Uche Akolisa & Kelechi Anozia
BBC News, Lagos
Kelechi Anozia / BBC
Antara 10 sampai 12 anjing diserahkan ke tempat penampungan hewan Dr. Mark Afua di Lagos setiap bulannya.
Preye Maxwell terlihat sedih saat meninggalkan anjing kesayangannya, Hanks, di tempat penampungan hewan di Lagos, pusat bisnis Nigeria. Dengan susah payah menahan tangis, ia berkata, "Aku tidak mampu merawatnya. Aku tidak bisa memberinya makan sebagaimana mestinya."
Anjing American Eskimo berusia dua tahun itu menggonggong saat pemiliknya berbalik dan pergi dari St. Mark’s Animal Rescue Foundation di pinggiran Lagos, Ajah.
Dr. Mark Afua, dokter hewan sekaligus ketua pusat penyelamatan, membawa Hanks dan menempatkannya di kandang besi besar—salah satu dari banyak kandang di bangunan satu lantai yang dirancang untuk anjing, kucing, ular, dan hewan lainnya.
Hanks berputar-putar di dalam kandang, dan Dr. Afua berusaha menenangkan anjing berbulu lebat yang gelisah itu.
Maxwell, seorang strategis media online, baru-baru ini di-PHK. Pencarian kerjanya membuatnya jarang di rumah sehingga ia merasa tidak bisa merawat Hanks.
"Aku berusaha melakukan apa saja untuk bertahan hidup. Aku bahkan tidak punya waktu sekarang [untuk merawat Hanks] karena selalu keluar mencari kerja," katanya kepada BBC.
Kelechi Anozia / BBC
Preye Maxwell mengaku selain kesulitan membiayai Hanks, ia juga tak punya waktu untuk bersama anjingnya karena sibuk mencari kerja.
Keputusan pria 33 tahun itu sulit, tapi banyak pemilik hewan peliharaan melakukan hal serupa akibat melonjaknya biaya hidup di Nigeria.
Negara terpadat di Afrika ini dilanda inflasi tinggi sejak Presiden Bola Tinubu berkuasa dua tahun lalu dan mencabut subsidi BBM yang sudah lama berlaku.
Tingkat inflasi melonjak dari 22% pada Mei 2023 menjadi 35% pada Desember 2024—yang tertinggi dalam 28 tahun, menurut Badan Pusat Statistik (BPS).
Inflasi sempat turun ke 24%, tapi harga tetap naik, hanya tak secepat sebelumnya.
Tekanan ekonomi memaksa perusahaan mengecilkan operasi demi bertahan di tengah biaya operasional yang melambung, mendorong anak muda seperti Maxwell ke pasar kerja yang sudah jenuh.
Aktivis hak hewan dan tempat penampungan mengatakan jumlah hewan terlantar meningkat pesat seiring biaya perawatan hewan peliharaan yang tak terkendali.
Harga makanan hewan dan perawatan dokter hewan naik lebih dari 100% karena beberapa produk, terutama obat, diimpor—dan nilai tukar mata uang lokal anjlok terhadap dolar.
"Sepuluh tahun lalu saat kami memulai proyek ini, jarang ada orang yang menyerahkan anjing karena tak mampu memberi makan," kata Dr. Afua kepada BBC.
"Sekarang, ada 10 sampai 12 hewan yang dititipkan setiap bulannya."
Sebagian, seperti Maxwell, menyerahkan hewan mereka ke tempat penampungan untuk diadopsi, tapi ada juga yang membuangnya begitu saja.
Jackie Idimogu, aktivis kesejahteraan hewan dan presiden komunitas My Dog and I di Lagos yang sering membantu mencarikan rumah baru untuk hewan, mengatakan ia melihat perubahannya.
"Sekarang mereka bahkan tidak punya kesabaran [mencari pemilik baru]. Mereka hanya mengikat anjing di tiang pinggir jalan atau melepaskannya begitu saja," katanya.
Perempuan 32 tahun itu mengatakan lebih dari 50% penghasilannya sebagai pembuat furnitur dan desainer interior kini habis untuk merawat empat anjingnya.
"Aku menghabiskan sekitar 250.000 naira (Rp2,5 juta) setiap bulan untuk hewan peliharaan," ujarnya, termasuk membayar orang untuk mengajak anjing jalan dan merawatnya saat ia tidak ada.
