Versi Indonesia (Tingkat C2 dengan Beberapa Kesalahan Kecil):
Seorang pejabat militer Israel memberikan pengarahan rinci tentang aktivitas terkait COGAT dan menjelaskan infrastruktur kemanusiaan Israel kepada para jurnalis.
Liputan media global dan laporan dari Integrated Food Security Phase Classification (IPC) memperingatkan tentang krisis kemanusiaan di Gaza. IPC menyatakan bahwa "skenario terburuk kelaparan saat ini terjadi di Jalur Gaza," memprediksi kematian massal jika tidak ada tindakan segera.
Namun, di balik berita buruk ini, ada realitas lain: upaya Israel yang terus berlanjut dan sering diabaikan untuk menyediakan makanan, air, listrik, serta bantuan medis bagi warga Gaza selama perang.
Pejabat militer Israel baru-baru ini memberikan pengarahan mendalam tentang kegiatan Coordination of Government Activities in the Territories (COGAT) kepada jurnalis internasional, termasuk The Media Line, yang memaparkan infrastruktur kemanusiaan Israel sejak perang dimulai.
Hampir 100.000 truk bantuan telah memasuki Gaza sejak 7 Oktober, membawa makanan, pasokan medis, produk kebersihan, dan kebutuhan pokok lainnya. "Ini bukan sekadar truk yang masuk," ujar pejabat tersebut. "Anda harus membuat titik masuk dengan berbagai prosedur inspeksi, menyediakan jalur kemanusiaan."
Israel mengoperasikan beberapa pintu masuk, termasuk Kerem Shalom, Gerbang 147 dekat Kisufim, Gerbang 96 ke Koridor Netzarim, serta Penyeberangan Sikkim di utara. Bantuan juga datang melalui Penyeberangan Rafah (Mesir), Jembatan Allenby (Yordania), dan Pelabuhan Ashdod (Israel).
Pasar Al-Sahaba di Jalur Gaza, 28 Juli 2025. (Kredit: TPS-IL)
Koordinasi dengan Mitra Internasional
Mengatur pergerakan truk membutuhkan kerja sama dengan sekitar 60–70 mitra, mulai dari lembaga PBB hingga LSM dan misi medis. "Ini seperti orkestra," kata pejabat itu, menggambarkan bagaimana logistik dikoordinasikan lintas perbatasan dan lembaga.
Infrastruktur listrik, yang rusak ketika Hamas meledakkan 10 saluran listrik di awal perang, telah dipulihkan sebagian oleh Israel. Salah satu saluran kini berfungsi kembali, memasok fasilitas seperti pabrik desalinasi Al Mawasi. Pasokan air juga didukung proyek pipa yang didanai UAE, yang mengambil air dari Mesir dan diperluas ke Gaza selatan melalui kerja sama teknik Israel-Palestina.
Telekomunikasi di Gaza tetap beroperasi berkat koordinasi Israel dengan penyedia layanan Palestina. Pengiriman bahan bakar, sempat dihentikan saat cadangan Hamas cukup, kini dilanjutkan untuk mendukung generator, rumah sakit, dan konvoi bantuan PBB serta LSM.
Pejabat itu menyebutkan bahwa rumah sakit sering digunakan sebagai aset militer Hamas. "Di European Gaza Hospital, kami menetralisir Mohamed Sinwar yang bersembunyi di bawah rumah sakit. Sandera ditahan di sana. Serangan dikelola dari pusat komando di bawah fasilitas medis," ujarnya.
Untuk memastikan warga tetap mendapat perawatan, Israel membantu mendirikan 14 rumah sakit lapangan selama perang, dioperasikan oleh negara dan organisasi seperti UAE, Yordania, Palang Merah, dan Médecins Sans Frontières. Israel juga mengkoordinasikan inspeksi dan transfer ribuan barang medis dual-use seperti filter oksigen dan mesin X-ray.
Puluhan ribu pasien telah dievakuasi secara medis dari Gaza. Sebagian besar kini keluar melalui Israel, menggunakan jalur darat atau penerbangan dari Bandara Ramon. Pesawat dari UAE dan UE (termasuk pesawat militer Rumania) mengangkut pasien ke rumah sakit luar negeri.
Pejabat itu mengakui bahwa banyak ahli kesehatan memprediksi dampak buruk bagi kesehatan publik di Gaza setelah hampir dua tahun perang. "Anda mungkin berpikir di tempat seperti ini, setelah satu tahun sembilan bulan, akan ada wabah penyakit," katanya, merujuk peringatan awal dari organisasi kemanusiaan.
"Tapi itu tidak terjadi," lanjutnya. Salah satu kekhawatiran adalah kemunculan kembali polio. Menurutnya, pihak berwenang Israel bekerja sama dengan WHO dan UNICEF untuk meluncurkan kampanye vaksinasi guna mencegah penyebaran. "Banyak vaksin dibawa masuk, ada juga kampanye vaksinasi untuk anak-anak. Kami menangani itu."
Upaya ini tampak berhasil. Tidak ada wabah besar. "Itu sesuatu," tambahnya, menekankan respons proaktif Israel. "Baru kemarin, puluhan ribu vaksin masuk ke Gaza."
Pemantauan & Perencanaan Kemanusiaan
Kondisi kemanusiaan di Gaza dievaluasi mingguan bersama agensi PBB, mengukur indikator seperti ketersediaan makanan, sanitasi, infrastruktur, dan perawatan medis. Data diambil dari laporan mitra internasional, intelijen, dan komunikasi langsung dengan warga Gaza.
