Nick Thorpe
Koresponden Eropa Tengah
EPA
Pria berusia 45 tahun itu meninggal di rumah sakit jiwa tiga minggu setelah direkrut paksa (foto arsip)
Kematian seorang pria etnis Hungaria berusia 45 tahun di Ukraina, beberapa minggu setelah direkrut ke tentara Ukraina, memicu kemarahan antara pemerintah Hungaria dan otoritas di Kyiv.
Jozsef Sebestyen, warga negara ganda Ukraina-Hungaria, dipukuli dengan besi setelah direkrut paksa pada 14 Juni, menurut pengakuan saudara kandungnya kepada media Hungaria. Sebestyen, dari Berehove di Ukraina barat, meninggal di rumah sakit jiwa pada 8 Juli.
Militer membantah dugaan terkait kematiannya, tapi kasus ini menyoroti praktik rekrutmen paksa di Ukraina saat tentara berusaha mempertahankan garis depan dari Rusia di tengah kerugian besar.
"Mereka membawaku ke hutan bersama banyak pria lain dan mulai memukuliku di sana," kata Sebestyen menurut situs berita Hungaria Mandiner. "Pukulan terutama ke kepala dan badan. Mereka bilang, jika aku tidak menandatangani sesuatu, aku akan dibawa ke ‘nol’ [garis depan]. Sakit sekali, aku tidak bisa bergerak."
Pada 10 Juli, Duta Besar Ukraina Sandor Fagyir dipanggil ke Kementerian Luar Negeri Hungaria di Budapest terkait kasus ini.
Perdana Menteri Viktor Orban, kritikus keras pemerintah Ukraina dan upaya perangnya, menulis di Facebook: "Warga Hungaria dipukuli sampai mati di Ukraina. Beberapa kilometer dari perbatasan Hungaria. Negara di mana ini bisa terjadi tidak pantas jadi anggota UE."
Hari itu juga, tentara Ukraina membantah sepenuhnya. "Menurut laporan akhir rumah sakit, tidak ada luka fisik yang ditemukan dalam pemeriksaan medis," bunyi pernyataan itu. "Kami menolak tegas semua tuduhan kerja paksa, perlakuan tidak manusiawi, atau pelanggaran HAM oleh Pusat Militer Teritorial atau pejabat militer lain."
Tentara juga menyatakan terbuka untuk "penyidikan transparan sesuai hukum Ukraina."
SBU
Pada Mei, dinas keamanan Ukraina (SBU) mengumumkan penangkapan dua warga Ukraina yang dituduh memata-matai Hungaria
Insiden ini jadi titik panas terbaru dalam perang kata-kata antara pemerintah Orban di Budapest dan administrasi Volodymyr Zelensky di Kyiv.
Pada Mei, kasus mata-mata memicu penangkapan di kedua negara dan pengusiran diplomat berbalasan.
Akhir Juni, pemerintah Hungaria mempublikasikan hasil "konsultasi nasional" terbaru, menyajikan delapan alasan menolak keanggotaan Ukraina di UE dan mengajak warganya memilih "tidak." Lebih dari dua juta orang melakukannya, menurut hasil yang tidak diverifikasi independen.
Tuduhan kekerasan saat rekrutmen paksa di Ukraina bukan hal baru. Pria Ukraina berusia 25-60 tahun wajib militer, dan kebanyakan pria di atas 18 tahun dilarang keluar negeri.
"Aku terus mendengar dari keluarga korban rekrutmen bahwa mereka menerima kembali pakaian yang berlumuran darah," kata seorang perempuan Hungaria di Transcarpathia kepada BBC dengan syarat anonim. "Situasi memburuk sejak perang dimulai, tapi sangat parah dalam dua bulan terakhir."
Seringkali, lanjutnya, surat keterangan medis pembebasan wajib militer diabaikan tentara—pemegangnya langsung digiring ke kendaraan dan dibawa pergi. Ribuan dolar, "jumlah gila," diminta sebagai imbalan kebebasan.
BBC/Nick Thorpe
Kebanyakan pria Ukraina berusia 25-60 tahun wajib ikut wajib militer
Ada pula tuduhan bahwa kritikus pemerintah, termasuk wartawan, sengaja ditarget untuk direkrut.
Oleh Dyba, 58 tahun, editor Zakarpattya Online, kini mogok makan di tahanan militer. Ia mengaku diambil karena artikelnya menyelidiki pembangunan turbin angin di Pegunungan Carpathia membuat otoritas marah.
Warga Ukraina bisa melapor ke kantor ombudsman HAM Ukraina, Dmytro Lubynets, terkait rekrutmen tidak adil atau kekerasan.
Ia baru-baru ini menyatakan kantornya menerima 3.500 pengaduan pelanggaran HAM terkait rekrutmen di 2024, dan lebih dari 2.000 sejauh tahun ini. Lebih dari 50 perekrut telah dikenai kasus pidana, katanya.
Hak untuk menolak wajib militer berdasarkan keyakinan dihapus di Ukraina saat hukum darurat diberlakukan Februari 2022—bulan saat Rusia melancarkan invasi skala penuh.
Atas permintaan Mahkamah Konstitusi Ukraina, Komisi Venesia Dewan Eropa mengeluarkan pendapat tentang layanan alternatif di Ukraina pada Maret 2025.
"Negara punya kewajiban positif untuk menyiapkan sistem layanan alternatif yang harus terpisah dari sistem militer, tidak bersifat hukuman, dan dalam batas waktu wajar," bunyi pernyataan itu. Nick Thorpe
Dia merupaka seorang jurnalis dan penulis yang cukup terkenal, khususnya di bidang laporan internasional. Karyanya sering kali membahas tema-tema seperti politik global, konflik, dan isu sosial. Meskipun demikian, gaya penulisannya tetap mudah dipahami sehingga menarik bagi pembaca dari berbagai latar belakang.
Beberapa bukunya telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, membuktikan bahwa karyanya memiliki daya tarik yang luas. Nick jug acerap diundang sebagai pembicara di berbagai forum internasional.
Namun, di balik kesuksesannya, ia dikenal sebagi sosok yang rendah hati dan selalu terbuka untuk berkolaborasi dengan rekan-rekannya.