‘Tidak Ada Bukti’ Penembak Bondi Australia Dilibatkan di Filipina: Pemerintah | Berita Kriminal

Pejabat Filipina menyatakan bahwa ‘sekadar kunjungan’ ke negara tersebut tidak mendukung klaim bahwa para pria tersebut menjalani ‘pelatihan teroris’.

Tidak ada bukti bahwa para tersangka pelaku penembakan dalam serangan mematikan di Bondi Beach menerima pelatihan militer di Filipina selatan, demikian pernyataan penasihat keamanan nasional Manila. Pernyataan ini disampaikan bersamaan dengan pengumuman Australia mengenai rencana memperkenalkan langkah-langkah untuk memperketat hukum ujaran kebencian di negara tersebut.

Dalam pernyataan pada hari Rabu, Penasihat Keamanan Nasional Filipina Eduardo Ano mengonfirmasi bahwa dua tersangka dalam serangan di Sydney, Australia—yang menewaskan 15 orang setelah penembak membuka api di sebuah acara Yahudi—berada di Filipina dari 1 hingga 28 November tahun ini.

Rekomendasi Cerita

*Daftar 3 item*
*Akhir daftar*

Ano menyebutkan catatan imigrasi menunjukkan Sajid Akram (50) dan putranya Naveed Akram (24) melakukan perjalanan via ibu kota Filipina, Manila, menuju Kota Davao di pulau Mindanao selatan. Ia menambahkan bahwa Sajid masuk ke Filipina dengan paspor India, sementara Naveed menggunakan paspor Australia.

Ano menegaskan bahwa tidak ada bukti keduanya menerima “pelatihan militer dalam bentuk apa pun” selama di Filipina.

“Kunjungan belaka tidak dapat mendukung dugaan adanya pelatihan teroris. Lama tinggal mereka pun tidak memungkinkan untuk pelatihan yang berarti atau terstruktur,” ujarnya.

Menurut laporan outlet berita lokal MindaNews, kedua pria tersebut sebagian besar berdiam di kamar hotel mereka saat berada di Davao. Staf hotel menyatakan pasangan itu check-in pada 1 November dan jarang keluar lebih dari satu jam dalam sekali waktu selama tinggal hampir sebulan penuh.

Otoritas Australia mengumumkan pada hari Rabu bahwa Naveed Akram telah didakwa dengan 59 pelanggaran atas perannya dalam serangan itu, termasuk tuduhan pembunuhan dan teror, setelah ia siuman dari koma. Sajid Akram, ayahnya, tewas ditembak polisi di lokasi kejadian.

MEMBACA  Tanzania membebaskan aktivis setelah tuntutan pemerintah Kenya.

Ano juga menyatakan bahwa laporan yang menggambarkan Mindanao—kawasan mayoritas Muslim di negara berpenduduk mayoritas Katolik yang dilanda konflik separatisme selama beberapa dekade—sebagai “pusat ekstremisme kekerasan atau ideologi Negara Islam” sudah “kedaluwarsa dan menyesatkan”.

“Sejak Pengepungan Marawi 2017, pasukan keamanan Filipina telah secara signifikan melemahkan kelompok-kelompok yang berafiliasi dengan ISIS di negara ini,” katanya, merujuk pada pertempuran lima bulan di mana kelompok Maute yang terinspirasi ISIL merebut kota selatan itu dan melawan pasukan pemerintah.

“Sisa-sisa kelompok ini telah tercerai-berai, kehilangan kepemimpinan, dan secara operasional dilumpuhkan,” tambah Ano.

Perjanjian damai 2014, yang membuat kaum pemberontak menghentikan aspirasi separatisme mereka sebagai ganti wilayah otonom Muslim yang lebih kuat dan didanai lebih baik bernama Bangsamoro, juga telah membawa ketenangan tertentu ke Mindanao.

Namun, kelompok pemberontak yang lebih kecil terus melancarkan serangan sporadis dan mematikan di kawasan Filipina selatan yang tetap bergolak.

‘Juga Serangan terhadap Cara Hidup Australia’: Anthony Albanese

Pada hari Kamis, Perdana Menteri Australia Anthony Albanese berjanji akan memperkenalkan undang-undang baru untuk menindak tegas ujaran kebencian sebagai respons terhadap serangan Bondi Beach. Ia mengakui bahwa Australia telah menyaksikan peningkatan antisemitisme sejak serangan pimpinan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, dan perang genosida Israel di Gaza.

Mengumumkan langkah-langkah baru ini dalam konferensi pers, Albanese menyatakan pemerintahannya akan berupaya memperkenalkan undang-undang yang mempermudah penuntutan orang-orang yang menyebarkan ujaran kebencian dan kekerasan—termasuk para pengkhotbah agama—sementara wewenang baru akan dibuat untuk membatalkan atau menolak visa orang-orang yang menyebarkan “kebencian dan perpecahan”.

Legislasi tersebut juga akan mengembangkan sebuah rezim untuk menargetkan organisasi-organisasi yang pemimpinnya terlibat dalam ujaran kebencian, tambah Albanese.

MEMBACA  Mengapa Media Sosial Mendorong Orang untuk Tidak Membeli Apapun Selama 24 Jam di Hari Jumat?

Albanese mengatakan peningkatan antisemitisme “berpuncak pada hari Minggu dalam salah satu tindakan pembunuhan massal terburuk yang pernah disaksikan negara ini”.

“Itu adalah serangan terhadap komunitas Yahudi kami—tetapi juga merupakan serangan terhadap cara hidup Australia. Warga Australia terkejut dan marah. Saya marah. Sudah jelas kita perlu berbuat lebih banyak untuk memerangi momok keji ini, jauh lebih banyak,” ucapnya.

Premier New South Wales Chris Minns mengatakan pada hari Rabu bahwa ia akan memanggil kembali parlemen negara bagian pekan depan untuk mengesahkan reformasi mendesak terkait hukum senjata api.

Tinggalkan komentar