Spionase Eropa Tuduh Rusia Perluas Penggunaan Senjata Kimia di Ukraina | Berita Perang Rusia-Ukraina

Rusia Kian Intensifkan Penggunaan Senjata Kimia Lawan Tentara Ukraina, Langgar Hukum Internasional

Badan intelijen Belanda dan Jerman menyatakan bahwa Rusia semakin gencar memakai senjata kimia terhadap prajurit Ukraina—pelanggaran berat terhadap hukum internasional. Pada Jumat (5/7), mereka mengungkap bukti luas bahwa pasukan Moskow menggunakan zat terlarang, termasuk agen sesak napas kloropikrin.

Rusia membantah tuduhan tersebut, begitu pula Ukraina. Rabu lalu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, mengklaim bahwa FSB menemukan persenjataan Ukraina di wilayah timur yang berisi kloropikrin.

"Penggunaannya sudah biasa dan meluas. Kloropikrin dijatuhkan via drone untuk mengusir prajurit dari parit, lalu membunuh mereka," tulis Menteri Pertahanan Belanda Ruben Brekelmans di X.

Brekelmans, yang kini mendorong sanksi lebih keras terhadap Rusia, menyebut pemakaian senjata kimia sebagai "mengerikan dan tak bisa diterima". Kepala MIVD (Dinas Intelijen Militer Belanda), Peter Reesink, mengonfirmasi temuan ini berdasarkan investigasi independen. "Ada ribuan kasus penggunaan senjata kimia oleh Rusia," ujarnya.

"Ini bukan sekadar improvisasi di garis depan, melainkan bagian dari program skala besar. Dan itu tentu mengkhawatirkan karena jika kita tidak mengungkapkan praktik Rusia, tren ini akan berlanjut," tambah Reesink.

BND (Badan Intelijen Asing Jerman) juga mendukung kesimpulan MIVD. Dalam pernyataannya, BND menyebut pasukan Rusia memakai gas air mata hingga "kloropikrin—lebih berbahaya dan bisa mematikan dalam konsentrasi tinggi di ruang tertutup".

"Pelanggaran ini lebih serius terhadap Konvensi Senjata Kimia, yang melarang penggunaan agen pernapasan ini dalam kondisi apa pun," tegas BND.

Ketika dikonfirmasi Reuters, Brekelmans menyatakan setidaknya tiga kematian prajurit Ukraina terkait senjata kimia Rusia, dengan lebih dari 2.500 orang melaporkan gejala terpapar zat terlarang.

MEMBACA  Tropi Juara ICC 2025: India Kalahkan Selandia Baru untuk Menghadapi Australia di Semifinal | Berita Cricket

"Kita harus tingkatkan tekanan. Misalnya dengan sanksi tambahan dan melarang partisipasi Rusia di badan internasional seperti Dewan Eksekutif OPCW (Organisasi Pelarangan Senjata Kimia)," tegasnya.

OPCW tahun lalu menyatakan tuduhan Rusia dan Ukraina soal penggunaan senjata terlarang "kurang berdasar". Organisasi yang bermarkas di Den Haag ini belum melakukan investigasi menyeluruh—proses yang hanya bisa dilakukan atas permintaan negara anggota.

Eskalasi Pertempuran Berlanjut

Tuduhan peningkatan penggunaan senjata kimia muncul bersamaan dengan serangan drone dan rudal Rusia terbesar sepanjang perang ke Ukraina. Pejabat AU Ukraina menyebut Moskow meluncurkan 539 drone dan 11 rudal dalam semalam.

Serangan di Kyiv melukai 23 orang, merusak infrastruktur kereta api, serta membakar gedung dan mobil. Sementara, serangan drone Ukraina di Rostov, Rusia, menewaskan seorang wanita dan memaksa evakuasi puluhan warga.

Kedua negara juga mengonfirmasi pertukaran tahanan terbaru pada Jumat, meski jumlahnya tidak diungkap. Pertukaran ini berdasarkan kesepakatan di Istanbul, Turki, bulan Juni lalu.

Di bidang diplomasi, Presiden AS Donald Trump mengaku tak ada kemajuan dalam pembicaraannya dengan Vladimir Putin, Kamis (4/7). Putin dikabarkan bersikukuh hanya akan menghentikan invasi jika "akar konflik" dituntaskan.

Trump rencananya akan berbicara dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy hari Jumat. Zelenskyy berharap membahas pasokan senjata AS yang dihentikan sementara oleh pemerintahan Biden—termasuk rudal Patriot dan Hellfire—seiring eskalasi serangan Rusia.

Aide Putin, Yuri Ushakov, menyatakan hal tersebut tidak dibahas dalam percakapan Trump-Putin.