Houthi Bersumpah Akan Menyerang Semua Kapal Terkait Israel ‘Tanpa Memandang Kewarganegaraan’

Kelompok Houthi menyatakan bahwa negara manapun yang ingin menghindari eskalasi harus “menekan musuh untuk menghentikan agresinya dan mencabut blokade di Jalur Gaza.”

Houthi Yaman akan mulai menargetkan kapal-kapal yang berhubungan dengan Israel, apapun kebangsaannya, menurut pernyataan organisasi teroris tersebut Minggu malam.

Houthi menegaskan bahwa semua negara yang ingin menghindari konflik lebih luas harus “mendesak pihak lawan untuk menghentikan serangan dan mencabut blokade di Gaza. Tidak ada manusia merdeka di bumi ini yang bisa menerima apa yang terjadi.”

Dalam pernyataannya, Houthi menulis bahwa mereka memiliki “tanggung jawab agama, moral, dan kemanusiaan” terhadap rakyat Gaza, dan kondisi yang dihadapi warga Palestina “tidak bisa diterima oleh siapapun, apalagi orang Arab dan Muslim.”

“Aksi kami mencerminkan komitmen moral dan kemanusiaan terhadap ketidakadilan yang dialami saudara-saudara Palestina. Semua operasi militer akan berhenti segera setelah agresi ke Gaza dihentikan dan blokade dicabut,” begitu pernyataan tersebut berakhir.

Kapal kargo Eternity C; ilustrasi (kredit: SCREENSHOT/X/VIA SECTION 27A OF THE COPYRIGHT ACT)

Serangan Houthi terhadap kapal di Laut Merah

Sejak pembantaian 7 Oktober, kelompok proksi Iran ini terus menyerang kapal di Laut Merah sebagai bentuk solidaritas kepada Palestina.

Israel membalas dengan menyerang wilayah-wilayah Yaman yang dikuasai Houthi, terutama pelabuhan Hodeidah.

Awal bulan ini, Houthi menyerang dan menenggelamkan kapal Yunani Eternity C.

“Kami sangat prihatin dengan nasib kru yang ditahan Houthi, serta mereka yang masih hilang,” ujar Ellie Shafik, kepala intelijen perusahaan manajemen risiko maritim Vanguard Tech asal Inggris. “Keselamatan dan pembebasan mereka harus jadi prioritas.”

Saat ini, 12 awak kapal dilaporkan hilang atau disandera oleh kelompok teroris tersebut.

MEMBACA  Saham akan berjuang dan resesi ada di meja jika Federal Reserve gagal memotong suku bunga pada bulan September, kata profesor Wharton Jeremy Siegel.