Peristiwa Penting di Hari ke-1.224 Perang Rusia di Ukraina
Berikut situasi terkini pada Rabu, 2 Juli:
Pertempuran
Serangan drone Ukraina terhadap pabrik industri di Izhevsk, Rusia tengah, menewaskan tiga orang dan melukai 35 lainnya, menurut Gubernur Alexander Brechalov dalam postingan Telegram. Drone tersebut menghantam Pabrik Elektromekanis Kupol, yang memproduksi sistem pertahanan udara dan drone untuk militer Rusia, ungkap pejabat tak disebutkan dari Dinas Keamanan Ukraina (SBU) kepada AP.
Sementara itu, serangan Rusia terhadap kendaraan yang mengevakuasi warga sipil dari Pokrovsk, wilayah Donetsk, menewaskan satu orang dan melukai seorang polisi. Kementerian Pertahanan Moskow mengklaim 60 drone Ukraina berhasil ditembak jatuh semalam di beberapa wilayah, termasuk 17 di Krimea yang diduduki Rusia, 16 di Rostov, dan empat di Saratov.
Angkatan Udara Ukraina menyebut Rusia meluncurkan 52 drone Shahed dan umpan semalam. Badan energi atom PBB, IAEA, mengonfirmasi serangan drone pekan lalu di dekat Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Zaporizhzhia yang merusak beberapa kendaraan di dekat kolam pendingin.
Senjata
Menteri Pertahanan Ukraina Rustem Umerov mengumumkan program produksi senjata baru bersama anggota Ukraine Defense Contact Group (UDCG), aliansi 50 negara. Program ini akan menyediakan "kerangka hukum dan pajak khusus" untuk mendirikan pabrik baru, "baik di Ukraina maupun luar negeri," tulis Umerov di media sosial.
Reuters melaporkan Pentagon menghentikan pengiriman rudal pertahanan udara dan amunisi presisi ke Ukraina karena khawatir stok AS menipis, menurut dua sumber anonim. Pentagon belum berkomentar.
Di London, seorang warga negara ganda Rusia-Inggris menghadapi pengadilan atas dakwaan mengirim kripto untuk milisi separatis pro-Rusia di Ukraina timur guna membeli senjata.
Politik dan Diplomasi
Presiden Prancis Emmanuel Macron menyerukan gencatan senjata dalam panggilan pertamanya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin sejak 2022. Pernyataan Kremlin menyebut Putin mengingatkan Macron bahwa "konflik Ukraina adalah akibat langsung kebijakan negara-negara Barat".
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov membantah tuduhan utusas AS Keith Kellogg bahwa Rusia "mengulur waktu" dalam perundingan gencatan sambil "mengebom target sipil". Peskov menegaskan, "Kami tentu mendukung pencapaian tujuan operasi militer khusus melalui cara politik dan diplomatik. Jadi, tidak ada kepentingan untuk memperpanjang apa pun."