Langkah ini diambil saat draf konstitusi hendak diputuskan melalui pemungutan suara bulan depan, memicu kekhawatiran akan transisi demokrasi.
Pemerintah militer Guinea telah menangguhkan tiga partai oposisi utama negara itu, termasuk partai mantan Presiden Alpha Conde, menjelang referendum konstitusional bulan depan.
Perintah pada hari Sabtu itu mencegah Rally of the Guinean People pimpinan Conde, Union of Democratic Forces of Guinea pimpinan mantan Perdana Menteri Cellou Dalein Diallo, dan Party of Renewal and Progress untuk terlibat dalam segala aktivitas politik selama 90 hari dengan efek segera.
“Partai-partai ini tidak memenuhi kewajiban yang dipersyaratkan kepada mereka,” bunyi perintah tersebut.
Dalam perintah terpisah yang dibacakan di televisi negara Jumat malam, pemerintah militer Guinea juga menyatakan bahwa awal periode kampanye pemilu untuk konstitusi yang direvisi telah ditunda seminggu, menjadi 31 Agustus.
Sejak Jumat, partai-partai telah diizinkan untuk mengampanyekan proposal mereka untuk versi baru konstitusi. Referendum dijadwalkan pada 21 September.
Penangguhan ini terjadi ketika partai-partai utama dan kelompok masyarakat sipil negara Afrika Barat itu bersiap menggelar unjuk rasa mulai 5 September untuk mengecam apa yang mereka anggap sebagai upaya perebutan kekuasaan oleh pemimpin militer Jenderal Mamady Doumbouya.
Oposisi negara itu telah menentang referendum atas konstitusi baru yang diselenggarakan Doumbouya, yang merebut kekuasaan pada September 2021 saat sebuah kudeta menjatuhkan Conde yang telah menjadi presiden selama 10 tahun.
Pemerintah yang dijalankan militer Doumbouya telah melarang semua unjuk rasa sejak 2022, dan telah menangkap, mengadili, atau mendorong pengasingan beberapa pemimpin oposisi.
Melaporkan dari Dakar di Senegal tetangga, Nicolas Haque dari Al Jazeera mengatakan bahwa bagi partai-partai oposisi Guinea, penangguhan hari Sabtu itu “menggugurkan segala pretensi bahwa transisi sebenarnya bekerja untuk melindungi demokrasi”.
“Ketika Kolonel Doumbouya berkuasa melalui kudeta … dia berjanji tidak hanya untuk memperkuat demokrasi tapi juga memberi lebih banyak ruang bagi partai politik dan masyarakat sipil,” jelas Haque.
“Yang kita saksikan sekarang adalah tiga partai politik utama – termasuk partai mantan presiden, Alpha Conde – dilarang, tidak bisa keluar dan berkampanye, memposting [di] media sosial. Bagi mereka, ini terasa seperti pembredegan suara mereka.”
Haque menambahkan bahwa langkah ini akan mendorong lebih banyak orang turun ke jalan untuk memprotes. “Kita akan menyaksikan lebih banyak orang turun ke jalan, berhadapan dengan pasukan keamanan,” ujarnya.
Sebuah draf konstitusi telah diserahkan kepada Doumbouya pada Juni lalu.
Naskahnya membuka jalan untuk kembali ke pemerintahan sipil, meski tidak menjelaskan apakah Doumbouya dapat maju sebagai kandidat dalam pemilu presiden berikutnya.
Sebuah “piagam transisi” yang disusun oleh pemerintah militer tak lama setelah kudeta menetapkan bahwa tidak satu pun pemimpinnya, anggota pemerintah, atau kepala lembaga dapat maju dalam pemilu.
Adopsi konstitusi baru dapat menghapus pembatasan itu, di sebuah negara yang telah puluhan tahun diperintah oleh rezim diktatorial.