Bethany Bell & Hugh Schofield
Di Graz dan Paris
Matej Povse/Getty Images
Serangan yang terjadi dalam jarak dua jam di Graz dan Nogent telah membuat dua negara terkejut.
Dua serangan mengerikan dalam rentang waktu dua jam, di Prancis dan Austria, membuat orang tua dan pemerintah kewalahan serta bingung bagaimana melindungi murid sekolah dari kekerasan acak yang mematikan.
Sekitar pukul 08:15 pada Selasa, seorang remaja 14 tahun dari keluarga biasa di Nogent, Prancis timur, mengeluarkan pisau dapur saat pemeriksaan tas sekolah dan menikam seorang asisten sekolah hingga tewas.
Tak lama setelahnya di Austria tenggara, seorang pemuda 21 tahun yang putus sekolah tiga tahun sebelumnya memasuki SMA Dreierschützengasse di Graz pukul 09:43, lalu menembak sembilan murid dan seorang guru menggunakan pistol Glock 19 dan senapan laras pendek.
Di kedua negara, muncul tuntutan untuk solusi dan fokus lebih besar pada anak muda yang melakukan kekerasan semacam ini.
Austria belum pernah mengalami serangan sekolah sebesar ini, sedangkan penikaman di Prancis terjadi saat program pemerintah sedang berjalan untuk menangani kenaikan kejahatan pisau.
—
Warga Austria Pertanyakan Undang-undang Senjata dan Sistem yang Gagal
Pelaku penembakan di Graz, yang oleh media Austria dinamai Arthur A, digambarkan polisi sebagai orang sangat tertutup yang tenggelam dalam dunia virtual.
"Passion besarnya" adalah game penembak orang pertama daring, dan ia berinteraksi sosial dengan gamer lain lewat internet, menurut Michael Lohnegger, kepala penyelidik kriminal di Styria, negara bagian tempat kejadian.
Arthur A, mantan murid SMA Dreierschützengasse, gagal menyelesaikan pendidikannya.
Saat tiba di sekolah, ia memakai headset dan kacamata penembak sebelum melakukan aksi berdarah selama tujuh menit. Ia kemudian bunuh diri di kamar mandi sekolah.
Dua senjatanya legal, ia lulus tes psikologi untuk memiliki izin, dan telah mengikuti pelatihan senjata di klub tembak Graz awal tahun ini.
Ini memicu perdebatan besar di Austria: apakah undang-undang senjata perlu diperketat—dan sejauh mana perawatan tersedia bagi anak muda bermasalah.
Terungkap bahwa pelaku ditolak wajib militer pada Juli 2021.
Juru bicara Kementerian Pertahanan Michael Bauer mengatakan Arthur A dinyatakan "tidak layak secara psikologis" setelah tes. Namun, sistem hukum Austria menghalangi militer membagikan hasil tes tersebut.
Kini ada desakan untuk mengubah undang-undang itu.
Alex, ibu seorang korban selamat 17 tahun, mengatakan lebih banyak hal seharusnya dilakukan untuk mencegah orang seperti Arthur A putus sekolah sejak awal.
"Kita tahu… ketika orang menembak seperti ini, biasanya karena mereka merasa sendiri dan keluar dari lingkup sosial. Dan kita tak tahu cara mengembalikan mereka," katanya.
Presiden Alexander Van der Bellen menyatakan kemungkinan memperketat undang-undang senjata: "Jika diperlukan untuk keamanan lebih besar, kami akan lakukan."
Austria termasuk negara dengan kepemilikan senjata sipil tertinggi di Eropa—sekitar 30 senjata per 100 orang.
Walikota Graz, Elke Kahr, percaya individu swasta tak seharusnya memiliki senjata sama sekali: "Hanya polisi yang boleh membawa senjata."
—
Prancis Fokus pada Kesehatan Mental dan Keamanan
Keamanan ketat di sekolah Nogent, tetapi serangan terjadi saat pemeriksaan tas.
Seorang remaja mengeluarkan pisau dapur 20 cm dan menikam Mélanie G (31 tahun, ibu satu anak) berulang kali, di depan polisi bersenjata.
Pelaku mengaku dendam karena pernah ditegur asisten sekolah lain akibat mencium pacarnya.
Quentin, nama pelaku, berasal dari keluarga normal tanpa riwayat kriminal atau gangguan mental. Namun, ia tampak dingin dan terobsesi dengan kematian.
Kejahatan ini tak sesuai pola kekerasan remaja atau geng yang biasa terjadi di Prancis.
Tak ada indikasi doktrinasi media sosial. Pelaku justru dianggap "sosial, murid baik, dan terintegrasi."
Ironisnya, ia bahkan ditunjuk sebagai "duta anti-perundungan."
Menteri Dalam Negeri Bruno Retailleau mengakui beberapa kejahatan tetap terjadi meski banyak polisi.
Laporan psikolog lengkap masih ditunggu, tetapi diduga ada tanda-tanda yang terlewat atau detail keluarga yang belum terungkap.
Prancis terguncang: jika anak biasa bisa berubah seperti ini karena video kekerasan, siapa berikutnya?
Pemerintah baru saja menyetujui tayangan serial Netflix Adolescence sebagai bahan edukasi di sekolah.
Meski berbeda, pertanyaannya sama: bagaimana isolasi daring membuat remaja rentan?
Spektrum politik menyerukan aksi, tetapi tak ada kesepakatan prioritas.
Presiden Macron sebelumnya dikritik karena dianggap tak serius menangani kejahatan.
Ia kini mengulang janji melarang media sosial untuk anak di bawah 15 tahun—meski pelaku tak terlalu aktif di sana.
Perdana Menteri François Bayrou berencana melarang penjualan pisau ke anak di bawah 15 tahun (tapi pisau pelaku dari rumah) dan menguji detektor logam ala bandara di sekolah (meski banyak kepala sekolah menolak).
Sayap kanan menginginkan hukuman lebih berat dan pengucilan murid bermasalah—tetapi pelaku di Nogent bukan anak nakal.
Satu-satunya solusi yang disepakati: lebih banyak dokter, perawat, dan psikolog sekolah untuk mendeteksi gejala awal.
Tentu, itu butuh banyak dana—sesuatu yang juga langka di Prancis.
—
AFP
Pembunuhan Mélanie G di Nogent mengguncang seluruh Prancis.