Rio de Janeiro, Brasil – Pekan lalu, mantan Presiden Brasil Jair Bolsonaro dinyatakan bersalah atas percobaan kudeta dan dihukum penjara selama lebih dari 27 tahun.
Sidang hakim Mahkamah Agung pada hari Kamis memutuskan bahwa pria berusia 70 tahun itu telah berupaya menggulingkan demokrasi dan mempertahankan kekuasaan meskipun kalah dalam pemilu 2022 dari Presiden petahana Luiz Inacio Lula da Silva.
Rekomendasi Cerita
list of 3 items
end of list
Empat dari lima hakim memilih untuk memvonis Bolsonaro dan para terdakwa lainnya. Hakim Luiz Fux, dalam satu-satunya suara yang berbeda, menyatakan tidak ada cukup bukti untuk menyatakan Bolsonaro bersalah atas percobaan kudeta.
Hakim-hakim lainnya memutuskan bahwa upaya kudeta dimulai pada tahun 2021 ketika Bolsonaro mulai menyebarkan keraguan tidak berdasar tentang keandalan sistem pemungutan suara elektronik Brasil. Setelah Bolsonaro kalah dari Lula, upaya untuk tetap berkuasa secara illegal semakin meningkat, kata mereka.
Rencana Bolsonaro yang diduga multisegi mencakup rancangan dekrit untuk menangguhkan hasil pemilu, pertemuan dengan pimpinan tertinggi militer Brasil untuk meminta dukungan mereka dalam kudeta, dan plot untuk membunuh Lula, Wakil Presiden terpilih Geraldo Alckmin, serta Hakim Alexandre de Moraes, yang memimpin perkara terhadap Bolsonaro.
Pada tanggal 8 Januari 2023, ketika pendukung Bolsonaro mengobrak-abrik Mahkamah Agung, istana kepresidenan, dan kongres satu minggu setelah pelantikan Lula, itu adalah upaya terakhir untuk memaksa pengambilalihan oleh angkatan darat, kata pengadilan.
Hubungan antara Brasil dan Amerika Serikat kemungkinan akan semakin memburuk setelah putusan ini. Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif 50 persen pada barang-barang Brasil pada bulan Juli, dengan alasan yang disebutnya “perburuan penyihir” terhadap Bolsonaro. Setelah pemidanaan Bolsonaro, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengatakan pemerintah Trump “akan merespons sesuai dengan itu”.
Sebagai tanggapan, Kementerian Luar Negeri Brasil menyatakan pemerintah akan terus membela kedaulatan negara “dari agresi dan upaya campur tangan, dari manapun datangnya”.
Sementara masyarakat Brasil bersiap menghadapi dampak ekonomi, banyak juga yang mempertanyakan dampak politiknya. Ribuan pendukung Bolsonaro turun ke jalan bulan ini sebelum persidangan di mahkamah agung, menimbulkan kekhawatiran akan kemungkinan terjadinya kekerasan pasca vonis bersalah.
Tapi setelah pengumuman hukuman, jalan-jalan justru dipenuhi oleh para penentang Bolsonaro yang bersuka cita merayakan hasilnya.
Apakah Bolsonaro akan diberi amnesti, memenangkan banding tertentu, atau harus menjalani hukuman yang belum pernah terjadi sebelumnya, masih harus kita lihat. Di jalanan Rio de Janeiro, Al Jazeera berbicara dengan warga Brasil tentang pandangan mereka terhadap putusan tersebut.
Sidney Santos, seorang sopir taksi, yakin tuduhan, persidangan, dan vonis tersebut adalah rekayasa [Eleonore Hughes/Al Jazeera]
Sidney Santos, 50, sopir taksi, tinggal di kawasan Gloria, Rio
“Saya merasa sangat geram dan muak karena ini adalah rekayasa. Kalangan kiri, bersama Alexandre de Moraes dan seluruh Mahkamah Agung, menciptakan seluruh skema ini untuk menjauhkan Bolsonaro dari politik karena dia kuat.
“Tarif Trump tidak mengubah apa pun karena hasilnya sudah direncanakan. Trump memang menekan negara lain juga, tapi di sini, presiden petahana tidak mau duduk untuk bernegosiasi.
“Sayangnya, tidak ada demokrasi. Demokrasi palsu yang mereka bicarakan, yang mereka klaim mereka perjuangkan, itu semua bohong karena jika Anda berkata sesuatu, jika Anda menentang tindakan mereka, maka Anda dianggap menentang demokrasi. Ini adalah kediktatoran jubah.
“Kaum kiri ingin menghancurkan Brasil dan mengubah Brasil menjadi Venezuela berikutnya. Segalanya hanya akan menjadi lebih buruk.”
Lea Aparecida Gomes, seorang pembersih, pernah mendukung Bolsonaro tetapi cepat menjadi kecewa [Eleonore Hughes/Al Jazeera]
Lea Aparecida Gomes, 55, pembersih, tinggal di Madureira, zona utara Rio
“Bolsonaro tidak akan ditangkap. Di Brasil ini, tidak ada yang beres. Kalau dia benar-benar masuk penjara, barulah Brasil akan mulai berjalan.
