Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyetujui resolusi yang mengamanatkan pemerintahan transisi dan Pasukan Stabilisasi Internasional di Gaza yang memayungi “jalur kredibel” menuju kenegaraan Palestina.
Resolusi yang disusun oleh Amerika Serikat sebagai bagian dari rencana perdamaian 20 poin Presiden Donald Trump ini disahkan dengan suara 13-0 pada Senin, membuka jalan bagi langkah-langkah krusial berikutnya untuk gencatan senjata yang rapuh antara Israel dan Hamas. Rusia dan China menyatakan abstain dalam pemungutan suara tersebut.
Rekomendasi Cerita
list of 3 items
end of list
Negara-negara Arab dan Muslim lainnya yang sebelumnya menyatakan minat untuk menyediakan pasukan bagi suatu kekuatan internasional telah mengindikasikan bahwa mandat PBB sangat penting bagi partisipasi mereka. Atas desakan mereka, AS memasukan bahasa yang lebih terdefinisi mengenai penentuan nasib sendiri Palestina dalam draf untuk memastikan kelolosannya.
Draf tersebut kini menyatakan bahwa “kondisi pada akhirnya mungkin telah terbentuk untuk suatu jalur kredibel menuju penentuan nasib sendiri dan kenegaraan Palestina” setelah Otoritas Palestina, yang memiliki pemerintahan-sendiri terbatas di Tepi Barat yang diduduki, melaksanakan reformasi dan kemajuan dicapai dalam pembangunan kembali Gaza.
Bahasa tersebut memicu kemarahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang menyatakan pada Minggu bahwa Israel tetap menentang berdirinya negara Palestina dan berjanji untuk mendemiliterisasi Gaza “dengan cara yang mudah atau cara yang sulit”.
Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir juga menolak langkah ini, menyerukan pembunuhan para pejabat Otoritas Palestina jika PBB mendukung kenegaraan Palestina.
Duta Besar AS untuk PBB Mike Waltz menyatakan setelah pemungutan suara bahwa “resolusi ini merepresentasikan langkah signifikan lainnya yang akan memungkinkan Gaza untuk makmur dalam suatu lingkungan yang akan mengizinkan Israel untuk hidup dalam keamanan”.
Amar Bendjama, duta besar Aljazair, menyatakan bahwa negaranya berterima kasih kepada Trump, “yang keterlibatan pribadinya sangat Instrumental dalam membangun dan mempertahankan gencatan senjata di Gaza”.
“Namun kami menekankan bahwa perdamaian sejati di Timur Tengah tidak dapat tercapai tanpa keadilan, keadilan bagi rakyat Palestina yang telah menunggu selama beberapa dekade untuk pendirian negara merdeka mereka,” ujarnya.
Hamas Tolak Resolusi
Resolusi AS menyebutkan bahwa pasukan stabilisasi akan membantu mengamankan area perbatasan bersama dengan suatu pasukan polisi Palestina yang terlatih dan terverifikasi, serta mereka akan berkoordinasi dengan negara-negara lain untuk mengamankan aliran bantuan kemanusiaan ke Gaza. Disebutkan pula bahwa pasukan tersebut harus berkonsultasi dan bekerja sama secara erat dengan Mesir dan Israel yang bertetangga.
Resolusi itu juga menyerukan agar pasukan stabilisasi memastikan “proses demiliterisasi Jalur Gaza” dan “pensiun permanen senjata dari kelompok-kelompok bersenjata non-negara”. Resolusi tersebut memberikan wewenang kepada pasukan untuk “menggunakan segala tindakan yang diperlukan guna melaksanakan mandatnya”.
Hamas, yang belum menerima pelucutan senjata, menolak resolusi tersebut dengan dalih bahwa resolusi gagal memenuhi hak dan tuntutan rakyat Palestina serta berupaya memaksakan suatu perwalian internasional atas wilayah kantong yang ditentang oleh rakyat Palestina dan faksi-faksi perlawanan.
“Pemberian tugas dan peran kepada pasukan internasional di dalam Jalur Gaza, termasuk melucuti perlawanan, mencabut netralitasnya, dan mengubahnya menjadi pihak dalam konflik yang memihak pada pendudukan,” ujar kelompok tersebut.
Resolusi menyatakan bahwa pasukan Israel akan menarik diri dari Gaza “berdasarkan standar, tonggak pencapaian, dan kerangka waktu yang terhubung dengan demiliterisasi”, yang akan disepakati oleh pasukan stabilisasi, pasukan Israel, AS, dan para penjamin gencatan senjata.
Resolusi Tandingan Rusia
Trump menyatakan di platform Truth Social-nya bahwa dewan perdamaian internasional yang mengawasi Gaza akan “meliputi Para Pemimpin paling kuat dan terhormat di seluruh Dunia” dan mengucapkan terima kasih kepada negara-negara yang “sangat mendukung upaya ini, termasuk Qatar, Mesir, Uni Emirat Arab, Kerajaan Arab Saudi, Indonesia, Turkiye, dan Yordania”.
Rusia telah mengedarkan resolusi tandingan yang menekankan bahwa Tepi Barat yang diduduki dan Gaza harus disatukan sebagai negara yang bersambungan di bawah Otoritas Palestina serta menggarisbawahi pentingnya peran Dewan Keamanan untuk menyediakan keamanan di Gaza dan untuk mengimplementasikan gencatan senjata.
Melapor dari New York, Gabriel Elizondo dari Al Jazeera mengatakan: “Terdapat kritik tertentu terhadap draf resolusi [AS] ini. Banyak orang mengatakan bahwa resolusi ini hanya mengubah dinamika, tetapi tetap membiarkan Gaza pada intinya tetap diduduki, hanya oleh entitas yang berbeda.”
Washington dan pemerintah lainnya sebelumnya berharap Moskow tidak akan menggunakan hak vetonya di badan paling kuat PBB untuk memblokir adopsi resolusi AS.
Analis politik senior Al Jazeera, Marwan Bishara, menyatakan bahwa pengesahan resolusi ini merupakan “cerminan dari ketidakseimbangan kekuatan di lapangan di Gaza yang menguntungkan Israel dan ketidakseimbangan kekuatan di Timur Tengah yang menguntungkan Amerika Serikat”.
Meskipun gencatan senjata telah berlaku sejak 10 Oktober, Israel terus melancarkan serangan mematikan di Gaza hampir setiap hari dan membatasi bantuan kemanusiaan.
Serangan brutal Israel telah menewaskan lebih dari 69.000 warga Palestina dalam kondisi yang digambarkan oleh kelompok-kelompok hak terkemuka sebagai genosida.