Kaum Muslimin Pekerja NYC Menyambut Mamdani, Namun Kebijakan Penentu Suara

New York City – Di kawasan Morrisania, Bronx, kerap terdengar sebuah mantra yang tak asing lagi: “Mamdani, Mamdani, Mamdani”.

Sebagai rumah bagi komunitas Afrika Barat yang berkembang pesat—termasuk banyak imigran Muslim baru—Morrisania merupakan salah satu wilayah di mana isu identitas ras berpadu dengan kebutuhan kelas pekerja menjelang pemilihan walikota New York pada 4 November.

Banyak anggota komunitas ini menggantungkan harapan pada kandidat berusia 34 tahun, Zohran Mamdani, untuk memenangkan kontes tersebut.

Bagaimanapun, kemenangan Mamdani atas mantan Gubernur Andrew Cuomo akan mencatatkan serangkaian sejarah pertama bagi New York City—walikota Muslim pertama, orang pertama yang lahir di Afrika, dan keturunan Asia Selatan pertama yang memimpin kota terbesar di Amerika Serikat.

Fakta ini telah memicu harapan—serta mengingatkan pada kenyataan pahit Islamofobia dan xenofobia yang masih mengakar—di berbagai komunitas Muslim yang menjadi bagian dari mosaik kota ini.

Tapi bagi Aicha Donza, pemilik toko di Morrisania, Bronx—di mana pendapatan tahunan hanya separuh dari rata-rata kota—justru pesan sang Demokrat Sosial tentang keterjangkauan hidup yang memenangkan dukungannya. Janji ambisiusnya untuk bus gratis, pembekuan sewa untuk gedung tertentu, dan pengasuhan anak universal—yang sebagian dananya berasal dari kenaikan pajak bagi orang kaya—menjadi daya tarik utama.

“Dia berjanji akan mempermudah hidup kami,” ujar Donza kepada Al Jazeera sambil memperlihatkan barang dagangannya: tepung plantain dari Ghana; minyak sawit Liberia yang diimpor dari negara kelahirannya; pakaian Islami tradisional yang diimpor dari Turki, Mesir, dan Arab Saudi.

“Sewa tempat begitu tinggi, setiap hari pelanggan datang ke toko dan mengeluh harga barang terlalu mahal,” keluhnya. “Dan bus gratis, jika dia bisa mewujudkannya, itu akan membuat perubahan besar.”

MEMBACA  Bentrokan Keras dan Penangkapan dalam Protes Generasi Z di Maroko

Essa Tunkala terlihat di luar Islamic Cultural Center of the Bronx [Joseph Stepansky/Al Jazeera]

Di luar Islamic Cultural Center of the Bronx yang tak jauh, usai salat zuhur, Essa Tunkala, 60, merenungkan makna pemilu ini bagi lingkungannya—sebuah melting pot yang dihuni kaum pekerja seperti penjaga parkir, sopir taksi, dan pegawai toko, serta diaspora Afrika Barat.

“Hampir serasa berada di Afrika Barat,” senyum Tunkala, menyebut pendatang dari Senegal, Liberia, Ghana, Togo, dan Mali.

Dia menunjuk beberapa pertanyaan krusial yang masih membayangi kandidatur Mamdani: Bagaimana ia akan mewujudkan visinya? Mampukah ia melampaui keterbatasan relatif posisi walikota untuk membangun koalisi dengan pejabat negara dan pembuat undang-undang guna merealisasikan janji-janji besarnya?

“Tapi kita butuh ide segar untuk menciptakan peluang,” kata Tunkala, yang berasal dari Gambia dan berjualan perlengkapan olahraga di trotoar. “Ini adalah generasi baru dengan gagasan baru untuk pembangunan, karena itulah saya mendukungnya.”

Ahmed Jejote, sopir taksi berusia 55 tahun asal Sierra Leone, menyampaikan sentimen serupa.

“Kami sudah mengalami era Eric Adams,” ujarnya, merujuk pada walikota sekarang yang bermasalah korupsi dan mengundurkan diri dari pencalonan pada September lalu. “Kami sudah mengenal Cuomo.”

“Mamdani baru memulai, dan dia ingin melangkah maju,” katanya. “Jadi bagi saya, agama bukanlah hal yang utama.”

Mariam Saleh terlihat di Kumasi Restaurant, Bronx [Joseph Stepansky/Al Jazeera English]

Beberapa blok dari sana, Mariam Saleh yang berusia 46 tahun berdiri di balik deretan wadah makanan beruap di Kumasi Restaurant: banku, campuran fermentasi jagung dan singkong; suya, sate daging berbumbu; kwenkwen, sejenis nasi jollof.

Dia tak begitu hati-hati dalam menyikapi sisi historis dari kandidatur Mamdani.

MEMBACA  Penyedia sistem komputer yang bermasalah meminta maaf kepada ratusan orang yang terkena dampak skandal Kantor Pos Inggris

“Fakta bahwa dia Muslim, bagi kami, adalah kemajuan besar,” kata perempuan asal Ghana ini kepada Al Jazeera.

“Ini kemajuan besar bagi komunitas Muslim di Amerika, tak hanya di New York.”