Dampak Deklarasi Darurat pada Krisis Kriminal di Honduras | Berita Pemerintah

Operasi ini, di atas kertas, terlihat seperti tindakan pemerintah biasa terhadap pengedar narkoba.

Pada akhir 2024, lebih dari dua lusin petugas bertopeng menggerebek sebuah laboratorium narkotika yang diduga di pinggiran San Pedro Sula, Honduras, tempat mereka menemukan bahan-bahan untuk mengolah kokain serta senjata otomatis.

Masalahnya cuma satu: Bukti-bukti itu, termasuk senjata api dan kokain, sepertinya menghilang dari catatan publik.

Demikian menurut seorang jaksa Honduras yang berspesialisasi dalam kasus korupsi negara, berbicara kepada Al Jazeera dengan syarat anonimitas karena khawatir akan dampak profesional.

Sang jaksa yakin ada kemungkinan besar polisi menyimpan senjata dan narkoba untuk dijual kembali di pasar gelap.

Para ahli mengatakan masalah korupsi dan penyalahgunaan telah menjadi ciri khas “keadaan darurat” Honduras, sebuah deklarasi darurat yang menangguhkan hak-hak konstitusional tertentu sambil memberi kekuasaan lebih besar kepada militer dan polisi.

Langkah-langkah seperti ini seharusnya bersifat sementara. Keadaan darurat pertama kali dideklarasikan pada Desember 2022, dengan alasan memerangi pengedar narkoba dan geng.

Tapi sejak itu, keadaan ini telah diperpanjang setidaknya 17 kali, seringkali tanpa persetujuan eksplisit dari Kongres Honduras.

Bagi pengamat hak asasi manusia, perpanjangan terus-menerus ini memicu kekhawatiran apakah keadaan darurat digunakan sebagai tameng untuk tindakan berlebihan aparat penegak hukum.

Misalnya, pada Mei lalu, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) mendesak pemerintah Honduras untuk “menghentikan” keadaan darurat, menyoroti penyalahgunaan sistematis oleh pasukan keamanan.

“Penerapan keadaan darurat telah menyebabkan pelanggaran HAM berat, termasuk pembunuhan di luar hukum, penghilangan paksa, penangkapan sewenang-wenang, dan penggerebekan tanpa pengawasan pengadilan,” tulis kantor PBB tersebut.

Ditambahkannya bahwa Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Honduras (CONADEH) juga telah sampai pada kesimpulan serupa.

MEMBACA  Nintendo menuntut 'Pokémon dengan senjata'

Joaquin Mejía — seorang peneliti dari Tim Refleksi, Investigasi, dan Komunikasi, sebuah kelompok advokasi HAM Honduras — yakin pelanggaran seperti ini adalah tren di bawah keadaan darurat.

“Dampak negatif terbesar adalah apa yang dicatat Komisi Nasional HAM: bahwa dari Desember 2022 hingga Desember 2024, ada 798 pengaduan di tingkat nasional soal pelanggaran HAM yang dikaitkan dengan pasukan keamanan negara,” kata Mejía.