Presiden Brasil dorong ‘peta jalan’ transisi dari bahan bakar fosil, namun negara-negara masih terbelah dalam isu krusial.
Diterbitkan Pada 20 Nov 202520 Nov 2025
Klik di sini untuk membagikan di media sosial
share2
Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva telah mendorong tampilnya kesatuan di konferensi iklim COP30, di mana absennya Amerika Serikat menggarisbawahi urgensi kolaborasi lebih erat untuk mengatasi krisis iklim.
Lula dan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres bertemu dengan tokoh-tokoh kunci pada konferensi iklim di Belem, Brasil, pada hari Rabu, memburu kesepakatan yang dapat merapatkan celah perbedaan pendapat.
Rekomendasi Cerita
list of 3 itemsend of list
“Kita perlu menunjukkan kepada masyarakat bahwa kita menginginkan ini tanpa memaksakan apapun kepada siapapun, tanpa menetapkan batas waktu bagi setiap negara untuk memutuskan apa yang dapat dilakukannya dalam waktunya sendiri, sesuai kemampuannya masing-masing,” kata Lula kepada para wartawan, seraya menyatakan negara-negara harus menemukan “peta jalan” bersama dalam aksi iklim.
Akan tetapi, pemimpin Brasil tersebut, yang memposisikan dirinya sebagai advokat utama baik untuk aksi iklim maupun kolaborasi lebih erat antarnegara non-Barat, kesulitan merapatkan jurang perbedaan terkait isu-isu seperti penggunaan bahan bakar fosil dan pendanaan iklim.
Para ilmuwan telah memperingatkan bahwa kegagalan untuk bertransisi dengan cepat dari penggunaan bahan bakar fosil dapat mendatangkan perubahan dahsyat pada ekosistem planet dan mengakibatkan peningkatan berbahaya cuaca ekstrem di seluruh dunia, di mana negara-negara miskin lebih rentan terhadap dampak parahnya.
“Peta jalan bukanlah lokakarya atau pertemuan menteri. Peta jalan adalah rencana kerja nyata yang harus menunjukkan jalan dari posisi kita sekarang ke tujuan yang harus kita capai, serta cara mencapainya,” demikian pernyataan dalam surat dari tujuh ilmuwan terkemuka, termasuk beberapa yang menjadi penasihat presidensi COP30.
Sementara keputusan AS untuk tidak menghadiri konferensi iklim tersebut terasa sangat berdampak, negara-negara berpengaruh lain juga tampak enggan berkomitmen pada target-target yang ambisius.
Sejumlah negara, seperti India, telah mengkritik kelambanan tindakan negara-negara kaya, yang bertanggung jawab atas sebagian besar emisi kumulatif dan menjadi sasaran seruan negara miskin untuk menurunkan hambatan bagi kemajuan teknologi terbarukan.
“Perubahan iklim bukan lagi fenomena yang jauh, melainkan nyata dan segera,” ujar Menteri Lingkungan Hidup India Bhupender Yadav dalam pidatonya di konferensi pada hari Senin. Yadav menyiratkan bahwa India mungkin akan mengajukan rencana iklim pada bulan Desember, bukan sesuai batas waktu swanya di akhir konferensi ini.