Regulator penerbangan India telah membela keselamatan langit negara itu setelah pertanyaan muncul pasca kecelakaan Air India yang memilukan yang menewaskan sekitar 275 orang.
Penerbangan Air India AI171 lepas landas dari Ahmedabad menuju London Gatwick pada 12 Juni, namun beberapa saat setelah lepas landas, pesawat Boeing 787 itu menabrak asrama mahasiswa kedokteran.
Hampir semua dari 242 penumpang tewas, dengan korban tambahan di darat yang meningkatkan jumlah kematian menjadi setidaknya 275 orang.
Seiring penyelidikan awal kecelakaan mulai berakhir, banyak yang mencari jawaban tentang seberapa aman penerbangan, khususnya di India.
Faiz Ahmed Kidwai, kepala Direktorat Jenderal Penerbangan Sipil (DGCA), regulator keselamatan penerbangan India, berargumen bahwa meski ada kecelakaan terakhir, terbang di India tetap aman, bahkan lebih dari di belahan dunia lain.
“Langit India selalu aman—baik dulu maupun sekarang,” kata Kidwai dalam wawancara dengan BBC.
“Jika melihat metrik keselamatan global, seperti yang diterbitkan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), yang melacak jumlah kecelakaan per juta penerbangan, India secara konsisten lebih baik dari rata-rata dunia,” ujarnya.
“Hanya ada dua tahun dalam periode 2010–2024 di mana kita melebihi rata-rata global—itu adalah tahun ketika kecelakaan besar terjadi.”
Ditanya apakah kecelakaan Air India merusak reputasi penerbangan India langsung setelah kejadiaan, kepala regulator mengatakan data tidak mendukung hal itu.
“Kami memeriksa data untuk menilai dampaknya pada operasi domestik atau internasional. Tidak ada penurunan signifikan dalam lalu lintas. Paling-paling, hanya sedikit penurunan untuk waktu singkat, mempengaruhi penerbangan domestik dan internasional, serta beberapa pembatalan,” jelasnya ke BBC.
“Wajar jika orang merasa cemas setelah insiden seperti ini. Tapi seiring waktu, saat kejelasan muncul dan situasi lebih dipahami, kecemasan itu akan mereda. Waktu adalah penyembuh terbaik.”
Setelah kecelakaan Air India, semua mata tertuju pada sektor penerbangan India, yang telah menghasilkan berita tentang insiden lain sebelum dan setelah kecelakaan fatal 12 Juni, seperti SpiceJet, maskapai India berbiaya rendah, yang dipanggil regulator gara-gara tak menangani penyebab kerusakan baling-baling turboprop.
Sementara itu, Air India Express ditegur regulator pada Maret lalu karena menunda penggantian suku cadang mesin di Airbus A320 dan memalsukan catatan untuk menunjukkan kepatuhan.
Maskapai mengakui kesalahan ini, dan Kidwai mengatakan kasus ini diajukan awalnya melalui “pelaporan mandiri oleh maskapai”.
Kidwai menjelaskan kepada BBC bahwa regulasi penerbangan membaik berkat maskapai yang melaporkan masalah secara mandiri.
Menurut data kementerian penerbangan sipil federal yang dilihat BBC, maskapai domestik India melaporkan 2.461 gangguan teknis sejak 2020.
IndiGo menyumbang lebih dari setengahnya (1.288), disusul SpiceJet dengan 633, lalu Air India dan anak usahanya Air India Express dengan 389 kasus per Januari 2025.
“Pelaporan gangguan oleh maskapai meningkat. Ini bagus,” kata Kidwai.
“Saya tak bisa bilang senang. Tapi ada nilai dalam budaya pelaporan [gangguan] yang tumbuh. Lebih baik setiap gangguan diketahui otoritas daripada diam dan terus mengoperasikan pesawat.”
Kidwai mengatakan karena jumlah penerbangan meningkat, penting untuk “melihat apakah waktu tunggu pesawat memadai untuk [pemeriksaan] perawatan atau tidak”.
Untuk berita dan saran perjalanan lebih lanjut, dengarkan podcast Simon Calder