Costas Simitis, Mantan Perdana Menteri Yunani Sebanyak 2 Kali, Meninggal pada Usia 88 Tahun

Dalam periode pertamanya, Pak Simitis berusaha memotong pengeluaran publik dan swasta yang boros di Yunani dan berupaya mempersiapkan ekonomi untuk memenuhi target Uni Eropa agar negaranya bisa masuk ke zona euro. Dia berhasil mengurangi inflasi dan hutang publik sambil menstabilkan mata uang drachma.

Gaya hati-hati beliau memberikan kontras yang jelas dengan tahun-tahun Papandreou.

“Kita butuh seseorang yang lebih sedikit bicara dan lebih banyak bertindak, seseorang yang adalah orang Yunani biasa, yang tidak turun dari langit, dan yang tidak menyembunyikan masalah dengan mitos-mitos tak berujung,” kata Dimitris Rappas, juru bicara pemerintah, kepada The New York Times pada tahun 1996.

Pak Simitis memenangkan periode kedua pada tahun 2000, namun hanya dengan mayoritas tipis dan jauh dari dukungan yang diharapkan melawan lawan utamanya, Kostas Karamanlis, pemimpin Partai Demokrasi Baru. Dan pada saat itu, Yunani akhirnya berurusan dengan gerakan teroris urban November 17 yang ditakuti yang muncul dari perjuangan rakyat melawan para perwira militer yang didukung Amerika yang berkuasa pada tahun 1967.

Pada tahun 2002, seorang pengebom yang terluka mulai berbicara dan, sebagai hasilnya, polisi melakukan sejumlah penangkapan yang meyakinkan otoritas bahwa sebagian besar organisasi telah berhasil dibekuk. Theodore Couloumbis, seorang analis politik, mengatakan saat itu bahwa negara telah mengalami “perubahan besar.”

“Kita telah melampaui ambang dari demokrasi yang tidak stabil menjadi yang terkonsolidasi,” katanya.

Dua tahun kemudian, namun, Pak Simitis mengundurkan diri sebagai ketua PASOK dan mengatakan bahwa beliau tidak akan mencalonkan diri dalam pemilihan yang akan datang, di mana partainya kalah dari Partai Demokrasi Baru. Beliau digantikan sebagai kepala PASOK oleh George Papandreou, putra dari Andreas Papandreou yang, saat itu, adalah menteri luar negeri Yunani.

MEMBACA  Partisipasi Rendah dalam Pemilu Iran karena Pemilih Kehilangan Kepercayaan pada Pemilu