Dua mekanisme koordinasi utama digunakan: Joint Coordination Board ("ruang operasi" tempat perwira IDF, LSM, dan PBB mengelola bantuan harian) serta sesi perencanaan harian terpisah dengan PBB.
Lebih dari 17.000 pergerakan kemanusiaan di Gaza dikoordinasikan dengan IDF untuk mengangkut pasokan dan staf dengan aman. "Ada 250 staf internasional di Gaza yang perlu berpindah dari penginapan ke rumah sakit. Bagaimana Anda mengawal konvoi dari Kerem Shalom ke Deir al-Balah?" ujarnya, menyoroti kesulitan.
Meski bantuan masuk dalam jumlah besar, distribusi tak selalu lancar. "Tanggung jawab pengumpulan dan distribusi ada pada organisasi kemanusiaan," jelasnya. Jika bantuan tak diambil, ia akan rusak.
Kendala, menurutnya, sering berasal dari tantangan logistik seperti kendaraan terbatas atau perubahan rute—bukan hambatan Israel. "Ada ratusan truk di Gaza. Banyak milik PBB. Ini bukan birokrasi—tapi keamanan. Ini zona perang. Anda tak bisa mengirim konvoi ke area tempat teroris beroperasi."
COGAT juga memfasilitasi airdrop bantuan kemanusiaan oleh militer asing. AU Israel membuka ruang udara untuk operasi ini, dilakukan oleh negara seperti UAE. Meski "truk tetap yang utama," airdrop bisa menjangkau area berisiko tinggi yang terputus oleh pertempuran darat.
Untuk meningkatkan akses, COGAT menerapkan humanitarian pause harian dan koridor khusus tempat aktivitas militer dihentikan. Zona ini memungkinkan pergerakan warga dan bantuan lebih aman, bahkan tanpa koordinasi sebelumnya.
Respons atas Kritik
Dalam sesi tanya jawab, The Media Line mengajukan pertanyaan yang mencerminkan keresahan internasional: "Banyak media menggambarkan kelaparan. Bagaimana respons Anda? Mengapa pengarahan seperti ini tidak disebarluaskan? Apakah ada area tertanam Hamas yang kesulitan akses makanan? Apakah warga dapat barang segar seperti buah dan sayur, atau hanya makanan kering yang harus dimasak?"
Pejabat itu menolak narasi kelaparan sebagai kebijakan. "Kelaparan adalah aksi sengaja untuk menciptakan lapar. Yang kami lakukan—setiap hari selama satu tahun 10 bulan—adalah upaya kemanusiaan besar," tegasnya.
Dia menegaskan perang ditujukan pada Hamas, bukan penduduk, meski Hamas menyembunyikan diri di wilayah sipil termasuk sekolah, masjid, dan rumah sakit. "Ini bukan badai di Haiti atau gempa di Turki. Di sana setelah bencana selesai, Anda hanya berurusan dengan daratan dan logistik. Di sini, ini zona perang aktif, dan Hamas tidak mematuhi apa pun."
Soal akses makanan, ia menyatakan "tidak ada batasan" jenis bantuan yang masuk, termasuk minyak, buah, dan sayuran. "Anda mungkin terkejut, tapi ada juga pertanian di Gaza," tambahnya. Meski kondisi memburuk, tanaman lokal masih tumbuh, pasar tetap beroperasi.
Distribusi tetap menjadi tantangan, terutama di zona konflik. Namun, Israel telah menerapkan berbagai mekanisme, termasuk membuka Penyeberangan Sikkim untuk melayani utara. "Itu upaya untuk menjangkau semua area," ujarnya.
Kebutuhan medis dan gizi juga memengaruhi koordinasi Israel. Misalnya, ketika terjadi kekurangan darah, Israel memfasilitasi pengiriman dari Tepi Barat ke Gaza.
Pejabat itu juga mengkritik inefisiensi beberapa organisasi internasional. Contohnya, WHO terlalu bergantung pada logistik berbasis Mesir. Ketika truk macet di Tepi Barat, Israel turun tangan. "Kami melakukan koordinasi khusus dari Tepi Barat ke Gaza," katanya, menghindari penundaan.
Upaya tambahan termasuk merespons kekurangan makanan bayi. "Jika dalam diskusi kami pahami ada kebutuhan mendesak… kami berbicara dengan pihak terkait di PBB atau LSM dan mendorong pengiriman," jelasnya, menambahkan barang-barang itu bahkan diprioritaskan di bea cukai dan pelabuhan.
Menurutnya, pengiriman bantuan sering melebihi kebutuhan internasional. "Ada banyak bantuan yang masuk—bahkan lebih dari yang dibutuhkan," katanya.
Ia menekankan bahwa koordinasi bantuan bukan hanya tanggung jawab Israel. "Terkadang orang lupa. Israel bukan satu-satunya yang punya kewajiban di sini. Ada banyak aktor lain."
Perbaikan terakhir mencakup pengiriman bahan bakar yang dilanjutkan, aktivasi pipa desalinasi UAE, serta persetujuan suku cadang dan peralatan telekomunikasi yang diminta PBB.
"Perang ini terhadap Hamas," tegasnya. "Bukan penduduk."
Dan meski kritikus Israel menuduhnya memanfaatkan kelaparan sebagai senjata, pejabat itu bersikeras sebaliknya: "Kami mematuhi hukum humaniter internasional bukan hanya karena diwajibkan, tapi karena itu mencerminkan nilai-nilai kami."