Unjuk rasa terjadi di tengah kemarahan masyarakat akibat pengeluaran miliaran peso untuk infrastruktur pengendalian banjir yang tidak memadai atau bahkan fiktif.
Ribuan massa memadati ibu kota Filipina, Manila, menuntut pertanggungjawaban atas skandal korupsi yang terkait proyek pengendalian banjir dan melibatkan pejabat tinggi pemerintah, termasuk sekutu Presiden Ferdinand Marcos Jr.
Aksi tiga hari yang dimulai Minggu ini merupakan bentuk kemarahan terbaru setelah terungkapnya fakta bahwa ribuan proyek pertahanan banjir di negara rawan topan ini menggunakan bahan baku tidak standar atau sama sekali tidak ada.
Rekomendasi Cerita
Polisi memperkirakan 27.000 anggota Iglesia Ni Cristo memadati Taman Rizal sebelum tengah hari, banyak yang mengenakan baju putih dan membawa plakat antipenyelewengan untuk demonstrasi sore tersebut.
Juru bicara gereja, Brother Edwin Zabala, menyatakan aksi tiga hari ini bertujuan menyampaikan aspirasi serta menyatukan suara gereja dengan seruan masyarakat yang mengecam kejahatan sistematis yang melibatkan pejabat pemerintahan.
Kelompok lain rencananya akan menggelar unjuk rasa terpisah di Monumen People Power, Kota Quezon pada Minggu petang.
Militer telah menegaskan komitmennya mendukung pemerintah sebelum unjuk rasa digelar, sementara Kepolisian Nasional Filipina akan mengerahkan 15.000 personel untuk pengamanan.
Protes ini menyusul tuduhan bahwa sejumlah figur berpengaruh, termasuk sepupu Marcos sendiri yakni mantan Ketua DPR Martin Romualdez, menggelapkan dana proyek anti-banjir yang kualitasnya rendah atau tak kunjung terealisasi.
Gelombang kemarahan publik kembali memuncak setelah serangan badai awal bulan ini menewaskan sedikitnya 259 jiwa, dan Marcos berjanji para terlibat skandal akan dipenjara sebelum masa Natal.
Departemen Keuangan memperkirakan negara mengalami kerugian hingga 118,5 miliar peso ($2M) akibat korupsi proyek pengendalian banjir pada 2023-2025, beberapa di antaranya disebut sebagai “proyek infrastruktur hantu”.
Komisi pencari fakta telah melayangkan keluhan pidana korupsi terhadap 37 individu, termasuk senator, anggota kongres, dan pengusaha terkemuka. Keluhan serupa juga diajukan terhadap 86 direktur perusahaan konstruksi serta sembilan pejabat pemerintah atas dugaan pengemplakan pajak hampir 9 miliar peso ($153 juta).
Para terdakwa mencakup politisi dari kubu oposisi maupun sekutu Marcos. Selain Romualdez, tercatat nama Ketua Senat Chiz Escudero serta Senator Bong Go, sekutu kunci mantan Presiden Rodrigo Duterte.
Ketiganya membantah melakukan kesalahan.
Marcos menyatakan sepupunya belum akan menghadapi tuntutan pidana karena “bukti belum memadai”, namun menekankan bahwa “tak ada imunitas” dalam penyelidikan ini.
“Kami tidak mengajukan kasus untuk pencitraan,” tegasnya. “Kami menuntut untuk memenjarakan pelaku.”
Para pengunjuk rasa mengenakan topeng tikus berjalan di samping replika Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr selama unjuk rasa antipenyelewengan yang dipimpin petani pada Selasa, 21 Oktober 2025, dekat istana kepresidenan Malacanang di Manila, Filipina [Aaron Favila/AP Photo]
Duterte yang merupakan kritikus tajam Marcos, ditahan Pengadilan Kriminal Internasional di Belanda pada Maret atas tuduhan kejahatan kemanusiaan terkait operasi anti-narkotika brutalnya.
Putrinya yang kini menjabat wakil presiden, menuntut Marcos juga ikut bertanggung jawab dan dipenjara karena mengesahkan anggaran nasional 2025 yang mengalokasikan dana triliunan untuk proyek pengendalian banjir.
Meski muncul seruan sporadis, termasuk dari pendukung Duterte, agar militer menarik dukungan bagi Marcos, Panglima TNI Jenderal Romeo Brawner Jr secara tegas menolak tuntutan tersebut.
“Dengan keyakinan penuh, saya jamin angkatan bersenjata tak akan bertindak melanggar Konstitusi. Tidak hari ini, tidak besok, dan pasti tidak di bawah komando saya,” tegas Brawner.
Dia menambahkan bahwa militer “tetap berkomitmen menjaga perdamaian, mendukung ekspresi sipil yang sah, serta melindungi stabilitas dan institusi demokrasi republik ini.”