Tiffany Wertheimer dan
Gabriela Pomeroy
EPA
Kematian mendadak dan tragis aktivis Amerika Charlie Kirk, yang memobilisasi gerakan pemuda dan menikmati status selebritas di kalangan penggemarnya, telah memicu perdebatan sengit mengenai warisan politiknya.
Para pendukung mudanya yang berusia 31 tahun menghargai nilai-nilai Kristen konservatif dan pendapatnya yang blak-blakan. Dalam wawancara dengan BBC, banyak yang menangis saat mengenang pria yang mendengarkan dan memahami kekhawatiran mereka.
Pandangannya menciptakan polarisasi di kampus-kampus tempat ia mengadakan acara besar, dan pidato provokatifnya kerap menarik kerumunan penentang yang vokal maupun pendukung.
Kirk adalah pendukung kuat hak senjata, menentang aborsi dengan keras, kritis terhadap hak transgender, dan menyebarkan klaim palsu tentang Covid-19. Ia tidak ragu menyuarakan pendapatnya — dan para pengkritiknya juga tak segan menyerang.
Mendorong dan berpartisipasi dalam debat terbuka yang sengit adalah inti dari kesuksesan profesionalnya dan pandangan dunianya. “Ketika orang berhenti berbicara, saat itulah kekerasan muncul,” kata Kirk dalam video yang telah banyak dibagikan sejak kematiannya.
“Ketika orang berhenti berbicara,” tambahnya, “saat itulah perang saudara terjadi, karena kau mulai menganggap pihak lain begitu jahat dan mereka kehilangan kemanusiaannya.”
Kini, baik pendukung maupun penentangnya terguncang setelah ia tewas ditembak satu kali di atas panggung saat sedang berdebat di sebuah universitas di Utah.
“Aku sedih, bingung,” kata influencer sayap kiri Dean Withers, 21, yang dikenal kerap membahas isu politik dan berdebat dengan kaum konservatif, termasuk Kirk.
Dalam video emosional yang dibagikan ke jutaan pengikutnya, Withers menyatakan bahwa kekerasan senjata “selalu menjijikkan, selalu keji, dan selalu mengerikan”.
Banyak penghormatan yang menyebut kekerasan senjata secara terbuka menentang komentar mengerikan daring yang menyiratkan Kirk pantas ditembak karena posisinya tentang hak senjata, termasuk pandangan bahwa lebih banyak orang harus memiliki senjata dan beberapa kematian akibat tembakan tidak terelakkan.
Getty Images
Charlie Kirk, terlihat di acara di Utah sebelum dibunuh, dikenal karena debatnya dengan mahasiswa liberal
Komentar-komentar itu juga mencerminkan percakapan lebih luas pasca kematiannya. Saat orang memberikan penghormatan dan berdukacita kepada istri dan anak-anaknya, banyak juga yang menekankan bahwa terlepas dari sudut pandang seseorang, kekerasan politik tidak pernah dapat dibenarkan.
Withers, contohnya, mengatakan ia tak pernah setuju dengan ide Kirk, namun menekankan bahwa ini seharusnya tidak terjadi.
“Sudah seharusnya tidak mengejutkan bahwa kupikir Charlie Kirk adalah orang jahat — aku telah memperjelas itu selama setahun terakhir,” katanya. “Tapi apakah itu berarti ia pantas kehilangan nyawa? Tidak.”
“Di kampus hari ini, aku telah berbicara dengan banyak orang, dan semua sepasti bahwa ini menggegerkan,” kata Adam Saar, seorang mahasiswa di Cleveland, Ohio, kepada BBC.
“Kebanyakan orang yang kubicarai tidak setuju dengannya secara politis, tapi kami sangat terganggu dengan apa yang terjadi,” ujarnya.
Di luar kekagetan dan penghormatan, beberapa juga mulai memperdebatkan warisan Kirk sebagai salah satu aktivis politik terkemuka Amerika. Banyak yang merenungkan dampak pria yang menarik kerumunan antusias, membawa kaum muda ke politik dan pemikiran Kristen konservatif, sambil juga mengejutkan banyak orang dengan pendapat provokatifnya.
Kirk berbicara tentang keluarganya — seorang istri dan dua anak — dan merupakan pembela tanpa rasa bersalah atas keyakinan Kristen evangelisnya.
“Dia adalah salah satu orang utama yang membantuku untuk berani tentang iman Kristianiku,” kata influencer Savanna Stone dari Florida kepada BBC.
Gadis 20 tahun yang menikah dua tahun lalu ini menyebut diri “tradwife” — istri tradisional, yang menganut peran gender stereotip dengan suaminya, sesuatu yang dipercayai Kirk.
Stone mengaku awalnya gugup untuk berbicara publik tentang iman dan nilai-nilai tradisionalnya.
