Sebuah kelompok hak asasi manusia memperingatkan bahwa komunitas-komunitas Palestina secara keseluruhan telah dipaksa mengalami penguncian di bagian-bagian Tepi Barat yang diduduki, seiring berlanjutnya militer Israel melancarkan serangan-serangan mematikan secara luas di wilayah tersebut.
Save the Children menyatakan pada Jumat bahwa keluarga-keluarga di Tepi Barat utara terpaksa berlindung di dalam rumah mereka akibat ketakutan akan kekerasan dari militer Israel, yang meluncurkan operasi intensif awal pekan ini.
Artikel Rekomendasi
list of 3 items
end of list
Lembaga hak anak itu menyebut bahwa penguncian tersebut “mencegah anak-anak bersekolah, membahayakan pendapatan keluarga, serta meningkatkan risiko kekerasan fisik dan penahanan anak oleh militer Israel”.
Pasukan Israel mengepung sebagian besar wilayah governorat Tubas timur laut, mulai Rabu, dan melakukan serangkaian serangan besar di kota serta desa lainnya di seantero Tepi Barat yang diduduki, termasuk Jenin.
Pasukan Israel telah melukai puluhan orang di kawasan Tubas sejak serangan dimulai, menurut laporan kantor berita Palestina, Wafa, pada Jumat, sementara lebih dari 160 orang lainnya telah ditahan.
Israel menyatakan operasi tersebut bertujuan memberantas kelompok bersenjata Palestina, namun para penduduk mengatakan militer telah melancarkan serangan semena-mena terhadap warga sipil, memblokir jurnalis dan ambulans, serta merusak infrastruktur.
Sebuah insiden yang terekam kamera di Jenin pada Kamis, yang memperlihatkan pasukan Israel membunuh dua pria Palestina yang tidak bersenjata saat mereka berusaha menyerah, juga telah menuai kutukan luas.
‘Serangan Sistematis’
Warga Palestina di seluruh Tepi Barat yang diduduki menghadapi gelombang kekerasan militer dan pemukim Israel di bawah bayang-bayang perang genosida Israel terhadap warga Palestina di Jalur Gaza yang bertetangga, yang telah menewaskan hampir 70.000 orang sejak Oktober 2023.
Serangan tentara dan pemukim Israel telah menewaskan lebih dari 1.000 warga Palestina di Tepi Barat sejak perang Israel di Gaza dimulai, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Tepi Barat utara terkena dampak sangat parah, dengan sekitar 32.000 penduduk dari beberapa kamp pengungsian terpaksa meninggalkan rumah mereka sejak Januari, dan dicegah Israel untuk kembali.
Militer Israel juga telah melakukan pembongkaran rumah secara luas, dalam hal yang oleh kelompok hak asasi dan pejabat PBB disebut sebagai kampanye untuk mengusir paksa warga Palestina.
Ameer, yang bekerja dengan organisasi mitra Save the Children di Tepi Barat, menyatakan bahwa serangan pekan ini di governorat Tubas merupakan “serangan sistematis oleh pasukan Israel dan kelanjutan dari kebijakan hukuman kolektif pemerintah Israel”.
“Operasi ini memutus akses anak-anak dari layanan dan pasokan kunci yang mereka andalkan dan butuhkan, termasuk pendidikan dan layanan kesehatan. Setiap anak di wilayah ini dicabut haknya untuk memperoleh pendidikan,” ujar Ameer dalam sebuah pernyataan.
Serangan di Gaza
Sementara itu, Israel terus melancarkan serangan di Gaza, meskipun gencatan senjata yang difasilitasi Amerika Serikat dengan Hamas telah berlaku sejak bulan lalu.
Pada Jumat, beberapa serangan Israel dilaporkan terjadi di dekat Khan Younis dan Rafah di Gaza selatan, dan sebuah serangan drone Israel menewaskan seorang warga Palestina di Bani Suheila, sebuah kota di sebelah timur Khan Younis, menurut laporan medis setempat.
Setidaknya 347 warga Palestina telah tewas di Gaza sejak gencatan senjata dimulai pada 10 Oktober, merujuk data terbaru dari Kementerian Kesehatan di wilayah kantong tersebut.
Ismail al-Thawabta, direktur Kantor Media Pemerintah Gaza, juga menyatakan pada Jumat bahwa 535 pelanggaran Israel telah terdokumentasi sejak gencatan senjata berlaku.
Al-Thawabta dalam pernyataan yang dibagikan melalui Telegram menyebutkan bahwa arus bantuan ke wilayah yang porak-poranda akibat perang itu masih jauh di bawah apa yang disepakati dalam gencatan senjata.
“[Israel] pihak okupasi hanya mengizinkan 9.930 truk untuk memasuki Gaza dari hampir 28.000 yang diminta – hanya 35 persen – sehingga mengubah bantuan menjadi alat perang yang digunakan untuk tekanan daripada kewajiban hukum atau kemanusiaan,” ujarnya.
“Situasi kemanusiaan di Gaza memburuk pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan agresi Israel telah menghancurkan infrastruktur dan layanan penting.”