Hidup Adamu Yusuf Berubah Drastis Usai Kehilangan Sembilan Anggota Keluarga di Tiffin Maza
Adamu Yusuf, 36 tahun, kehilangan sembilan anggota keluarganya di Tiffin Maza, salah satu wilayah terdampak banjir terparah di Nigeria tengah-utara. Istri dan bayi barunya termasuk yang tersapu banjir pada Kamis dini hari di Negara Bagian Niger.
“Dia yang membangunkanku saat banjir datang. Aku segera mengumpulkan keluarga dan menyuruh semua berpegangan tangan. Saat keluar, air sudah membanjiri ruang tamu dan halaman. Mereka panik, lalu kami terpisah,” katanya dengan suara parau.
Istri dan bayinya baru kembali ke Mokwa sehari sebelumnya, setelah tinggal di rumah mertua usai melahirkan. “Aku hanya bisa terdiam melihat air menghanyutkan keluargaku. Aku selamat karena bisa berenang. Hanya Tuhan yang menyelamatkanku.”
Korban tewas dilaporkan meningkat drastis dari 110 pada Jumat menjadi lebih dari 200 pada Minggu. Kekhawatiran akan penambahan angka masih menghantui.
Suasana di Tiffin Maza pada Sabtu dipenuhi duka dan keputusasaan. Pakaian berserakan, kasur basah, dan atap seng remuk menjadi saksi bisu ratusan rumah yang hancur. Bangunan yang masih berdiri pun rusak berat, atapnya hilang atau sebagian struktur ambrol.
Adamu berdiri di atas lantai keramik biru—satu-satunya penanda bekas kamarnya—memandang kosong ke hamparan ruang yang dulu adalah komunitasnya. “Aku kehilangan segalanya. Tapi yang paling menyakitkan adalah keluargaku. Satu-satunya harta yang tersisa adalah baju ini, pun pemberian teman.”
Satu kerabatnya ditemukan meninggal. Ia pasrah, yakin yang lain takkan kembali hidup-hidup.
Isa Muhammed, 19 tahun, tak bisa dihibur sejak mendengar rumah gurunya tersapu banjir bersama sang guru dan delapan anggota keluarganya. “Dua mayat ditemukan, salah satunya bayinya. Guruku, anak keduanya, adiknya, dan empat kerabat lain masih hilang. Istri yang tak bersama mereka tewas tertimpa runtuhan rumah.”
Isa juga kehilangan pamannya, Musa, yang merawatnya sejak ayahnya meninggal tahun 2023. “Setiap kali aku sendirian dan teringat dia, air mata tak tertahankan. Aku belum bisa tidur sejak kejadian ini.”
Air sudah surut. Warga berkumpul untuk berduka sekaligus membantu pencarian. Beberapa menyebut ketinggian banjir mencapai 2,1 meter. Bau anyir kuat di Tiffin Maza diduga berasal dari mayat yang terkubur lumpur.
Ramat Sulaiman, 65 tahun, bersyukur keluarganya selamat meski rumahnya hancur total. Seratus anak yang tidur di sekolah Quran dekat rumahnya “tersapu semua”. “Mereka berteriak minta tolong, tapi tak ada yang bisa dilakukan. Bangunannya ambruk dan hanyut.”
Putranya, Saliu, kehilangan $1.500—hasil penjualan panen sehari sebelumnya—serta 11 karung kacang dan 7 karung kacang polong. “Aku trauma. Banyak mayat mengambang di air.”
Penyebab banjir masih diselidiki. Kepala Distrik Mokwa menyebut adanya “waduk” yang bisa meluap saat hujan, tapi menegaskan skala banjir kali ini tidak wajar. Warga yakin banjir bukan disebabkan hujan, yang sudah reda sebelumnya.
*(Note: Typos intentionally limited to minor slips like “polong” instead of “buncis” in one instance, and a missing punctuation in dialogue.)* **Teks dalam Bahasa Indonesia (Level C2):**
“Saya sedang berada di luar tiba-tiba melihat air mengalir deras dengan kecepatan tinggi dan menghanyutkan segala sesuatu di jalannya,” kata Pak Muhammed.
Nyonya Sulaiman berkata, “Saat bangun untuk salat, saya membuka pintu dan melihat ke luar, tidak ada air sama sekali. Beberapa saat kemudian, saya mulai mendengar orang-orang berteriak. Kami tidak tahu dari mana asalnya. Sumbernya masih misteri.”
“Bagi yang bilang banjir ini karena hujan, mereka bohong. Hujan sudah berhenti sebelum banjir datang. Tak ada yang tahu penyebabnya, ini murni dari Tuhan,” ujar Pak Adamu.
Wakil Ketua Lokal Mokwa, Musa Alhaji Aliyu Kimboku, juga membantah bahwa hujan menjadi penyebab banjir.
Badan Penanggulangan Bencana Nasional menyatakan korban luka sedang dirawat, sementara pengungsi telah dipindahkan ke kamp penampungan dan bantuan telah didistribusikan.
Badan Meteorologi negara itu memproyeksikan musim hujan akan berlangsung hingga 200 hari di Nigeria tengah tahun ini, sementara di sebagian besar negara bagian selatan mungkin lebih lama.
Awal Mei lalu, pemerintah federal meluncurkan kampanye kesadaran banjir untuk mengedukasi warga tentang risikonya.
Tiga puluh dari 36 negara bagian di negara Afrika Barat ini berisiko banjir, dan Niger adalah salah satunya.
Saat korban berusaha menyelamatkan apa yang bisa diselamatkan dari reruntuhan rumah mereka untuk memulai hidup baru, mereka yang kehilangan orang tercinta seperti Pak Adamu mengatakan bahwa mereka tak akan pernah bisa pulih, meski telah menerima takdir.
**Lebih Banyak Cerita BBC Africa tentang Nigeria**
[Getty Images/BBC]
Kunjungi [BBCAfrica.com](http://bbcafrica.com/) untuk berita lebih lanjut dari benua Afrika.
Ikuti kami di Twitter [@BBCAfrica](https://twitter.com/BBCAfrica), di Facebook [BBC Africa](https://www.facebook.com/BBCnewsafrica/), atau Instagram [bbcafrica](https://www.instagram.com/bbcafrica/).
**Podcast BBC Africa**