Mengapa Pencopotan Edelstein oleh Likud Akan Berdampak Buruk bagi Mereka?

Analisis Posisi Politik Yuli Edelstein dan Masa Depan Koalisi Israel

Meskipun Edelstein tidak memberi sinyal langkah politik berikutnya dan tetap setia kepada Likud, tidak mustahil ia mencari rumah politik baru.

Terlepas dari posisi di peta politik Israel—Kanan, Kiri, atau Tengah—hasil jajak pendek terkini tidak memberi banyak alasan untuk optimis bahwa pemilu mendatang (diperkirakan antara akhir Januari hingga Oktober 2026) akan menghasilkan mandat jelas untuk memerintah.

Alasan pesimisme ini adalah angka survei saat ini: partai koalisi diperkirakan meraih 49-53 kursi, sementara oposisi Yahudi berada di kisaran 57-61 kursi. Artinya, kedua pihak akan kesulitan membentuk koalisi stabil.

Di tahun 2022, Naftali Bennett dan Yair Lapid bersedia bekerja sama dengan partai Arab (Ra’am pimpinan Mansour Abbas). Namun, kemungkinan hal serupa terulang—terutama saat negara dalam mode perang atau baru keluar darinya—sangat kecil.

Ini berarti Israel mungkin kembali mengalami kebuntuan politik seperti tahun 2019-2022, ketika lima pemilu digelar dalam tiga setengah tahun.

Skenario ini tidak berubah signifikan meski dengan kemunculan partai baru pimpinan Gadi Eisenkot atau jika ia bergabung dengan Yesh Atid maupun partai Bennett.

Efek Eisenkot sejauh ini hanya memutar kursi di dalam blok oposisi, bukan memindahkan suara dari blok koalisi. Ia seperti mengatur ulang furnitur dalam satu ruangan, bukan memindahkannya ke ruang lain.

Kunci pemecah kebuntuan adalah perpindahan suara antarblok—misalnya, meyakinkan pemilih Kanan moderat yang biasa memilih Likud untuk beralih ke partai Benny Gantz, Lapid, atau Bennett. Namun, survei belum menunjukkan tren ini.

Peluang melalui Partai Baru
Satu-satunya cara memindahkan suara antarblok mungkin melalui partai baru dengan pesan berbeda. Jika Likud memberhentikan Yuli Edelstein sebagai ketua Komite Luar Negeri dan Pertahanan Knesset—sebagai hukuman karena menolak mendukung RUU wajib militer bagi kaum Haredi—maka mereka justru bisa menciptakan kendaraan politik untuk Edelstein.

MEMBACA  Dewan Peru Memilih untuk Memberhentikan Menteri Dalam Negeri karena Gagal Menghentikan Pembunuhan.

Edelstein belum mengancam keluar dari Likud atau mendirikan partai baru. Namun, opsi itu tak bisa diabaikan, terutama jika ia tersingkir dari jabatannya dan performanya buruk di pemilu internal Likud. Beberapa anggota partai bahkan menuduhnya ingin menjatuhkan pemerintahan Kanan lewat isu wajib militer Haredi.

Rekam Jejak Edelstein di Likud
Edelstein bergabung dengan Likud pada 2003 setelah partainya (Yisrael B’Aliyah) melebur dengan Likud. Puncak kariernya adalah posisi kedua dalam daftar calon Likud pada April 2019, tepat di belakang Netanyahu. Namun, pengaruhnya merosot setelah ia dianggap "bermain api" dengan gagasan menantang Netanyahu.

Di pemilu internal 2022, ia jatuh ke peringkat 18. Meski sempat diabaikan dalam kabinet, ia akhirnya ditunjuk memimpin komite penting tersebut—hampir seperti "hadiah hiburan".

Potensi Edelstein sebagai Figur Pemersatu
Jika Edelstein mendirikan atau bergabung dengan partai lain—dengan mengusung isu wajib militer Haredi—ia bisa menarik pemilih Likud yang kecewa. Survei menunjukkan Likud memiliki basis tetap sekitar 18 kursi, sementara 9 kursi lainnya "mengambang" dan bisa berpindah.

Edelstein bisa menjadi jembatan bagi pemilih yang ingin keluar dari Likud tetapi tetap ingin mendukung nilai-nilai nasionalis-sekuler. Langkah ini berisiko bagi Likud, sebab memberhentikannya justru bisa memicu gelombang ketidakpuasan di kalangan basis mereka sendiri.

Pertimbangan Strategis
Likud perlu mempertimbangkan efek domino dari menyingkirkan Edelstein—terutama terkait isu yang sensitif bagi mayoritas publik Yahudi, termasuk sebagian pemilihnya sendiri.

Catatan: Data survei merujuk pada tren pasca-7 Oktober 2023, di mana dukungan untuk Likud sempat anjlok sebelum perlahan pulih.

(Foto: Mantan Ketua Komite Luar Negeri dan Pertahanan Knesset, Yuli Edelstein, berbicara di Konferensi Muni Expo 2025, Tel Aviv, 15 Juli 2025. Kredit: Avshalom Sassoni/Flash90)