Presiden Kamerun, Paul Biya, yang berusia 92 tahun dan merupakan kepala negara tertua di dunia, mengumumkan akan mencalonkan diri lagi dalam pemilu Oktober mendatang. Ini untuk memperpanjang masa jabatannya yang telah mencapai 43 tahun.
“Percayalah, tekadku untuk melayani kalian setara dengan urgensi tantangan yang kita hadapi,” tulisnya dalam unggahan di X.
Ia menambahkan bahwa keputusannya mengejar periode kedelapan muncul setelah “banyak desakan” dari masyarakat di berbagai wilayah Kamerun dan diaspora.
Pemerintahan Biya kerap dikritik karena korupsi, penyelewengan, tata kelola buruk, dan kegagalan mengatasi tantangan keamanan. Ada juga kekhawatiran soal kesehatannya dan kemampuan memimpin.
Ketidakhadirannya di publik selama lebih dari enam minggu tahun lalu memicu spekulasi tentang kondisinya, termasuk rumor tak berdasar bahwa ia meninggal.
Pencalonannya memang sudah diantisipasi, tapi baru dikonfirmasi secara resmi lewat unggahan media sosial Minggu ini.
Sejak berkuasa tahun 1982, Biya tak pernah kalah dalam pemilu. Jika menang lagi, ia bisa menjadi presiden hingga hampir berusia 100 tahun.
Semakin banyak seruan dari dalam dan luar Kamerun agar ia mundur dan memberi jalan bagi kepemimpinan baru di negara Afrika Tengah ini.
Pencalonannya terjadi setelah perpecahan politik dengan sekutu utamanya dari wilayah utara, yang sebelumnya berperan penting dalam mengamankan suara di pemilu terdahulu.
Dua tokoh kunci—menteri terkenal Issa Tchiroma Bakary dan mantan PM Bello Bouba Maigari—baru-baru ini keluar dari koalisi pemerintah dan mengumumkan niatan mencalonkan diri.
Bulan lalu, Tchiroma menyebut pemerintahan Biya yang ia dukung sebelumnya telah “merusak” kepercayaan publik dan ia kini beralih ke partai oposisi.
Sejumlah tokoh oposisi, termasuk runner-up 2018 Maurice Kamto, Joshua Osih, Akere Muna, dan Cabral Libii, juga telah menyatakan diri sebagai calon.
Namun, anggota Partai Demokratik Rakyat Kamerun (CPDM) dan pendukung lain sejak tahun lalu secara terbuka mendesak Biya untuk maju lagi. Sebagai pemimpin partai, ia memang sudah menjadi kandidat de facto.
Biya menghapus batasan masa jabatan tahun 2008, memungkinkannya mencalonkan diri tanpa batas.
Ia menang di pemilu 2018 dengan lebih dari 71% suara, meski kelompok oposisi menuduh pemilu penuh kecurangan.
Mungkin juga menarik bagi Anda:
[Getty Images/BBC]
Kunjungi BBCAfrica.com untuk berita lebih lanjut dari benua Afrika.
Ikuti kami di Twitter @BBCAfrica, Facebook BBC Africa, atau Instagram bbcafrica.
Podcast BBC Africa