Pemerintah militer Burkina Faso mengklaim telah menahan delapan anggota organisasi kemanusiaan yang berbasis di Belanda dengan tuduhan melakukan “tindakan mata-mata dan pengkhianatan”.
Mereka terdiri dari tiga warga Eropa, satu warga Mali, dan empat warga Burkina Faso—termasuk direktur nasional dan wakil direktur LSM tersebut. Organisasi itu menyatakan bahwa penahanan sebenarnya telah dilakukan beberapa waktu lalu, namun baru diungkapkan sekarang.
Menteri Keamanan Mahamadou Sana menyatakan bahwa LSM itu telah “mengumpulkan dan menyerahkan informasi keamanan sensitif yang dapat membahayakan keamanan nasional dan kepentingan Burkina Faso kepada kekuatan asing”.
International NGO Safety Organisation (INSO), yang memberikan informasi keamanan bagi pekerja bantuan, telah membantah secara “kategoris” segala tuduhan tersebut.
Anthony Neal, seorang perwakilan LSM, mengatakan kepada program Newsday BBC bahwa direktur nasional mereka di Burkina Faso telah ditahan sejak Juli saat organisasinya diberhentikan. Tujuh orang lainnya ditahan kemudian.
“Kami terus berupaya untuk pembebasan mereka yang segera dan aman,” ujarnya.
LSM tersebut ditangguhkan pada 31 Juli selama tiga bulan oleh otoritas setempat karena “mengumpulkan data sensitif tanpa otorisasi”. Organisasi ini telah beroperasi di negara tersebut sejak 2019.
Pada hari Selasa, menteri keamanan menyatakan bahwa meskipun dilarang, anggota organisasi itu tetap secara diam-diam mengumpulkan informasi dan mengadakan pertemuan.
Neal membantah klaim tersebut dengan menyatakan bahwa aktivitas pengumpulan informasi mereka telah dihentikan pada 31 Juli, namun staf mereka tetap berada di Burkina Faso untuk menangani masalah penahanan dan memenuhi komitmen kontraktual.
Sebuah pernyataan dari organisasi itu menekankan bahwa informasi yang mereka kumpulkan bukanlah bersifat rahasia dan dimaksudkan untuk keselamatan pekerja kemanusiaan.
Pernyataan itu menambahkan bahwa otoritas Burkina Faso “sangat menyadari” pekerjaan dan mandat mereka serta selama ini telah bekerja sama dengan pemerintah.
Neal mengungkapkan bahwa dia telah berusaha berkomunikasi dengan pemerintah untuk mengklarifikasi segala kesalahpahaman atau kekhawatiran. Dia menekankan bahwa informasi keamanan sangat krusial, mengingat tahun ini terjadi “rekor” jumlah pekerja bantuan yang tewas di seluruh dunia.
Pemerintahan militer Burkina Faso di bawah pimpinan Kapten Ibrahim Traore merebut kekuasaan melalui kudeta tiga tahun silam, dan semenjak itu memiliki hubungan yang dingin dengan negara-negara Barat.
Menanggapi peningkatan ancaman pemberontakan Islamis, junta militer menghentikan kerja sama dengan mantan kekuatan kolonial, Prancis, dan beralih ke Rusia untuk bantuan militer.
Sejumlah kelompok HAM sejak itu menuduh militer melakukan pelanggaran HAM terhadap warga sipil dalam upaya menangani militan, serta melakukan pembatasan terhadap perbedaan pendapat politik dan kebebasan berekspresi.