Washington Kenakan Sanksi Finansial pada Pengusaha Irak yang Diduga Bantu Selundupkan Minyak Iran
Washington, DC – Amerika Serikat mengeluarkan gelombang sanksi baru terhadap ekspor minyak Iran, sebagai hukuman pertama terhadap sektor energi Tehran sejak gencatan senjata yang didukung AS antara Israel dan Iran berlaku bulan lalu.
Salah satu target sanksi yang diumumkan Kamis kemarin adalah pengusaha Irak Salim Ahmed Said dan perusahaannya yang berbasis di Uni Emirat Arab. AS menuduh mereka mencampur minyak Iran dengan minyak Irak untuk menyelundupkannya.
"Perilaku Iran telah membuatnya terpuruk. Meski punya banyak kesempatan untuk memilih perdamaian, pemimpinnya justru memilih ekstremisme," kata Menteri Keuangan AS Scott Bessent dalam pernyataan.
"Kami akan terus menarget sumber pendapatan Tehran dan meningkatkan tekanan ekonomi untuk mengganggu akses rezim ini terhadap sumber daya finansial yang mendukung aktivitas destabilisasinya."
Setelah gencatan senjata tercapai pada 24 Juni, Presiden AS Donald Trump sempat menyebut China boleh membeli minyak Iran, mengisyaratkan kemungkinan pencabutan sanksi ekspor energi Tehran.
Tapi janji itu tak bertahan lama. Trump menulis di media sosial pekan lalu bahwa ia "langsung menghentikan semua upaya penghapusan sanksi" sebagai tanggapan atas pernyataan Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei yang mengklaim kemenangan atas Israel.
Trump juga mengaku mencegah Israel membunuh Khamenei, "menyelamatkannya dari KEMATIAN YANG SANGAT BURUK DAN MEMALUKAN".
Menteri Pertahanan Israel Israel Katz sebelumnya mengakui negaranya ingin membunuh Khamenei tapi "tidak ada kesempatan operasional" untuk melakukannya.
Israel melancarkan serangan udara ke Iran tanpa provokasi langsung pada 13 Juni lalu, menewaskan ratusan warga Iran termasuk sipil dan pejabat militer tinggi.
AS bergabung dalam serangan tersebut dan membombardir tiga situs nuklir Iran. Iran membalas dengan serangan rudal ke Israel dan pangkasan udara AS di Qatar.
Trump mengklaim serangan udara AS "menghancurkan" fasilitas nuklir Iran.
Pentagon menyatakan serangan itu memperlambat program nuklir Iran satu hingga dua tahun. Namun, lokasi persediaan uranium Iran yang sudah diperkaya masih misteri.
Iran bulan lalu mengesahkan undang-undang untuk menghentikan kerja sama dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA), menuding lembaga itu gagal mengutuk serangan AS dan Israel.
Langkah ini memicu kecaman dari AS dan beberapa negara Eropa.
Kamis kemarin, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Esmaeil Baghaei menyebut negaranya berkomunikasi tidak langsung dengan AS—melalui Oman dan Qatar—untuk mencari solusi diplomatik atas krisis ini.
"Diplomasi tidak boleh disalahgunakan atau dijadikan alat tipu daya atau sekadar perang psikologis melawan lawan," kata Baghaei ke Sky News.
Dia menambahkan Tehran merasa upaya diplomatiknya "dikhianati".
Beberapa jam sebelum perang pecah bulan lalu, Trump menegaskan kembali komitmen AS pada diplomasi. Beberapa hari sebelum serangan AS, ia juga mengatakan akan memutuskan keterlibatan dalam perang dalam dua minggu untuk memberi waktu negosiasi Iran dengan kekuatan Eropa.