Presiden Zelensky telah memperingatkan bahwa Kyiv berisiko kehilangan dukungan AS menyusul rancangan rencana perdamaian dari Gedung Putih untuk mengakhiri perang dengan Rusia. Dalam pidato kenegaraannya pada peringatan Hari Martabat dan Kebebasan Ukraina, pemimpin tersebut menyatakan bahwa negaranya mungkin menghadapi “pilihan yang amat sulit: kehilangan martabat atau kehilangan mitra kunci.” Ia menegaskan bahwa momen ini merupakan salah satu periode terberat dalam sejarah Ukraina.
Rencana perdamaian AS yang telah banyak bocor ke publik memuat sejumlah proposal yang sebelumnya ditolak Kyiv, termasuk penyerahan wilayah timur yang saat ini dikuasai, pengurangan signifikan angkatan bersenjata, serta komitmen untuk tidak bergabung dengan NATO. Ketentuan-ketentuan ini dinilai sangat berpihak pada Rusia. Presiden Vladimir Putin menyatakan rancangan tersebut dapat menjadi “landasan” penyelesaian perdamaian, sembari menegaskan kesiapan Moskow untuk “menunjukkan fleksibilitas” meski tetap siap melanjutkan pertempuran.
Presiden AS Donald Trump menegaskan bahwa Zelensky “harus menyukai” rencana itu, dan memperingatkan bahwa Ukraina akan kehilangan lebih banyak wilayah dalam waktu singkat bila penolakan terjadi. Washington memberikan tenggat waktu hingga 27 November bagi Kyiv untuk menyetujui kesepakatan tersebut, meski dapat diperpanjang bila terjadi perkembangan positif.
Dalam pidato selama 10 menit di depan kantor kepresidenan Kyiv, Zelensky mengingatkan bahwa Ukraina akan menghadapi “banyak tekanan untuk melemahkan dan memecah-belah,” seraya menyerukan persatuan bangsa. Ia mengonfirmasi telah mendapat jaminan dukungan berkelanjutan dari Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, Presiden Prancis Emmanuel Macron, serta Kanselir Jerman Friedrich Merz. Secara terpisah, Zelensky juga mengadakan pembicaraan dengan Wakil Presiden AS JD Vance dan Menteri Angkatan Darat Dan Driscoll.
Rencana perdamaian 28 poin AS mengusulkan penarikan pasukan Ukraina dari bagian Donetsk yang masih mereka kendalikan, serta pembatasan militer Ukraina menjadi 600.000 personel. Dokumen itu juga mengisyaratkan reintegrasi Rusia ke dalam ekonomi global melalui pencabutan sanksi dan undangan bergabung kembali dengan kelompok G7. Presiden Zelenskyy melalui saluran Telegram-nya.
Vladimir Zelensky via kanal Telegramnya.