Turki mengumumkan pada hari Selasa bahwa mereka akan membatasi ekspor ke Israel sampai ada gencatan senjata di Gaza, yang memicu ancaman balas dari pemerintah dengan hubungan yang tegang selama ini.
Presiden Recep Tayyip Erdogan dari Turki telah membela Hamas dan menyerang Israel atas perang di Gaza, menuduhnya dengan sengaja menyerang warga sipil. Namun, pemerintahnya hingga Selasa kemarin belum mengambil langkah ekonomi konkret terhadap Israel terkait konflik tersebut.
Kementerian Perdagangan Turki mengatakan bahwa mereka sedang memberlakukan pembatasan yang mencakup puluhan ekspor – termasuk aluminium, produk baja, semen, dan bahan bakar pesawat – setelah Israel menolak permintaan pemerintah Turki untuk menjatuhkan bantuan kemanusiaan ke Gaza.
“Keputusan ini akan tetap berlaku sampai Israel menyatakan gencatan senjata di Gaza dan memungkinkan aliran bantuan yang cukup tanpa gangguan ke Jalur Gaza,” demikian pernyataan kementerian.
Pengumuman tersebut menimbulkan respons marah dari Menteri Luar Negeri Israel, yang menuduh Erdogan “mengorbankan kepentingan ekonomi” rakyat Turki demi mendukung Hamas.
“Israel tidak akan menyerah pada kekerasan dan pemerasan serta tidak akan mengabaikan pelanggaran sepihak terhadap perjanjian perdagangan dan akan mengambil langkah-langkah sejajar terhadap Turki yang akan merugikan ekonomi Turki,” demikian pernyataan menteri, Israel Katz.
Ekspor Turki ke Israel bernilai $5,4 miliar pada tahun 2023, atau 2,1 persen dari total ekspor mereka, menurut data resmi.
Turki telah lama memiliki hubungan yang bergejolak dengan Israel, meskipun dalam beberapa tahun terakhir telah ada tanda-tanda bahwa hubungan tersebut mulai membaik: Pada tahun 2022, Turki menyambut kedatangan presiden Israel ke Ankara, kunjungan pertama oleh kepala negara Israel sejak tahun 2008. Erdogan bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk pertama kalinya pada bulan September lalu.
Kurang dari sebulan setelah pertemuan tersebut, Hamas memimpin serangan pada 7 Oktober terhadap Israel yang memicu perang di Gaza.
Di bawah kepemimpinan Erdogan, Turki sering menjadi tuan rumah bagi anggota Hamas, beberapa pemimpin mereka berada di negara tersebut untuk pertemuan pada 7 Oktober. Pemimpin Turki itu telah mengkritik keras bombardir Israel di Gaza, yang membuatnya berseberangan dengan sekutu NATO-nya.
Namun, jumlah korban tewas yang meningkat dan krisis kemanusiaan yang mengerikan di Gaza telah menimbulkan kritik yang semakin meningkat dari sekutu Israel terkait bagaimana perang tersebut dilakukan.
Presiden Biden mengancam pekan lalu untuk mengaitkan dukungan AS di masa depan terhadap Israel dengan bagaimana Israel menangani kekhawatirannya terhadap korban sipil dan krisis kemanusiaan. Pekan ini, menteri luar negeri Prancis mengatakan kepada media berita Prancis bahwa memberlakukan sanksi mungkin menjadi salah satu cara untuk menekan Israel agar membuka koridor kemanusiaan ke Gaza.
Gabby Sobelman berkontribusi dalam pelaporan.