Seraya Menuntut Pencabutan Sanksi AS, Al-Sharaa Berbicara di PBB

Presiden Ahmed al-Sharaa bertemu dengan Menteri Luar Negeri AS di New York jelang kehadirannya dalam sidang Majelis Umum PBB.

Diterbitkan Pada 22 Sep 202522 Sep 2025

Klik di sini untuk membagikan di media sosial

share2

Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa kembali menyerukan kepada Amerika Serikat untuk secara resmi mencabut sanksi yang dikenakan terhadap negaranya saat mengunjungi New York untuk menghadiri Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa yang pertama kalinya oleh seorang pemimpin Suriah dalam hampir enam dekade.

Al-Sharaa memimpin para pejuang oposisi yang menggulingkan pemerintah Presiden Bashar al-Assad pada bulan Desember.

Artikel Rekomendasi

list of 3 itemsend of list

Presiden AS Donald Trump bertemu dengannya di ibu kota Arab Saudi, Riyadh, pada bulan Mei dan memerintahkan sebagian besar sanksi dicabut. Namun, Caesar Syria Civil Protection Act of 2019 yang mengesahkan sanksi tersebut tetap menjadi undang-undang AS.

Anggota Kongres telah memperdebatkan apakah akan mencabut Caesar Act, yang memberlakukan sanksi luas terhadap Suriah di bawah al-Assad. Sejumlah anggota dewan, termasuk sesama Republik dari Trump maupun Demokrat, menginginkan pencabutannya dimasukkan sebagai amandemen dalam National Defense Authorization Act, sebuah undang-undang pertahanan besar yang diharapkan disahkan akhir Desember nanti.

Berbicara di Concordia Annual Summit di sela-sela sidang Majelis Umum tahunan pada Senin, al-Sharaa menyatakan sanksi yang dikenakan pada kepemimpinan Suriah sebelumnya tidak lagi dapat dibenarkan dan semakin dilihat oleh warga Suriah sebagai langkah yang menargetkan mereka secara langsung.

“Kami memiliki misi besar untuk membangun ekonomi,” kata al-Sharaa.

“Suriah memiliki tenaga kerja yang beragam. Mereka suka bekerja. Itu sudah dalam gen-nya, jadi jangan khawatir. Cabut saja sanksinya, dan Anda akan melihat hasilnya.”

MEMBACA  Analisis Ros Atkins tentang Prinsip Proporsionalitas dalam Perang Israel di Gaza

Presiden Suriah pada Senin bertemu dengan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio di New York, di mana ia berupaya memperluas hubungan negaranya dengan Barat dan lebih mengurangi isolasinya.

Rubio “menekankan kesempatan ini bagi Suriah untuk membangun bangsa yang stabil dan berdaulat menyusul pengumuman bersejarah Presiden Trump awal tahun ini mengenai keringanan sanksi untuk rakyat Suriah,” demikian pernyataan Departemen Luar Negeri AS.

“Mereka membahas upaya kontraterorisme yang berlangsung, upaya mencari warga Amerika yang hilang, serta pentingnya hubungan Israel-Suriah dalam mencapai keamanan regional yang lebih besar,” imbuh departemen tersebut.

Israel dan Suriah secara resmi masih dalam keadaan perang dengan Israel masih menduduki Dataran Tinggi Golan Suriah. Sejak jatuhnya al-Assad, Israel telah melancarkan serangan berkali-kali ke Suriah.

Ditanya apakah Suriah dapat bergabung dengan Perjanjian Abraham, yang telah ditandatangani sejumlah negara Arab untuk menormalisasi hubungan dengan Israel, al-Sharaa menjawab: “Suriah berbeda. Dan mereka yang menjadi bagian Perjanjian Abraham bukanlah tetangga Israel. Karena itu, Suriah sebagai tetangga telah mengalami lebih dari 1.000 serangan udara, serangan, dan incaran Israel.”

“Ada perbedaan besar antara Suriah dan anggota-anggota tersebut dalam Perjanjian Abraham,” ujarnya.