Meningkatnya permintaan global akan pertanian berkelanjutan mendorong para ilmuwan untuk menemukan cara yang lebih cerdas dalam mengelola limbah peternakan. Sebuah studi terbaru oleh Xiaofei Ge dan rekan-rekannya di China Agricultural University mengintegrasikan kecerdasan buatan ke dalam pendekatan ini.
Tim tersebut menggunakan *machine learning* untuk memprediksi perjalanan fosfor—salah satu nutrisi pertanian yang paling berharga namun juga mencemari—melalui pengolahan limbah kotoran babi. Hasil ini berpotensi mewujudkan masa depan di mana limbah peternakan didaur ulang sebagai sumber daya terbarukan, bukan sebagai polutan lingkungan.
Mengatasi Problematika Limbah Kotoran Ternak
Sektor peternakan menghasilkan kotoran hewan dalam jumlah yang sangat besar. Jika tidak dikelola dengan benar, limpahan ini akan mengalir ke sungai, mencemari ekosistem, dan membahayakan kesehatan masyarakat. Namun, di sisi lain, limbah yang sama mengandung nutrisi penting untuk pertanian, termasuk karbon, nitrogen, dan fosfor. Tantangannya adalah mengambil kembali nutrisi tersebut tanpa menimbulkan dampak buruk lebih lanjut.
Hasil ini membawa potensi bagi sebuah masa depan di mana limbah pertanian didaur ulang sebagai sumber daya terbarukan, bukan sebagai polutan lingkungan. (KREDIT: Shutterstock)
Fosfor, terbukti, merupakan unsur yang krusial sekaligus berbahaya. Ia mendorong pertumbuhan tanaman tetapi juga merupakan material yang terbatas. Ketika dibuang ke danau dan sungai, fosfor menyebabkan ledakan alga beracun yang mematikan kehidupan akuatik. “Kotoran ternak mengandung fosfor dalam jumlah besar yang merupakan berkah sekaligus kutukan,” ujar Ge. “Jika dibuang ke lingkungan, ia dapat mencemari air dan tanah. Namun, jika dipulihkan dengan benar, ia dapat digunakan sebagai pupuk untuk menyuburkan pertanian berkelanjutan.”
Perlakuan Hidrotermal Bertemu Kecerdasan Buatan
Penelitian ini mengkaji bagaimana perlakuan hidrotermal, sebuah teknik yang melibatkan penggunaan energi untuk memanaskan biomassa basah bertekanan, dapat mengubah kotoran menjadi dua produk: padatan kaya nutrisi yang dikenal sebagai *hydrochar* dan produk sampingan limbah cair. Perlakuan hidrotermal tidak sesederhana pengomposan atau pengeringan dan tidak memerlukan pra-pengeringan, juga tidak mendaur ulang nutrisi sebaik metode-metode tersebut. Namun, selalu menjadi tantangan untuk memprediksi dengan tepat ke mana fosfor pergi selama proses ini.
Untuk menentukannya, tim Ge menerapkan tiga model *machine learning*—XGBoost, *Decision Tree*, dan *Random Forest*—untuk memperkirakan bagaimana fosfor terbagi antara fase cair dan padat berdasarkan berbagai kondisi. Tim melatih model-model tersebut menggunakan kumpulan data dari 423 eksperimen yang dikumpulkan dari studi-studi sebelumnya, serta 32 eksperimen baru yang mereka lakukan sendiri. Data tersebut mencakup faktor-faktor seperti suhu reaksi, waktu, pH, dan konsentrasi ion besi dan kalsium.
Di antara model-model tersebut, XGBoost merupakan yang paling akurat. Model ini hampir sempurna dalam memprediksi distribusi fosfor, terutama ketika menentukan kadar fosfor anorganik dalam cairan. Hal ini mengindikasikan bahwa tim dapat membuat prediksi tentang cara mengoptimalkan kondisi perlakuan untuk mencapai perolehan fosfor maksimal tanpa harus melakukan jumlah tes laboratorium yang tak terhingga.
Trend statistik komposit untuk parameter keluaran (TPS, IPL, *yield hydrochar*) terhadap parameter masukan (a: Suhu; b: Waktu reaksi; c: Penambahan Fe atau Ca; d: pH). (KREDIT: Springer Nature Link)
Apa yang Diungkapkan oleh Model-Model Tersebut
Model-model *machine learning* mengungkap tren yang berpotensi mengubah praktik pengelolaan limbah. Komposisi kotoran—yaitu kandungan oksigennya—ternyata lebih krusial daripada waktu atau suhu dalam menentukan hasil fosfor. Meski demikian, waktu reaksi memiliki pengaruh yang lebih besar daripada suhu dalam operasional.
