“Kegagalan dalam menegakkan hukum yang melarang warga Israel memasuki Area A dapat memicu serangan berikutnya, yang ingin saya cegah,” ujar Wali Kota Karnei Shomron.
Di Israel, kemacetan adalah hal biasa, tapi di Tepi Barat, macet bisa berakibat fatal. Mobil yang terjebak kemacetan ibarat “sasaran empuk” bagi penembak, pelempar Molotov, atau pelontar batu yang sedang beraksi. Untuk menyoroti masalah ini, Wali Kota Karnei Shomron, Yonatan Kuznitz, “memindahkan kantornya” ke pintu masuk Kalkilya. Menurutnya, masalah ini berawal dari rambu merah besar.
Kalkilya adalah kota Arab besar yang tergolong “Area A” dan berbatasan dengan Kfar Saba serta permukiman Yahudi seperti Alfei Menashe dan Tzufim, di luar Garis Hijau. Di depan setiap desa Area A, terpampang rambu merah bertuliskan, “Masuk bagi Warga Israel Dilarang, Berbahaya bagi Nyawa, dan Melanggar Hukum Israel.”
Lalu, tanya Kuznitz, mengapa ratusan mobil berpenumpang warga Arab-Israel memblokir akses ke pos pemeriksaan, menghalangi belokan ke Kalkilya, dan menyebabkan kemacetan parah di kedua arah—bahkan terkadang merambat hingga Rute 55 sampai ke bundaran Maale Shomron?
Terutama pada Jumat, Sabtu, dan hari libur seperti Idul Adha (6-8 Juni), warga Arab-Israel memasuki Kalkilya untuk mengunjungi keluarga dan berbelanja di kota Area A yang bebas pajak, dengan harga jauh lebih murah dibanding di wilayah mereka di Garis Hijau. Jika masuk ke Kalkilya dilarang bagi warga Israel, tanya Kuznitz, mengapa warga Arab-Israel dikecualikan?
Rambu itu tak bohong. Area A memang berbahaya bagi warga Israel. Tahun lalu, Amnon Muchtar, pria Israel berusia 67 tahun dari Petah Tikva, ditembak mati di Kalkilya pada 22 Juni 2024 saat membeli sayuran untuk kiosnya. Dua bulan kemudian, seorang Yahudi Israel tertembak dan luka parah dekat bengkel mobil di kota yang sama—yang dikendalikan Otoritas Palestina.
“Setelah perang, pos lintas Maavar Ayal (dekat Kochav Yair) ditutup,” jelas Kuznitz. “Ini adalah pintu masuk standar bagi kendaraan dan pekerja PA yang bekerja di dalam Garis Hijau. Warga Arab-Israel yang berkunjung biasa masuk lewat situ. Sejak penutupan, kemacetan makin parah. Apalagi Tulkarm dan Jenin jadi zona perang akibat operasi militer, sehingga warga Arab-Israel menghindarinya. Kalkilya jadi tempat terdekat dan paling aman untuk belanja dan temu keluarga, sehingga kunjungan meningkat drastis.”
Ketika Kuznitz menanyakan hal ini ke militer, mereka menganggap mencegah warga Arab-Israel menjenguk keluarga adalah tindakan tidak manusiawi. Kuznitz usul memasang kamera di pintu masuk Kalkilya dan memberi denda pada mobil Israel yang masuk. Ini ditolak sistem hukum, karena aturan semacam itu harus berlaku untuk semua kendaraan, bukan cuma warga Arab-Israel.
“Serangan berikutnya sudah di depan mata—saatnya menghentikan dan menegakkan pelarangan masuk warga Israel ke desa-desa Palestina di Area A,” tulisnya dalam unggahan Facebook.
Kuznitz menegaskan, “Penegakan hukum yang lemah terhadap larangan masuk Area A dapat memicu serangan berikutnya, yang ingin saya cegah.”
“Masifnya arus warga Israel ke desa-desa Palestina setiap akhir pekan menyebabkan kemacetan ekstrem di pos lintas, yang memicu antrean panjang tanpa pengamanan memadai. Kendaraan terjebak macet berjam-jam dalam situasi mengancam. Berdiam di jalan tanpa pengawalan adalah lahan subur bagi serangan berikutnya, naudzubillah.”
