Katz klaim Israel dapat ‘lampu hijau’ dari AS untuk serang Iran lagi jika Teheran ‘lanjutkan’ program nuklirnya.
Menteri Pertahanan Israel Israel Katz mengungkapkan bahwa negaranya berniat membunuh Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei selama perang 12 hari antara kedua pihak yang baru saja berakhir dengan gencatan senjata pekan ini.
Katz menyatakan pada Kamis bahwa Israel tidak memerlukan izin dari Amerika Serikat untuk membunuh Khamenei, seakan menyangkal laporan media sebelumnya yang menyebut Washington memveto pembunuhan tersebut.
“Kami ingin menyingkirkan Khamenei, tapi tidak ada kesempatan operasional,” kata Katz dalam wawancara dengan Channel 13 Israel.
Katz mengklaim Khamenei tahu upaya pembunuhan terhadapnya sedang direncanakan, lalu “menghilang ke tempat sangat rahasia,” memutus kontak dengan para komandan yang menggantikan pimpinan Korps Pengawal Revolusi Islam yang tewas di serangan pertama Israel.
Khamenei merilis pesan video selama perang, dan tidak ada bukti yang mengkonfirmasi bahwa ia terputus dari jenderal-jenderalnya.
Membunuh Khamenei akan menjadi eskalasi besar dalam konflik ini. Selain sebagai kepala negara de facto Iran, pemimpin tertinggi ini juga figur otoritas spiritual utama bagi jutaan Muslim Syiah di dunia.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden AS Donald Trump sama-sama pernah menyiratkan perang ini bisa picu perubahan rezim, dengan Trump bahkan menulis di media sosial Minggu lalu bahwa konflik ini bisa “JADIKAN IRAN HEBAT LAGI.”
Pernyataan Katz muncul di tengah laporan yang bertentangan soal tingkat kerusakan program nuklir Iran, terutama akibat serangan AS di Fordow, Natanz, dan Isfahan. Khamenei menyebut pada Kamis bahwa AS “melebih-lebihkan” dampak serangan tersebut.
Menteri pertahanan Israel itu menyatakan negaranya mendapat “lampu hijau” dari Trump untuk melancarkan serangan lagi ke Iran jika dianggap membuat “kemajuan” dalam program nuklirnya.
“Saya tidak melihat situasi di mana Iran bisa memulihkan fasilitas nuklir setelah serangan,” ujarnya.
Sementara itu, Netanyahu mengatakan pada Kamis bahwa hasil perang ini membuka “kesempatan emas” untuk perjanjian diplomatik formal lebih lanjut dengan negara-negara Arab.
Konflik berakhir setelah AS menengahi gencatan senjata, menyusul serangan balasan Iran dengan rudal ke Pangkalan Udara Al Udeid Qatar yang menjadi markas pasukan AS.
“Kami berperang dengan tekad melawan Iran dan meraih kemenangan besar. Kemenangan ini membuka jalan untuk memperluas perjanjian damai,” kata Netanyahu dalam pidato video, merujuk pada Perjanjian Abraham yang menjalin hubungan resmi antara Israel dan sejumlah negara Arab pada 2020.
Iran juga menyatakan diri menang setelah perang, dengan klaim telah menggagalkan tujuan Israel—yakni menghentikan program rudal balistik dan nuklir Teheran—serta berhasil memaksa Netanyahu mengakhiri serangan lewat rudal yang menyebabkan kerusakan luas di Israel.