegoro, Terjadi Aksi Kejar-kejaran

Eve berkelana mencari organisasi misterius yang membunuh ayahnya. Alurnya bisa ditebak sejak awal—sudah sering kita lihat di film lain. Tapi setiap setting memberi ruang bagi sutradara Len Wiseman untuk menampilkan lingkungan, gaya, dan senjata yang memukau. Ada adegan mobil di gang yang bikin melongo, pertarungan bawah tanah dengan granat yang konyol tapi epik, dan duel flamethrower yang sangat brilian sampai kita lupa nggak peduli dengan ceritanya. Kita cuma pengin lihat aksinya lagi dan lagi. Belum lagi Ana de Armas yang karismatik dan meyakinkan sebagai Eve.

Keanu Reeves memainkan peran kecil tapi penting di *Ballerina*. – Lionsgate

Sepanjang jalan, Eve bertemu karakter lama dan baru dari franchise Wick, diperankan oleh Anjelica Huston, Lance Reddick, Ian McShane, dan lain-lain. Lalu, tentu saja, ada John Wick (Keanu Reeves). Seneng lihat dia lagi, tapi kehadirannya justru bikin Eve terkesan kurang kuat. Film ini lebih baik tanpanya.

Sebenarnya, Ballerina bisa lebih baik dengan cerita yang lebih menarik, karakter yang lebih dalam, atau emosi yang lebih kuat. Tapi itu bukanlah Ballerina. Film ini adalah tontonan aksi tanpa beban yang pasti memuaskan penonton yang cari hiburan murni. Kalau kau berharap lebih, bersiaplah kecewa.

Di akhir film, aku sadar Ballerina nggak akan pernah jadi mendalam atau emosional seperti beberapa film Wick sebelumnya. Tapi alih-alih kesal, aku memilih menikmatinya—dan ternyata itu keputusan tepat. Meski ceritanya biasa, aksinya tak terlupakan. Ballerina seperti memilih racun favoritmu sendiri.

From the World of John Wick: Ballerina tayang minggu ini.

Ingin info lebih? Cek jadwal rilis terbaru Marvel, Star Wars, dan Star Trek, serta kabar terbaru DC Universe dan Doctor Who.