Seorang juru bicara Iran menyebut langkah ini sebagai tanda ‘mentalitas supremasis dan rasis’ yang mendominasi kebijakan AS.
Iran mengkritik keras larangan perjalanan yang dikeluarkan Presiden AS Donald Trump terhadap warga negaranya dan beberapa negara lain, menyebutnya “rasis” dan bukti permusuhan mendalam terhadap orang Iran dan Muslim.
Trump pekan lalu menandatangani perintah eksekutif yang melarang dan membatasi pelancong dari 19 negara, termasuk beberapa negara Afrika dan Timur Tengah.
Kebijakan ini, yang akan berlaku Senin, meniru langkah serupa yang diterapkan selama masa jabatan Trump sebelumnya pada 2017-2021. Dalam perintahnya, Trump menyatakan harus bertindak untuk “melindungi keamanan nasional” AS.
Alireza Hashemi-Raja, kepala departemen urusan warga Iran di luar negeri di Kementerian Luar Negeri, mengatakan Sabtu bahwa keputusan ini memperlihatkan “dominasi mentalitas supremasis dan rasis di kalangan pembuat kebijakan AS”.
“Langkah ini menunjukkan kebencian mendalam pembuat keputusan AS terhadap rakyat Iran dan Muslim,” ujarnya dalam pernyataan.
Larangan terbaru mencakup warga Iran, Afganistan, Myanmar, Chad, Republik Kongo, Guinea Khatulistiwa, Eritrea, Haiti, Libya, Somalia, Sudan, dan Yaman. Pembatasan terbatas juga diberlakukan bagi pelancong dari tujuh negara lain.
Hashemi-Raja menegaskan bahwa kebijakan ini melanggar norma hukum internasional dan mencabut hak dasar jutaan orang untuk bepergian hanya berdasarkan kewarganegaraan atau keyakinan. Larangan ini akan “membuat pemerintah AS bertanggung jawab secara internasional,” katanya tanpa rincian lebih lanjut.
AS dan Iran tidak memiliki hubungan diplomatik resmi sejak 1980 pasca Revolusi Islam.
Meski hubungan tegang selama puluhan tahun, AS tetap menjadi rumah bagi diaspora Iran terbesar dunia, dengan sekitar 1,5 juta warga Iran tinggal di sana per 2020 menurut Kemenlu Tehran.