Wabah Kolera Terpusat di Ibu Kota Khartoum yang Hancur Akibat Perang Lebih dari Dua Tahun
Otoritas kesehatan setempat menyatakan bahwa wabah kolera di Khartoum, Sudan, telah menewaskan setidaknya 70 orang dalam dua hari. Kementerian Kesehatan negara bagian Khartoum melaporkan 942 kasus baru dan 25 kematian pada Kamis, setelah sebelumnya mencatat 1.177 kasus dan 45 kematian sehari sebelumnya.
Wabah ini terkonsentrasi di ibu kota Khartoum, yang telah luluhlantak akibat perang lebih dari dua tahun antara tentara Sudan dan kelompok paramiliter Rapid Support Forces (RSF). Akses air dan listrik di kota ini terputus awal bulan ini setelah serangan drone yang dituduhkan kepada RSF.
Pemerintah yang didukung militer mengumumkan pekan lalu bahwa mereka telah mengusir pejuang RSF dari basis terakhir mereka di Negara Bagian Khartoum, dua bulan setelah merebut kembali pusat ibu kota dari kelompok paramiliter tersebut.
Kota ini tetap porak-poranda dengan infrastruktur kesehatan dan sanitasi yang nyaris tidak berfungsi. Menurut kementerian kesehatan federal, 172 orang meninggal karena kolera dalam seminggu hingga Selasa—90 persennya hanya di Khartoum. Pekerja bantuan mengatakan skala wabah diperparah oleh kolapsnya layanan kesehatan, dengan sekitar 90% rumah sakit di zona perang utama tidak beroperasi.
"Sudan di ambang bencana kesehatan masyarakat skala penuh," kata Eatizaz Yousif, Direktur Negara Komite Penyelamat Internasional untuk Sudan. "Kombinasi konflik, pengungsian, infrastruktur hancur, dan kurangnya air bersih memicu kembalinya kolera dan penyakit mematikan lainnya," ujarnya kepada AFP.
Sejak Agustus 2024, Sudan melaporkan lebih dari 65.000 kasus kolera dugaan dan setidaknya 1.700 kematian di 12 dari 18 negara bagiannya. Khartoum saja mencatat 7.700 kasus dan 185 kematian, termasuk lebih dari 1.000 infeksi pada anak di bawah lima tahun.
Penyebaran penyakit diperkirakan memburuk dengan musim hujan mendatang, yang kemungkinan akan membatasi akses kemanusiaan. Kelompok bantuan memperingatkan bahwa tanpa tindakan darurat, korban jiwa bisa melonjak. Menurut UNICEF, lebih dari satu juta anak berisiko di daerah terdampak kolera di Khartoum.
"Kita berburu dengan waktu… untuk menyediakan layanan kesehatan dasar, air bersih, dan nutrisi yang baik," kata Sheldon Yett, perwakilan UNICEF di Sudan. "Setiap hari, semakin banyak anak terpapar ancaman ganda kolera dan malnutrisi."
Perang yang kini memasuki tahun ketiga telah menewaskan puluhan ribu orang, mengungsikan 13 juta, dan menciptakan krisis pengungsian dan kelaparan terbesar di dunia.