Studi menemukan bahwa semakin tinggi suhu, semakin banyak fosfor yang terikat dalam *hydrochar* dan semakin sedikit di dalam cairan, sehingga menghilangkan peluang kontaminasi air. Dalam kondisi yang sangat asam atau basa, fosfor sangat sensitif bahkan terhadap variasi pH yang sangat kecil. Dalam kondisi asam, ia cenderung melarutkan fosfor, sedangkan kondisi basa mendorong retensinya dalam bentuk padat.
Introduksi ion besi dan kalsium terbukti sangat menguntungkan. Logam-logam ini memicu presipitasi fosfor ke dalam *hydrochar*, menstabilkannya dan membuatnya lebih mudah untuk didaur ulang sebagai pupuk. “Temuan kami menunjukkan bahwa *machine learning* dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan rencana perlakuan limbah yang lebih cerdas,” lapor Sabry M. Shaheen dari University of Wuppertal, salah satu penulis korespondensi dalam makalah tersebut. “Hal ini memiliki implikasi yang sangat besar untuk pertanian berkelanjutan, konservasi lingkungan, dan pemulihan sumber daya.”
Analisis tingkat kepentingan fitur parameter masukan (jumlah dari nilai kepentingan fitur setiap parameter keluaran untuk setiap fitur keluaran). (KREDIT: Springer Nature Link)
Dari Prediksi ke Eksperimen
Untuk memverifikasi model mereka, para peneliti melakukan eksperimen hidrotermal aktual di lapangan menggunakan kotoran babi dari peternakan babi lokal dekat Beijing. Suhu, waktu reaksi, dan konsentrasi ion besi dan kalsium divariasikan. Saat membandingkan hasil prediksi versus hasil observasi, prediksi XGBoost sangat sesuai dengan kandungan fosfor aktual dalam fase padat dan cair.
Analisis kimia justru menunjukkan hal lain. Dengan menggunakan peralatan canggih seperti resonansi magnetik nuklir fosfor dan difraksi sinar-X, para peneliti menemukan bahwa dengan kondisi yang lebih ekstrem, senyawa fosfor berbentuk lebih stabil dan homogen. Ion logam membantu dalam transformasi fosfor organik menjadi bentuk anorganik yang mampu membentuk ikatan kuat dengan kalsium atau besi dan mengikatnya di dalam *hydrochar* padat.
Seiring meningkatnya intensitas reaksi, struktur kristalin dalam *hydrochar* runtuh dan beralih menjadi senyawa yang lebih amorf. Ini mengindikasikan bahwa arahnya bergeser menuju bentuk-bentuk yang lebih mudah didaur ulang dan mengurangi pelindian ke lingkungan.
Pengelolaan Limbah yang Lebih Cerdas untuk Masa Depan Sirkular
Sinergi antara kecerdasan buatan dan rekayasa lingkungan ini menjanjikan revolusi dalam cara pabrik pengolahan limbah dan peternakan memproses produk samping organik. Alih-alih mengandalkan eksperimen coba-coba yang rentan kesalahan, operator dapat memproyeksikan cara memodulasi suhu, pH, atau waktu reaksi untuk mencapai hasil yang diinginkan. Operator dapat memutuskan apakah akan mengoptimalkan fosfor dalam *hydrochar* untuk aplikasi pupuk atau menguranginya dalam cairan untuk mencegah limpasan.
Plot ketergantungan parsial untuk distribusi fosfor terhadap penambahan Fe atau Ca (%) (a: IPS; b: TPS; c: IPL; d: TPL). (KREDIT: Springer Nature Link)
Para penulis menyatakan bahwa meskipun model ini efisien, ia harus dikalibrasi untuk kondisi lokal karena komposisi kotoran tidak sama di setiap wilayah dan peternakan. Modifikasi metode untuk menyesuaikan dengan berbagai jenis limbah dan meningkatkan akurasi prediksi pada kumpulan data yang lebih luas akan menjadi fokus studi mendatang.
Implikasi Praktis dari Penelitian
Dengan integrasi perlakuan hidrotermal dan *machine learning*, penelitian ini memberikan sebuah jalur menuju pemulihan nutrisi yang berkelanjutan. *Machine learning* dapat diimplementasikan di pabrik pengolahan limbah dan peternakan untuk meningkatkan proses, memulihkan fosfor berharga, dan mencegah kerusakan lingkungan.
Teknologi ini tidak hanya menjamin pertanian sirkular tetapi juga memenuhi target global netralitas karbon dan konservasi sumber daya.
Pada intinya, mendaur ulang kotoran menjadi produk yang dapat digunakan dan kaya nutrisi akan membantu menutup lingkaran antara pertanian dan keberlanjutan.
Temuan penelitian tersedia daring di jurnal Springer Nature Link.
Cerita Terkait
Suka dengan cerita-cerita inspiratif seperti ini? Dapatkan newsletter The Brighter Side of News.