MEKSIKO CITY (AP) — Sebuah laporan terbaru PBB menguraikan Nicaragua yang berada dalam cengkeraman ketat Presiden bersama Daniel Ortega dan istrinya Rosario Murillo, di mana cabang legislatif dan yudikatif tunduk pada eksekutif serta perlindungan hak asasi manusia dasar telah lenyap.
Sedikit pun dari hal itu akan mengejutkan bagi puluhan ribu warga Nicaragua yang telah meninggalkan negara dalam tahun-tahun belakangan, tetapi laporan dari Komisaris Tinggi HAM PBB membahas kemerosotan berkelanjutan negara Amerika Tengah tersebut dengan istilah-istilah yang paling keras.
Laporan yang dijadwalkan untuk dipresentasikan di Jenewa pada hari Selasa, disusun dari lebih dari 200 wawancara dengan korban, saksi, dan sumber-sumber lainnya. Kantor HAM PBB tidak memiliki akses ke Nicaragua dan pemerintah tidak menanggapi kuesioner yang dikirimkan.
Sebuah reformasi konstitusional besar yang diadopsi pada bulan Januari mereduksi “cabang legislatif dan yudikatif menjadi entitas-entitas yang dikoordinasi dan di bawahi oleh kepresidenan,” sementara kantor jaksa penuntut umum “ditempatkan di bawah kendali langsung presiden,” demikian bunyi laporan tersebut.
PBB mengutuk “pengakuan konstitusional terhadap pasukan paramiliter, penggunaan jaringan informan dan pengawasan yang terinstitusionalisasikan, serta penerapan yang keliru terhadap tindak pidana.”
“Kerangka kerja semacam ini telah menciptakan sebuah konteks di mana setiap orang yang dianggap menentang penguasa dapat dikenai pembalasan,” kata laporan itu.
Andrés Sánchez Thorin, perwakilan Kantor HAM PBB untuk Amerika Tengah, menyatakan bahwa Ortega dan Murillo pada dasarnya telah memusnahkan masyarakat sipil Nicaragua.
“Sejak 2018, delapan dari setiap 10 organisasi telah dibubarkan atau terpaksa menutup, banyak di antaranya organisasi keagamaan dan aset-asetnya disita,” ujarnya. “Tambahkan lagi reformasi terhadap sistem pemilu yang menempatkan pluralisme politik dalam bahaya serius, dan bersamanya, hak fundamental masyarakat untuk berpartisipasi dalam kehidupan demokrasi negara.”
Penindasan dimulai dengan represi keras pemerintah terhadap protes tahun 2018 yang menyebabkan lebih dari 300 orang tewas dan memicu eksodus jurnalis serta anggota masyarakat sipil. Ortega menyebut protes tersebut sebagai upaya kudeta yang didukung asing.
Sejak saat itu, pemerintah Nicaragua “secara sengaja telah mengubah negara menjadi sebuah negara otoriter,” kata para ahli PBB pada bulan Februari.