Perdana Menteri Anthony Albanese juga mendorong legislasi senjata yang lebih ketat menyusul penembakan massal terburuk di negeri ini dalam beberapa dekade.
Perdana Menteri Australia Anthony Albanese telah meminta maaf kepada komunitas Yahudi atas serangan Bondi Beach pekan lalu, yang menewaskan 15 orang dalam sebuah upacara Hanukkah, serta menyerukan hukum yang lebih ketat terhadap ujaran kebencian dan kekerasan garis keras.
Berbicara pada hari Senin, sepekan setelah penembakan massal paling mematikan di Australia dalam beberapa dekade mengguncang negara itu, Albanese berjanji mengambil langkah-langkah untuk melindungi warga Australia Yahudi.
“Sebagai perdana menteri, saya merasakan beban tanggung jawab atas kekejaman yang terjadi saat saya menjabat, dan saya turut berduka atas apa yang dialami komunitas Yahudi dan bangsa kita secara keseluruhan,” ujarnya.
Albanese berjanji pemerintahannya akan bekerja untuk melindungi warga Australia Yahudi dan hak mereka “untuk menjalankan keyakinan, mendidik anak-anak, dan berpartisipasi dalam masyarakat Australia”.
Serangan Direncanakan ‘Secara Meticulous’
Otoritas Australia terus menyelidiki serangan tanggal 14 Desember itu, yang korbannya mencakup seorang gadis berusia 10 tahun dan seorang penyintas Holocaust, sebagai aksi “terorisme”.
Polisi meyakini tersangka Sajid Akram (50) dan putranya Naveed (24) terinspirasi oleh ISIL (ISIS), dengan menyebutkan bendera kelompok itu ditemukan di mobil yang mereka kendarai.
Sementara Sajid ditembak mati oleh polisi, Naveed masih menjalani pemulihan dari luka tembaknya di rumah sakit dan telah didakwa dengan 59 pelanggaran, termasuk pembunuhan dan terorisme.
Dalam berkas pengadilan, polisi menyatakan kedua pria itu merekam video yang mengutuk “Zionis” dan menjelaskan “motivasi mereka untuk ‘serangan Bondi’”.
Para tersangka diyakini telah menghabiskan waktu berbulan-bulan merencanakan serangan itu secara metikulius, termasuk melakukan “latihan senjata api” di pedesaan New South Wales, menurut dokumen pengadilan.
“Kami tidak akan membiarkan teroris yang terinspirasi ISIS menang. Kami tidak akan membiarkan mereka memecah belah masyarakat kita, dan kita akan melalui ini bersama-sama,” kata Albanese dalam pernyataannya.
“Kesigapan dan persatuan adalah yang kita butuhkan,” ujarnya seraya menyerukan dukungan bipartisan untuk “membuat pelanggaran yang diperberat bagi khotbah kebencian”.
Albanese, yang peringkat persetujuannya tampak menurun sejak serangan itu, juga mengusulkan reformasi luas terkait undang-undang senjata, meski Australia telah memiliki beberapa batasan paling ketat di dunia.
Pemerintah New South Wales, negara bagian tempat Bondi Beach berada, berupaya memperkenalkan rancangan undang-undang senjata baru yang ketat pada hari Senin, serta larangan menampilkan simbol-simbol “teroris”.
Aturan baru tersebut akan membatasi jumlah senjata yang dapat dimiliki seseorang menjadi empat, atau 10 bagi individu yang dikecualikan seperti petani.
Otoritas juga akan dapat melarang protes hingga tiga bulan setelah suatu insiden yang dinilai sebagai “terorisme”.
Reformasi tersebut diperkirakan akan disahkan oleh parlemen minggu ini.
“Kita tidak bisa berpura-pura dunia ini sama seperti sebelum insiden teroris itu pada hari Minggu,” kata Perdana Menteri New South Wales Chris Minns kepada wartawan. “Saya akan memberikan apa pun untuk kembali seminggu, sebulan, dua tahun yang lalu, untuk memastikan itu tidak terjadi, tetapi kita harus memastikan bahwa kita mengambil langkah agar hal itu tidak pernah terulang lagi.”