Seorang perwira penjara Uganda telah diberhentikan karena mengkritik pemerintah melalui TikTok, sebuah langkah langka yang oleh otoritas disebut sebagai “indisipliner berat”.
Lawrence Ampe sebelumnya sedang diselidiki atas sejumlah unggahan di media sosial yang menuduh pejabat tinggi pemerintah terlibat korupsi, pelanggaran HAM, dan perlakuan buruk terhadap perwira penjara berpangkat lebih rendah.
“Peraturan yang berlaku tidak mengizinkan seorang pegawai negeri untuk berpartisipasi dalam politik, yang masih dilakukannya hingga kini,” ujar juru bicara penjara Frank Baine kepada BBC, dengan menyatakan Ampe dipecat karena “berpolitik di forum yang salah”.
Kalangan oposisi mengutuk tindakan ini, menyebutnya sebagai bukti “penindasan sistematis” dan standar ganda di dalam sektor keamanan.
Perwira tersebut membagikan surat pemberhentian itu di akun TikTok-nya dengan keterangan: “Akhirnya saya bebas mendukung kebenaran.”
Dalam video lain, Ampe mendorong warga Uganda untuk tidak khawatir dengan mata pencahariannya, seraya berkata: “Apa yang kami perjuangkan bukan semata tentang uang, tapi tentang membebaskan bangsa kami.”
Dia menyatakan menggunakan akun TikTok-nya, yang memiliki lebih dari 100.000 pengikut, untuk mengungkap pejabat tinggi pemerintah yang terlibat korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, serta mengajarkan warga Uganda cara mencintai negeri mereka.
Perwira itu juga telah memanfaatkan akun media sosialnya untuk mempromosikan video kampanye pemilu bagi pemimpin oposisi Bobi Wine, seorang bintang pop yang beralih menjadi politisi, dengan nama asli Robert Kyagulanyi Ssentamu.
Bobi Wine berupaya menggeser Presiden Yoweri Museveni dalam pemilihan 15 Januari mendatang, sementara pemimpin yang telah lama berkuasa itu bertujuan memperpanjang masa pemerintahannya yang hampir mencapai 40 tahun.
Dalam sebuah pernyataan, Dewan Penjara menyatakan telah “memutuskan untuk memecat” Ampe pada Selasa lalu dan memerintahkannya menyerahkan semua aset negara yang berada di bawah penguasaannya.
Baine menyebut hukum Uganda tidak mengizinkan pegawai negeri untuk terjun dalam politik.
“Kami telah menempatkannya di forum yang tepat untuk berpolitik,” ujar juru bicara penjara tersebut kepada BBC, seraya menambahkan bahwa Ampe tidak menunjukkan penyesalan ketika menghadap Dewan Penjara.
BBC telah menghubungi Ampe untuk meminta komentar.
Bulan lalu, Layanan Penjara Uganda mengatakan sedang menyelidiki Ampe atas video-video TikTok buatannya mengenai berbagai subjek, serta mengingatkan para perwira agar tidak menggunakan media sosial untuk menyuarakan pandangan politik.
Lembaga itu mengutip undang-undang yang melarang pegawai negeri berkomunikasi dengan media mengenai “masalah terkait pekerjaan atau kebijakan resmi” tanpa izin dari atasan yang berwenang.
Meskipun telah diperingatkan, Ampe dilaporkan tetap mengunggah video politik, yang berujung pada proses disipliner lebih lanjut.
Bobi Wine membela Ampe, dengan mengatakan bahwa perwira itu menggunakan media sosial untuk “mengungkap korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, penindasan terhadap perwira berpangkat rendah, dan kejahatan lain di dalam Layanan Penjara Uganda”.
Dia menyatakan bahwa pemberhentian tersebut mencerminkan standar ganda, mengingat pejabat keamanan lain, khususnya di militer, kerap muncul di media untuk memberikan dukungan partisan terhadap kepemimpinan Presiden Museveni tanpa menghadapi tindakan disipliner.
Pemerintah sebelumnya telah dituduh membatasi kemampuan masyarakat untuk mengkritik tindakan negara atau pejabatnya.
Pemerintah AS dalam laporan 2023 menyatakan bahwa Uganda telah membatasi kebebasan internet melalui penggunaan hukuman pidana.
Kelompok-kelompok HAM juga kerap mengecam otoritas Uganda atas pelanggaran hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi.
Pada Juli lalu, seorang pria berusia 24 tahun dihukum enam tahun penjara karena menghina presiden dan keluarga pertama dalam sebuah video TikTok. Ia telah mengaku bersalah dan meminta maaf.