Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. (Sumber foto: Getty Images/Tom Nicholson, Adam Smigielski, emarto, REUTERS/Remo Casilli, Karam al-Masri)
Sementara Erdogan berusaha sekuat tenaga untuk mendiskreditkan Israel, setiap kesepakatan antara Israel dan Suriah "juga melemahkan strategi Turki," ungkap Yanarocak kepada Maariv.
Dengan mendekati Israel, Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa sejatinya berupaya mengurangi pengaruh Turki di Damaskus, jelas Dr. Hay Eytan Cohen Yanarocak dari Pusat Studi Timur Tengah & Afrika Moshe Dayan Universitas Tel Aviv kepada Maariv pada Rabu lalu.
Sharaa berusaha mengurangi ketergantungan pada Turki tanpa memutus hubungan sepenuhnya, sementara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengamati dengan cemas negara yang pernah berada di bawah pengaruhnya kini berpotensi bergabung dengan Abraham Accords.
Apakah pengaruh Turki di Suriah cukup kuat untuk mencegahnya bergabung? Pertarungan geopolitik kompleks tengah berlangsung dengan Turki sebagai pusatnya.
Setiap langkah Damaskus menuju Abraham Accords dianggap ancaman langsung bagi posisi regional Ankara.
Namun, motif Sharaa jauh dari ideologis, menurut Yanarocak. "Ini bukan karena ia seorang Zionis, tapi karena langkah ini memberinya kemandirian dari Turki," jelasnya.
Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa (kiri) dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (kanan) dalam konferensi pers di Ankara, 4 Februari 2025. (Sumber: REUTERS/CAGLA GURDOGAN)
Pendekatan dengan Israel membuka peluang pemerintah Suriah baru untuk mencabut sanksi dan mendekati negara-negara Teluk yang kaya—kunci kemandirian ekonomi dan keamanan dari lingkup pengaruh Turki.
Tapi pengaruh Turki di Suriah bukan sekadar anggapan. "Intelijen Turki justru badan internasional pertama yang berkunjung resmi ke Suriah pasca-jatuhnya Assad," catat Yanarocak.
"Suriah utara masih diduduki Turki. Mereka menyediakan banyak infrastruktur bandara dan transportasi di Suriah," tambahnya.
Tak hanya itu, "sebagian besar kabinet dan pemimpin Suriah pernah belajar di Turki, beberapa bahkan berkewarganegaraan Turki, dan mayoritas punya koneksi ke sana," ujar Yanarocak.
Geopolitik Timur Tengah baru juga membentuk posisi Turki.
Turki Diuntungkan oleh Pelemahan Iran oleh Israel
"Iran dan Turki adalah rival sejarah. Meski tak diakui, Turki diuntungkan dari hasil perang terakhir, yaitu keterpurukan Iran," analisis Yanarocak.
"Pasca-keterpurukan Iran, Turki kini bisa mengklaim diri sebagai satu-satunya kekuatan Muslim di Timur Tengah," imbuhnya.
Hasilnya, realitas baru di mana "di puncak kekuatan regional Timur Tengah, siapa yang kita lihat? Hanya Israel dan Turki," kata Yanarocak kepada Maariv.
Karenanya, Suriah menjadi medan friksi potensial antara Israel dan Turki, menurut Yanarocak.
"Saya yakin Turki akan berupaya keras agar Suriah tidak menandatangani kesepakatan ini," komentarnya.
Ini karena Turki "ingin Suriah tetap berada di pihaknya bersama Qatar. Mereka juga ingin Israel terisolasi."
Sementara Erdogan melakukan segala cara untuk mendiskreditkan Israel, kesepakatan Israel-Suriah "juga merongrong strategi Turki," tambahnya.