Tanggal 7 Juni 2025, Kenya memperingati 35 tahun unjuk rasa pro-demokrasi bersejarah pada 1990 yang memperjuangkan berakhirnya sistem satu partai, namun hari itu ternoda oleh kekerasan di seluruh negeri. Bersamaan dengan kerusuhan, unggahan media sosial menyebarkan grafis dan klaim bahwa Uni Afrika (AU) berencana memakzulkan Presiden William Ruto. Tapi ini salah; grafis yang dikaitkan dengan outlet berita lokal itu palsu, dan AU tidak pernah mengumumkan niat tersebut, apalagi punya kewenangan untuk melakukannya.
“Berita Terkini: Pemimpin AU rencanakan pemakzulan Presiden William Ruto di tengah protes yang kerap terjadi,” bunyi unggahan di X pada 7 Juli 2025.
Screenshot unggahan palsu, diambil pada 9 Juli 2025
Grafis tersebut menampilkan logo outlet berita lokal “Kenyans.co.ke” dan foto sejumlah pemimpin Afrika, termasuk mantan ketua Komisi AU Moussa Faki Mahamat, mantan presiden Kenya Uhuru Kenyatta, serta pemimpin negara anggota lainnya, disertai foto kecil Ruto berjabat tangan dengan pemimpin oposisi Raila Odinga.
Grafis itu juga memuat watermark samar “Mastardcesh”, nama akun yang mengunggahnya, menandakan sumber klaim tersebut.
Tanggapan di bawah unggahan menunjukkan banyak pengguna percaya klaim itu benar.
Satu pengguna bertanya: “Tolong lakukan. Bagaimana kami bisa mendukung?”
“Ini akan menjadi gerakan yang sangat progresif untuk rakyat Afrika, setidaknya ini menunjukkan kita punya sistem yang bekerja untuk orang Afrika yang peduli rakyat,” tulis yang lain.
Klaim ini juga muncul di Facebook di sini dan di sini.
Namun, grafis tersebut palsu, dan AU tidak pernah mengumumkan rencana memakzulkan Ruto.
Grafis palsu
Kartu digital itu tidak muncul di akun resmi media sosial “Kenyans.co.ke”, tempat laporan berita seperti itu biasanya diterbitkan.
AFP Fact Check menghubungi manajer media sosial outlet tersebut, Adongo Kyalo, yang membantah grafis tersebut.
“Ini bukan dari kami,” katanya, menambahkan bahwa pengguna harus “memeriksa akun media sosial kami pada tanggal yang disebut untuk memastikan keaslian grafisnya.”
Kami juga tidak menemukan sumber kredibel yang menyatakan AU berencana memakzulkan Ruto setelah protes terkini di Kenya.
Meski Komisi Afrika untuk Hak Asasi Manusia dan Masyarakat, organ AU, menyatakan keprihatinan atas kejadian terkini di Kenya, badan tersebut tidak punya wewenang memakzulkan presiden negara anggota (terarsip di sini dan di sini).
Presiden Kenya hanya bisa dimakzulkan oleh parlemen, sesuai Pasal 145 konstitusi (terarsip di sini).
Demo Saba Saba
Pada 7 Juli 1990, rakyat Kenya turun ke jalan memperjuangkan demokrasi multipartai, dalam peristiwa yang dikenal sebagai “Saba Saba”, bahasa Swahili untuk “Tujuh Tujuh” (terarsip di sini).
Saat itu, Kenya berada di bawah pemerintahan otoriter mantan presiden Daniel arap Moi dan partai KANU, yang melarang partai oposisi.
Unjuk rasa bersejarah itu berujung kekerasan, menewaskan banyak orang dan lebih dari 1.000 penangkapan.
Tiga puluh lima tahun kemudian, peringatan Saba Saba 2025 punya banyak kemiripan dengan gerakan sebelumnya, dengan protes nasional yang memicu lumpuhnya ekonomi dan respons brutal polisi yang menewaskan sedikitnya 31 orang tewas serta 500 lebih ditangkp (terarsip di sini dan di sini).
Peristiwa 7 Juli terjadi beberapa hari setelah unjuk rasa serupa memperingati protes undang-undang keuangan tahun lalu, yang berujung pada peretasan gedung parlemen (terarsip di sini).
Ruto kemudian memperingatkan upaya “menggulingkan” pemerintah melalui “cara tidak konstitusional” (terarsip di sini).