Puluhan ribu penumpang terdampak oleh aksi mogok petugas lalu lintas udara Prancis yang membatalkan penerbangan di Prancis pada Kamis dan Jumat, serta menimbulkan efek domino di Eropa.
Maskapai budget Ryanair mengaku terpaksa membatalkan lebih dari 170 penerbangan, menggagalkan rencana liburan lebih dari 30.000 penumpang.
Dua serikat pekerja Prancis melakukan mogok dua hari menuntut perbaikan kondisi kerja, mengakibatkan seperempat penerbangan dibatalkan di bandara utama Paris dan separuh penerbangan di Bandara Nice.
Menteri Transportasi Prancis, Philippe Tabarot, menyebut tuntutan serikat dan keputusan mogok di momen liburan sebagai hal yang tak bisa diterima.
Ryanair menyatakan mogok ini tak hanya memengaruhi penerbangan ke/dari Prancis, tapi juga pesawat yang melintasi wilayah udara Prancis menuju Inggris, Irlandia, Spanyol, dan Yunani.
CEO Ryanair, Michael O’Leary, menuding petugas ATC “memeras keluarga Eropa”.
“Ini tak masuk akal dan sangat merugikan penumpang UE yang berlibur,” keluhnya, mendesak Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengambil “tindakan darurat” untuk jamin layanan minimal saat mogok dan lindungi penerbangan melintasi Prancis.
Otoritas penerbangan sipil Prancis (DGAC) meminta maskapai mengurangi jadwal penerbangan di beberapa bandara.
Gangguan diprediksi memburuk Jumat, dengan pengurangan 40% penerbangan dari bandara Paris seperti Charles de Gaulle, Orly, dan Beauvais.
Mogok digerakkan serikat UNSA-ICNA akibat kekurangan staf, masalah manajemen, dan rencana sistem absen kontroversial. Pembicaraan dengan DGAC pekan ini gagal temukan solusi.
Airlines for Europe (A4E) menyebut mogok ini “tak tertahankan” dan bakal kacaukan perjalanan di puncak musim liburan.
EasyJet, maskapai lain yang terdampak, menyatakan “kekecewaan mendalam” dan mendorong penyelesaian.
Ryanair juga mengaku terdampak konflik Timur Tengah, membatalkan 800+ penerbangan bulan lalu.
Meski begitu, maskapai ini masih mengoperasikan 109.000+ penerbangan di Juni, dengan kurang dari 1% terdampak.