Tapi Idimogu mengatakan ia tidak tega melepaskan mereka.
"Sebagai wanita lajang tanpa anak, anjing-anjingku adalah bayiku. Tidak ada bedanya antara aku sebagai ‘ibu anjing’ dan ibu manusia. Aku tak bisa membayangkan melepaskan mereka dengan alasan apa pun."
Alih-alih, ia memilih menyesuaikan gaya hidup—mengurangi kemewahan seperti perhiasan, model rambut mahal, dan perawatan spa, serta mengurangi makanan khusus untuk hewannya seperti ayam, yogurt, dan ajakan naik mobil.
"Dulu aku suka pamer, tapi sekarang aku harus lebih sederhana demi anjing-anjingku."
Kelechi Anozia / BBC
Iyke Elueze khawatir jika ia melepaskan anjingnya, mereka bisa berakhir sebagai daging anjing—makanan lezat di beberapa wilayah Nigeria.
Hal serupa dialami Amartya Odanokende, yang dikenal sebagai "Jason the Cat Guy" di media sosial, tempat ia berbagi kecintaan pada kucing kepada warga Nigeria yang sering memandang kucing dengan curiga karena dikaitkan dengan ilmu sihir.
Ia menghabiskan sekitar $160 per bulan untuk makanan lima kucing besar dan beberapa anak kucing, ditambah $7 untuk 10kg pasir kucing. Sejak memelihara kucing Prussian pada 2020, pengeluarannya naik 100%.
"Biaya perawatan yang melambung tinggi" ini menjadi kekhawatiran, dan ia takut terlilit utang.
Eksekutif penjualan Lagos, Iyke Elueze, juga kesulitan merawat 10 anjingnya.
"Ada merek makanan tertentu yang dulu harganya cuma 30.000 naira. Sekarang, merek yang sama harganya 165.000 naira," katanya.
Ia percaya anjing pertamanya, Hennessey, menyelamatkannya dari depresi. Namun, ia ingin mengurangi jumlah hewannya karena kini harus memprioritaskan anak-anaknya.
Tapi pria 36 tahun itu takut anjingnya bisa dimakan—karena dianggap makanan lezat di beberapa wilayah Nigeria selatan. Uche Akolisa & Kelechi Anozia
Koki selebriti dan pemegang rekor Guinness, Hilda Baci, pernah menuai kontroversi di media sosial setelah mengaku membuat menu berbahan dasar daging anjing.
"Aku sangat berhati-hati dengan siapa yang mengadopsi anjingku. Aku tak mau anjingku berakhir di panci orang lain," ujar ayah dua anak ini.
Kelechi Anozia / BBC
Mistura Ibrahim terinspirasi menyelamatkan kucing setelah ia menyelamatkan dua ekor dari lemparan batu oleh orang-orang yang mengaitkannya dengan sihir.
Mistura Ibrahim, seniman tato muda di Lagos yang menjadikan misinya untuk membantu kucing, merasa sedih dengan situasi ini dan kesulitan menemukan rumah baru bagi kucing-kucing yang terus ia selamatkan.
"Ada beberapa telepon dari orang yang pernah kuberi kucing, mereka bilang tak sanggup lagi memeliharanya."
Kini, ia tak lagi memberi makan kucingnya dengan makanan kaleng, melainkan memilih berbagi makanan dari piringnya sendiri.
Sarannya adalah serius memikirkan kesejahteraan hewan peliharaan: "Ini seperti punya anak. Kalau tak sanggup punya anak, jangan bawa anak ke dunia."
Bagi Dr. Afua, yang menggunakan keuntungan praktik veteriner untuk membiayai penampungannya, semakin sulit menampung hewan-hewan tak diinginkan.
"Kami berusaha mencari rumah untuk mereka dengan cepat, tapi aku hati-hati memilih rumah agar mereka tak kembali. Beberapa hewan takkan pernah dapat rumah karena bekas perlakuan buruk."
Dengan St. Mark’s Animal Rescue Foundation yang kini merawat lebih dari 60 anjing—dua kali kapasitas normal—apakah ia akan pernah menolak hewan?
"Aku tak tega. Sekarang pun, ada anjing dan kucing di mana-mana. Kantor dan rumahku penuh—tapi tetap kuberi ruang untuk yang berikutnya."
Lebih banyak cerita Nigeria dari BBC:
Getty Images/BBC