“Ketika Bolsonaro mencalonkan diri untuk pertama kalinya, saya memilihnya karena saya pikir dia akan membuat negara ini lebih baik. Saya percaya padanya karena dia bagian dari militer, seperti anak saya. Tapi saya sangat kecewa. Masa pandemi sangat mengerikan. Saya pikir banyak orang meninggal karena dia. Saya kehilangan seorang sepupu karena COVID. Usianya 44 tahun. Dia terus menunda-nunda vaksin.
“Menurut saya ini cuma kebodohan. Seseorang yang berusia di atas 70 tahun seharusnya bisa hidup bahagia dengan gaji yang sudah dia dapatkan, tapi dia menginginkan lebih. Ya, semoga dia bahagia di penjara. Dia sendiri yang mengundangnya. Dia sudah memiliki begitu banyak tapi masih juga tidak puas.”
Caio Eduardo Alves de Aquino merasa kasus ini mengalihkan perhatian dari masalah sebenarnya yang dihadapi warga Brasil [Eleonore Hughes/Al Jazeera]
Caio Eduardo Alves de Aquino, 21, bekerja di kios di Copacabana dan tinggal di favela Rocinha
“Saya tidak peduli dengan vonisnya. Saya tidak tahu apakah ada percobaan kudeta atau tidak. Apakah Bolsonaro bebas atau dipenjara, bagi saya, itu tidak penting. Mereka semua sama saja.
“Paling tidak yang bisa dilakukan politisi adalah memikirkan masa depan anak-anak. Mereka selalu bilang bahwa anak-anak adalah masa depan, tapi pendidikan sangat buruk. Ibu saya bilang sekolah lebih baik di zamannya dulu. Semuanya justru semakin memburuk.
“Lula bicara tentang pendidikan, tentang hal lain, tapi tidak ada yang membaik. Tidak ada yang berubah.”
Remaja enam belas tahun Morena mengatakan vonis itu terasa seperti keadilan akhirnya ditegakkan [Eleonore Hughes/Al Jazeera]
Morena, 16, pelajar
“Waktu tahu Bolsonaro divonis, saya sangat terharu. Saya merasakan keadilan akhirnya ditegakkan setelah bertahun-tahun mengalami pemerintahan Bolsonaro dan segala absurditasnya. Murni ketidakbertanggungjawaban selama pandemi – tidak membeli vaksin, tidak memakai masker sebagai presiden. Ini menyebabkan lebih dari 500.000 kematian. Dan ya, dia bersalah untuk itu.
“Ada percobaan kudeta pada tanggal 8 Januari. Saya yakin Bolsonaro tahu dan mendukungnya, dan saya pikir hukuman 27 tahun itu pantas.
“Ini langkah yang sangat penting. Dia adalah mantan presiden pertama yang ditangkap karena percobaan kudeta. Tapi masih banyak yang harus dilakukan. Masih banyak penangkapan yang kurang, dan masih banyak keadilan yang harus ditegakkan untuk berbagai hal yang terjadi selama, sebelum, dan sesudah pemerintahan Bolsonaro.
“Saya sering memikirkan ucapan-ucapan dalam wawancara kecil atau komentar oleh Bolsonaro sendiri, anak-anaknya, teman-temannya. Ucapan rasis, ucapan homofobik, hal-hal yang kriminal.”
Ia belum pernah diadili atau dituntut atas hal-hal itu karena kita berada di Brasil.
“Ada banyak pihak lain yang menganut ideologi serupa dan menjunjung nilai-nilai yang sama seperti dirinya. Bolsonarisme masih sangat kuat. Jadi masih banyak yang harus diselesaikan. Ini baru permulaan.”
Altair Lima, seorang pegawai negeri, menyatakan bahwa ia percaya Jaksa Agung gagal membuktikan apapun.
**Altair Lima, 50, PNS yang tinggal di negara bagian Sao Paulo**
“Aku tidak mendukung satu pihak mana pun. Aku menganalisis secara teknis dan dingin karena aku tidak memihak. Aku menginginkan yang terbaik untuk negeriku. Aku mengikuti persidangan setiap hari. Aku sepakat dengan suara Hakim Luiz Fux: Jaksa Agung tidak membuktikan sesuatu apapun.
“Bolsonaro mengatakan banyak hal selama kampanye 2022, tetapi ketika politisi sedang berkampanye, mereka berkata apa saja demi memenangkan pemilih. Namun tidak sekalipun ia melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
“Tarif Trump itu intervensi yang keterlaluan. Itu bukan cara yang tepat untuk mempengaruhi keadaan, dan menurutku itu bukan cara menyelesaikan masalah. Tidak semestinya suatu negara ikut campur terlalu jauh dalam urusan negara lain. Yang akan menyelesaikan ini adalah Kongres sendiri dengan undang-undang kita di dalam negeri. Aku yakin undang-undang amnesti akan disahkan. Kalau tidak sekarang, tahun depan.
“Kita sekarang mempunya presiden petahana yang telah divonis bersalah. Jadi segala sesuatu bisa berubah.
“Ayahku seorang sopir bus. Ibuku hanya menjadi ibu rumah tangga seumur hidupnya. Seumur hidup aku lebih condong ke kiri. Namun setelah begitu banyak skandal korupsi, aku kecewa.
“Orang Brasil pada dasarnya penuh harapan, dan harapan adalah hal terakhir yang mati. Jadi kita selalu berpegang pada harapan bahwa suatu hari nanti keadaan akan membaik. Kita berusaha setiap hari untuk itu. Tapi ini proses yang sangat panjang. Sulit.”