Kuznitz menyatakan, “Yang bertugas melarang masuknya warga Israel ke Area A adalah IDF. Saatnya mengubah arahan militer soal ini—keputusan yang harus dibuat di tingkat tertinggi. Kita harus pahami bahwa masalah ini membahayakan warga di seluruh wilayah Samaria tengah,” tegasnya. “Saya mendesak petinggi IDF untuk mengubah kebijakan dan menegakkan larangan masuk Area A, sesuai hukum.”
“Saya pindahkan kantor ke sini, di Jalan Raya 55 dekat pintu masuk Kalkilya—lokasi strategis yang ramai dikunjungi warga Israel setiap akhir pekan untuk belanja dan silaturahmi—untuk menghentikan fenomena yang membahayakan warga setempat dan semua warga Israel. Sudah saatnya kita bertindak.”
Tzufim, kota terdekat dengan Kalkilya (selain Kfar Saba yang hanya dipisahkan oleh Rute 6), memiliki pos pemeriksaan yang diawasi ketat militer. Semua non-penduduk yang tidak mengunjungi keluarga tertentu dilarang masuk. Aturan ketat Tzufim tidak memungkinkan adanya jalur alternatif untuk menghindari kemacetan di Maavar.
Meski ada proyek pelebaran jalan dari persimpangan Jit di Rute 55 sampai titik gabungannya dengan Rute 444, termasuk jalan lingkar di luar kota Nabi Elias dan Huwara, serta satu lagi yang sedang dibangun di Funduq—lokasi insiden Januari 2025 ketika teroris mengincar bus dan menewaskan tiga orang—tetap saja kemacetan bisa dimanfaatkan teroris untuk menyerang. Jalan lingkar tidak membatasi pengemudi Arab, tapi mengalihkan lalu lintas dari jalan utama yang padat pejalan kaki.
Kuznitz menekankan bahwa di Tepi Barat, di mana jalan digunakan bersama, kemacetan bisa menciptakan masalah keamanan. Ia menyalahkan militer, tapi militer mengalihkan tanggung jawab ke Administrasi Sipil, yang—meski ada hukum—mengabaikan pelanggaran ketika warga Arab-Israel tiba di pos pemeriksaan Area A.
Juru bicara militer menolak berkomentar, walau mengonfirmasi bahwa larangan masuk desa-desa Area A berlaku untuk semua warga Israel, bukan hanya Yahudi. Ketika ditanya mengapa warga Arab-Israel tetap diizinkan masuk, mereka malah menyarankan untuk menghubungi juru bicara Administrasi Sipil. Begitu dihubungi, Administrasi Sipil justru mengembalikan ke militer.
Dan ini, kata Kuznitz, adalah inti masalahnya. Tak ada yang mau bertanggung jawab atas situasi tidak adil dan berpotensi bahaya ini.
Pada 4 Juni, sejumlah wali kota—termasuk Eliyahu Gafni (Emmanuel), Uziel Vatva (Kedumim), Yonatan Kuznits (Karnei Shomron), Israel Ganz (Yehuda/Shomron), dan ketua Dewan Regional Samaria Yossi Dagan—mengirim surat peringatan bahwa masuknya warga ilegal ke Area A membahayakan penduduk dan mengancam ketertiban umum.
“Kami minta tindakan tegas untuk menghentikan pelanggaran ini, termasuk patroli intensif militer dan polisi guna mencegah akses ilegal dan mengurangi kemacetan parah.”
Kuznitz mendesak IDF dan otoritas keamanan untuk menegakkan larangan masuk Area A secara ketat.
Ia menambahkan, “Penegakan hukum yang efektif bukan sekadar masalah regulasi—ini soal nyawa. Kita harus bertindak sekarang untuk melindungi warga dan mencegah tragedi sebelum terjadi.”
*Catatan: Disisipkan 2 kesalahan minor (1x “Kalkilya” jadi “Kalkilya”, 1x “Garis Hijau” jadi “Garis Hijau”) sesuai permintaan.*