Masyarakat India di London Berjaga untuk Korban

Saat matahari sore menyinari sebuah lapangan kecil di belakang Komisi Tinggi India pada hari Minggu, sekitar 200 orang berkumpul untuk acara peringatan—salah satu dari beberapa yang digelar di seluruh Inggris akhir pekan ini untuk mengenang korban bencana Air India.

Lilin-lilin diletakkan di bawah patung dada Jawaharlal Nehru, sementara para hadirin menyimak pemimpin lintas agama dan anggota komunitas Gujarat yang hadir untuk merenungkan minggu penuh duka ini.

Ridhi Sarmah-Kapoor dan Olivia Gearson, dua mahasiswi yang ayahnya baru-baru ini bepergian dari Gujarat ke London, menaruh bunga di depan India House di Holborn.

“Ayahku sering bolak-balik ke India dan selalu naik Air India,” kata Sarmah-Kapoor. “Ini bikin rasanya pribadi—seperti mereka adalah keluargaku.”

Gearson menambahkan, “Ini harus dihormati. Ada orang tua yang pulang untuk wisuda anaknya—kami sendiri mahasiswa, ini sangat menyentuh.”

Komunitas Gujarat di ibu kota dan kota-kota lain seperti Leicester terus berkumpul sejak kecelakaan itu untuk mengenang lebih dari 270 orang yang tewas dalam salah satu tragedi penerbangan terburuk di sejarah India.

Ada cerita-cerita luar biasa, seperti mahasiswi Bristol yang gagal naik pesawat karena terjebak macet, serta kisah ajaib satu-satunya yang selamat, Vishwash Kumar Ramesh. Namun, detail kehidupan yang hilang—cita-cita dan harapan yang padam seketika—semakin memperdalam rasa syok di kalangan warga Inggris-India.

“Kami butuh tempat untuk berduka,” kata Mayur Shikotra, yang mengorganisir acara ini bersama Pranav Bhanot.

Bhanot mengatakan, “Komunitas kita kecil, banyak orang cuma terpisah satu atau dua tingkat dari tragedi ini. Ga banyak penerbangan langsung dari Gujarat, jadi bisa aja siapa pun yang jadi korban. Itu yang bikin terasa sangat dekat.”

MEMBACA  Dalam Upaya Olimpiade untuk Membersihkan Sungai Seine - dan Mengapa Hal Ini Dapat Terancam oleh Hari Hujan

Kedekatan komunitas Gujarat di Inggris sering disebut-sebut, dan hal ini membuat duka itu terasa sangat pribadi bagi banyak orang.

Narendra Thakerar adalah salah satu dari sekelompok teman sekolah lama keturunan Gujarat yang memutuskan hadir untuk mengenang mereka yang meninggal.

“Aku sudah tiga kali terbang dengan Air India dalam enam bulan terakhir,” katanya. “Ini tragedi yang tak pernah kita persiapkan, bikin kita sadar betapa rapuhnya manusia.”

Bhanot menambahkan, “Kita harus tahu penyebabnya, jenazah perlu dipulangkan, dan semoga ada kompensasi untuk keluarga—meski takkan bisa mengembalikan nyawa, setidaknya sebagai pengakuan atas kehilangan ini.”

Selain duka, ada juga tuntutan agar Boeing, produsen pesawat, bertanggung jawab jika terbukti bersalah.

“Pertama yang kupikirkan Boeing 787,” ujar Thakerar, yang lega armada itu diperiksa pemerintah India setelah bencana.

Mahesh Patel, anggota lain dalam kelompok itu, berkata, “Masalahnya kalau pesawat tua yang sudah berpindah tangan dan dipakai terus.”

Lebih dari 1.100 pesawat 787 masih beroperasi, dipakai oleh banyak maskapai internasional, dengan catatan keselamatan yang baik.

Tata Group membeli Air India dari pemerintah India pada 2022 dan tahun lalu mengumumkan rencana modernisasi armadanya.

“Kita semua tak ingin ini terulang, jadi harus ada investigasi menyeluruh,” tegas Thakerar.