Koh Ewe dan Hanna Samosir
BBC News
Melapor dari Singapura dan Jakarta
Tonton: BBC mengunjungi lapangan dekat bandara Indonesia tempat anak-anak menerbangkan layang-layang
Di sawah berjarak dua kilometer dari bandara internasional Jakarta, gemerisik layang-layang yang berkibar sesekali tenggelam oleh deru mesin pesawat yang menggelegar.
Sekelompok anak-anak menarik-narik talinya, leher mereka mendongak ke langit. Tapi mata mereka juga waspada ke bawah, mengawasi petugas bandara yang berpatroli—yang bisa menyita layang-layang mereka… dan kesenangan mereka.
“Dulu, aku dan teman-teman lari kalau ada petugas datang,” kata Atif, tujuh tahun, salah satu anak di sawah itu, kepada BBC. “Sekarang aku lebih berani, jadi aku ikutin saja kalau mereka marahin aku.”
“Kalau layang-layangku disita, sedih sih, tapi aku bisa bikin lagi.”
Di sini, terjadi tarik-ulur antara otoritas bandara dan salah satu tradisi paling dicintai di Indonesia.
Menerbangkan layang-layang populer di Indonesia—terutama saat liburan sekolah seperti sekarang. Tapi otoritas sudah mengeluarkan peringatan soal layang-layang, yang mereka anggap bahaya kalau sampai menghalangi sensor pesawat atau tersangkut di mesin.
Menurut AirNav Indonesia, pengatur lalu lintas udara, dalam tiga hari awal Juli, layang-layang mengganggu 21 penerbangan di Bandara Soekarno-Hatta—bandara dekat sawah itu. Beberapa dialihkan ke bandara lain, beberapa membatalkan pendaratan karena terlalu berbahaya mendekati layang-layang.
Layang-layang adalah “rintangan bergerak” bagi pesawat dan “risiko serius bagi keselamatan penerbangan,” kata Putu Eka Cahyadi, kepala Otorita Bandara Soekarno-Hatta, kepada BBC.
“Kami tidak ingin terjadi kecelakaan.”
Haryo Bangun Wirawan/BBC
Anak-anak tetap menerbangkan layang-layang di dekat bandara, meski sudah diperingatkan otoritas
Kekhawatiran itu bukan tanpa alasan.
Pada Juli 2024, sebuah helikopter jatuh di Bali setelah talinya tersangkut layang-layang, melukai tiga orang Indonesia dan dua warga Australia yang ada di dalamnya.
Pada Juli 2020, tali dan bambu dari layang-layang ditemukan di mesin pesawat setelah mendarat di Soekarno-Hatta. Meski pesawat berhasil mendarat dengan selamat, kejadian itu memicu kekhawatiran serius. Bulan berikutnya, bandara membentuk satgas untuk menindak penerbangan layang-layang di sekitar bandara.
Lima tahun berlalu, masalah ini masih ada. Pada Juli, Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi mendorong otoritas bandara dan pemerintah daerah di seluruh Indonesia untuk meminimalkan bahaya layang-layang bagi penerbangan.
“Ini jelas kegiatan yang menyenangkan, tapi kita juga perlu edukasi masyarakat dan anak-anak agar tidak melakukan aktivitas yang membahayakan penerbangan,” kata Pak Putu.
Rekan-rekannya sudah mencoba memberikan anak-anak bola dan raket bulutangkis untuk mengalihkan mereka ke olahraga lain. Tapi menerbangkan layang-layang sudah mendarah daging dalam budaya Indonesia.
Secara tradisional dibuat dari daun, kertas warna-warni, atau kain, layang-layang diterbangkan untuk berbagai keperluan: upacara panen padi, mengusir burung dari sawah, atau di Bali, sebagai bentuk doa dan persembahan untuk dewa.
“Menerbangkan layang-layang warisan turun-temurun dari nenek moyang. Hampir setiap daerah di Indonesia punya tradisi ini,” kata Asep Irawan, pakar dari Museum Layang-Layang Indonesia.
“Tapi kita harus hati-hati, terutama anak-anak. Mereka cuma terbangin. Nggak lihat bahayanya.”
Haryo Bangun Wirawan/BBC
Anak-anak bilang sulit cari tempat lain untuk main layang-layang
Mereka yang kedapatan menerbangkan layang-layang, drone, atau benda lain yang membahayakan keselamatan di sekitar bandara bisa dipenjara maksimal tiga tahun atau didenda satu miliar rupiah (sekitar $61.000).
Tapi bahaya layang-layang bukan cuma di landasan. Di daerah padat penduduk, layang-layang juga bisa mematikan. Tahun lalu, seorang anak delapan tahun tewas setelah nekat masuk tol di Kota Depok, selatan Jakarta. Polisi menduga dia tertabrak mobil saat mengejar layang-layang.
Pada 2020, seorang pria ditangkap setelah layang-layangnya putus dan jatuh ke gardu listrik di Bali, menyebabkan pemadaman berjam-jam di lebih dari 70.000 rumah dan gedung.
Kembali ke sawah dekat Bandara Soekarno-Hatta, anak-anak bilang mereka tidak bermaksud mengganggu pesawat—tapi sulit mencari tempat lain untuk hobi mereka.
Jakarta kehilangan 31% ruang terbuka hijau antara 2000 dan 2020, karena sawah dan hutan digantikan jalanan macet dan apartemen.
“Nggak ada tempat lain di sini,” kata Rasha, 17 tahun, yang membuat dan menjual layang-layang. “Ada satu tempat lagi, tapi masih deket bandara. Emang nggak ada tempat lain.”
Sawah itu sekarang jadi tempat komunitas pecinta layang-layang yang rutin mengadakan lomba. Rasha sudah menang dua kali.
Dia pernah bermasalah dengan petugas bandara yang marahi dan menyita layang-layangnya.
“Polisi bahkan dateng ke rumah dan ambil dua layang-layangku, dibakar beserta talinya. Abis itu, adik-kakak marahin aku dan suruh berhenti. Tapi akhir-akhir ini, aku mulai main lagi,” katanya.
“Memang berbahaya. Tapi begitu layang-layangmu udah disita, kamu nggak takut lagi.” Koh Ewe dan Hanna Samosir
*Beberapa kesalahan atau typo yang mungkin muncul:*
1. “Koh” terkadang tertulis sebagai “Ko”
2. “Samosir” mungkin typo jadi “Samsoir”