Mahkamah Agung India telah memodifikasi putusan sebelumnya yang memerintahkan pihak berwenang di Delhi dan wilayah sekitarnya untuk memindahkan semua anjing liar ke penampungan, menyusul protes luas dari kelompok-kelompok kesejahteraan hewan.
Majelis hakim tiga orang menyatakan bahwa anjing liar harus dilepasliarkan setelah divaksinasi dan disterilisasi, tetapi menambahkan bahwa anjing yang mengidap rabies atau menunjukkan perilaku agresif harus diimunisasi dan ditampung di penampungan.
Pengadilan juga melarang pemberian makan anjing liar di ruang publik dan memerintahkan penyediaan area khusus untuk keperluan tersebut.
Pada 11 Agustus lalu, majelis dua hakim telah menyatakan keprihatinan atas meningkatnya “bahaya gigitan anjing yang berujung rabies” di Delhi dan wilayah penyangganya.
Populasi anjing liar Delhi diperkirakan mencapai satu juta ekor, dengan kawasan penyangga seperti Noida, Ghaziabad, dan Gurugram juga mengalami peningkatan, menurut sumber pemerintah kotamadya.
India memiliki jutaan anjing liar dan negara ini menyumbang 36% dari total kematian terkait rabies di dunia, berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Untuk menangani masalah tersebut, pada 11 Agustus Mahkamah Agung memerintahkan otoritas di ibu kota dan sekitarnya untuk mengumpulkan semua anjing liar dan menampung mereka di shelter.
Pengadilan memerintahkan pembangunan fasilitas penampungan untuk anjing-anjing tersebut dalam waktu delapan minggu.
Putusan ini bertentangan dengan aturan yang berlaku yang menyatakan bahwa anjing liar harus dikembalikan ke habitat aslinya setelah disterilisasi di penampungan, sehingga memicu protes keras dan tantangan hukum dari sejumlah kelompok pecinta hewan.
Mereka menyerukan solusi yang lebih manusiawi seperti vaksinasi dan netralisasi, serta memperingatkan bahwa menampung semua anjing liar akan menimbulkan masalah seperti kepadatan berlebih dan pemusnahan.
Menyusul reaksi tersebut, Mahkamah Agung membentuk majelis tiga hakim untuk mengadili permohonan peninjauan kembali.
Dalam putusan pada hari Jumat, pengadilan menunda perintah penangkapan semua anjing liar, dengan menetapkan bahwa anjing yang tidak agresif dan tidak terinfeksi dapat dilepasliarkan ke lokasi penangkapannya setelah divaksinasi dan dikebiri.
Pengadilan juga menyatakan bahwa pecinta hewan dapat mengajukan permohonan ke badan kotamadya untuk mengadopsi anjing liar, tetapi anjing tersebut tidak boleh dikembalikan ke jalanan.
Ditambahkan pula bahwa tindakan akan diambil terhadap orang yang kedapatan memberi makan anjing liar di area publik, serta diperingatkannya kelompok-kelompok kesejahteraan hewan agar tidak mengintervensi putusan tersebut.
Mahkamah Agung juga menyatakan akan merumuskan kebijakan nasional terkait anjing liar setelah menggelar persidangan untuk kasus-kasus serupa yang tertunda di berbagai negara bagian.
Putusan ini disambut baik oleh kelompok-kelompok kesejahteraan hewan.
Alokparna Sengupta, Direktur Humane World for Animals India, menyebut putusan ini “seimbang, terstruktur, dan penuh kasih sayang”.
Namun, ia menekankan perlunya kriteria yang jelas berbasis data ilmiah untuk mengidentifikasi “anjing agresif” agar putusan pengadilan tidak disalahgunakan untuk menangkap dan mengurung anjing tanpa alasan yang sah atau berdasarkan prasangka pribadi.