Para penembak jitu Israel berpasis di atap-atap gedung sementara pasukan menyerbu Ramallah dan el-Bireh.
Angkatan Bersenjata Israel melancarkan serangan mendadak atas Ramallah dan el-Bireh di Tepi Barat yang diduduki, dengan Perhimpunan Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS) melaporkan setidaknya 24 warga Palestina terluka dalam serangan tersebut.
Diantara yang terluka ialah seorang anak berusia 12 tahun, tertembak di punggung dekat pasar sayur, demikian dilaporkan agensi berita Wafa, mengutip tim medis, pada Selasa.
Saksi mata di lokasi menyatakan pasukan Israel menyerbu sebuah kedai penukaran uang di area antara Ramallah dan el-Bireh, menahan setidaknya tiga warga Palestina, sementara penembak jitu Israel menduduki atap-atap bangunan seiring pasukan yang menerobos area pusat pasar sayur.
Seorang pria berusia 71 tahun dan empat orang lainnya juga mengalami luka-luka di bagian kepala, wajah, perut, dan leher akibat peluru baja berlapis karet.
LIMA orang lainnya, termasuk dua perempuan hamil, menderita akibat menghirup gas air mata selama penggerebekan berlangsung.
Sebuah tim penyelamat dicegah untuk mencapai korban luka-luka di daerah yang dikepung, kata mereka.
Xavier Abu Eid, mantan direktur komunikasi untuk Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), mengatakan serangan itu berlangsung selama beberapa jam di area yang dekat dengan tiga sekolah dan sebuah pasar.
“Ini adalah bagian dari keseharian rakyat Palestina,” kata Abu Eid kepada Al Jazeera dari Ramallah, mencatat bahwa Israel sedang melakukan demonstrasi kekuatan untuk mengingatkan penduduk “siapa sebenarnya yang berkuasa di sini”.
PERANG terhadap ‘Seluruh Rakyat Palestina’
Adel Abdel Ghafar, rekan senior di Middle East Council on Global Affairs, menyatakan operasi militer terbaru Israel di Ramallah menunjukkan bahwa perang mereka bukan hanya dengan Hamas atau Gaza, tetapi dengan “seluruh rakyat Palestina”.
“Kami telah melihat peningkatan serbuan militer Israel ke Tepi Barat. Kami telah melihat penghancuran rumah-rumah. Kami telah melihat penghancuran properti,” ujarnya kepada Al Jazeera.
“Ini semua merupakan bagian dari hukuman kolektif terhadap rakyat Palestina di Tepi Barat,” tambahnya, menyebutkan bahwa sebagian tujuannya adalah untuk “mencekik secara finansial” masyarakat di wilayah tersebut.
Ia menambahkan bahwa Israel mampu melaksanakan operasinya “dengan bebas hukuman di seantero Tepi Barat” karena Otoritas Palestina (PA) tidak mampu merespons secara efektif.
Tepi Barat telah menyaksikan lonjakan kekerasan militer dan pemukim Israel sejak Israel melancarkan perang di Gaza pada Oktober 2023, dan puluhan ribu warga Palestina telah diusir dari rumah mereka.
Ramallah mencatat jumlah serangan tertinggi, 585, diikuti oleh 479 di Nablus di Tepi Barat utara.
Setidaknya 671 warga Palestina, termasuk 129 anak-anak, telah tewas oleh pasukan dan pemukim Israel di seluruh wilayah sejak Oktober 2023, menurut Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA).
Wartawan politik berbasis di Paris, Faten Elwan, mengatakan serangan di Ramallah tampaknya lebih merupakan demonstrasi kekuatan atas Tepi Barat yang diduduki daripada sebuah operasi militer yang ditargetkan.
“Israel mengirim pesan yang jelas bahwa Oslo sudah mati, bahwa Otoritas Palestina sudah mati dan bahwa tidak ada kekuatan di lapangan selain pasukan Israel dan para pemukim yang kini bertindak sebagai pemerintah bayangan untuk visi angkatan bersenjata Israel,” ujarnya kepada Al Jazeera.