“Feminisme benar-benar telah merugikan keluarga inti dan merugikan perempuan,” katanya, seraya menambahkan bahwa ia sering dikritik karena berbicara terbuka tentang keyakinannya.
“Charlie Kirk membuatku berpikir lebih kritis tentang feminisme,” tambah Stone.
Savanna Stone
Influencer ‘tradwife’ Savannah Stone mengapresiasi Charlie Kirk yang memberinya kepercayaan diri untuk berbagi nilai-nilai konservatifnya
Dalam debatlah Kirk mendapatkan banyak pendukung setia. Mereka dapat mendengar gagasannya dengan jelas, dan ia dikelilingi oleh kaum muda dari berbagai spektrum politik — lingkungan yang sering menghasilkan video viral yang eksplosif dari pertukaran dan bantahannya.
Ellie, 16 tahun, dari Brooklyn, New York City, mengatakan kepada BBC bahwa ia dan teman-temannya dulu “marah” ketika melihat klip-klip ini.
“Ketika kami tahu tentang kematiannya, aku penasaran apakah aku salah menilainya, jadi aku mencarinya lagi di YouTube,” katanya.
“Tapi kutemukan cara dia berbicara dalam debat tidak membuka diskusi yang tulus — terutama saat berdebat dengan perempuan. Dia cenderung bicara sangat cepat dan memotong pembicaraan mereka,” ujarnya.
“Semua orang yang kukenal terkejut dengan penembakannya,” tambah remaja itu. “Tidak ada yang pantas ditembak karena menyuarakan idenya.”
Julia Pierce, yang telah menjadi anggota organisasi Kirk, Turning Point USA, selama lebih dari 10 tahun, mengatakan Kirk akan dikenang karena memberi kaum konservatif muda di Amerika kepercayaan diri untuk menjadi diri mereka sendiri.
“Dulu bagi anak muda menjadi Demokrat itu keren. Tapi dia membuat jadi keren untuk menjadi pendukung Trump dan memakai topi Maga dan hidup dengan nilai-nilai keluarga tradisional,” katanya kepada BBC.
Aktivis Chandler Crump, 20, yang pertama kali bertemu Kirk saat berusia 14 tahun dan telah menghadiri setiap konferensi nasional Turning Point sejak saat itu, merasakan hal serupa.
“Kami adalah pemimpin kulit hitam muda yang memakai topi Maga dan dia bilang tidak masalah apakah kau hitam atau putih,” kata Chandler.
“Figur politik cenderung merendahkan kami — tapi dia tidak. Dia memperhatikan kami.” Oleh karena itulah, kaum muda mendengarkannya.
‘Dia mengubah hidup saya’: Chandler Crump baru berusia 14 tahun ketika pertama kali bertemu Charlie Kirk.
Pandangan Kirk mengenai hak-hak kaum gay dan transgender sangatlah polarisasi.
Ia menentang pernikahan sesama jenis dan beragumen melawan perawatan gender bagi orang transgender, seringkali mengutip iman Kristiannya dalam isu-isu ini.
“Saya percaya pernikahan adalah antara satu laki-laki dan satu perempuan,” tulisnya pada tahun 2019.
“Selain itu, kaum gay harus diterima dalam gerakan konservatif. Sebagai orang Kristen, kita dipanggil untuk mengasihi semua orang,” ujarnya.
Namun bulan lalu, Kirk, yang vokal menentang bulan Pride dan perayaannya, menuai kritik karena menulis di X: “Semestinya hukumnya legal untuk membakar bendera pelangi atau [Black Lives Matter] di muka umum.”
Aktivis Josh Helfgott mengatakan Kirk adalah “homofob paling nyaring di Amerika, dan ucapannya menyebabkan bahaya besar bagi kaum LGBTQ+”.
Mengacu pada salah satu episode podcast Kirk di mana ia menyerukan larangan perawatan gender, Helfgott berkata: “Ini lebih dari sekadar teatrikal politik. Ini adalah serangan berbahaya yang nyata terhadap keselamatan dan martabat LGBTQ+.”
Baik mereka setuju dengan Kirk atau tidak, para pemuda yang diwawancarai BBC semua mengatakan pembunuhannya menandai titik balik yang berpotensi berbahaya bagi kebebasan berbicara dan berekspresi.
“Kekerasan politik seperti ini memengaruhi kita semua, tidak hanya memengaruhi orang yang tidak Anda setujui,” kata Tilly Middlehurst, seorang mahasiswa Universitas Cambridge yang momen ‘gotcha’-nya selama berdebat dengan Kirk pada Mei lalu menjadi viral.
“Ini bukanlah langkah ke arah yang benar. Ini bukanlah memerangi fasisme,” katanya. “Ini bukanlah bagaimana seharusnya politik terlihat.”
Tonton: Kronologi penembakan terhadap Charlie Kirk