Model Inflasi Neo-Keynesian

Model Inflasi Neo-Keynesian: Analisis Komprehensif

Inflasi, yaitu kenaikan harga umum barang dan jasa secara terus-menerus dari waktu ke waktu, telah lama menjadi topik perhatian para ekonom dan pembuat kebijakan. Memahami penyebab dan dinamika inflasi sangat penting untuk merumuskan kebijakan moneter yang efektif yang dapat menjaga stabilitas harga dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Model inflasi Neo-Keynesian menawarkan wawasan berharga mengenai fenomena kompleks ini.

Model Neo-Keynesian dibangun berdasarkan landasan yang diletakkan oleh ekonom terkenal John Maynard Keynes. Ia menggabungkan prinsip Keynesian dengan teori ekonomi modern untuk menjelaskan penyebab inflasi dan hubungannya dengan variabel makroekonomi lainnya. Berbeda dengan ilmu ekonomi klasik, yang berasumsi bahwa pasar selalu mencapai keseimbangan dan inflasi semata-mata disebabkan oleh kelebihan jumlah uang beredar, model Neo-Keynesian mengakui pentingnya faktor-faktor seperti ekspektasi, biaya, dan ketidaksempurnaan pasar.

Inti dari model Neo-Keynesian adalah konsep permintaan agregat. Laporan ini menyatakan bahwa inflasi terutama didorong oleh pertumbuhan permintaan agregat yang berlebihan dibandingkan dengan kapasitas produktif perekonomian. Hal ini terjadi ketika rumah tangga, dunia usaha, atau pemerintah meningkatkan pengeluaran mereka melebihi kemampuan perekonomian untuk memenuhi permintaan yang dihasilkan. Model ini menekankan peran ekspektasi konsumen dan investor dalam membentuk keputusan belanja, serta pengaruh kebijakan fiskal dan moneter terhadap permintaan agregat.

Salah satu kontribusi utama model Neo-Keynesian adalah analisis kurva Phillips. Awalnya diusulkan oleh AW Phillips, kurva ini menggambarkan hubungan terbalik antara inflasi dan tingkat pengangguran. Model Neo-Keynesian mengakui hubungan ini tetapi memperkenalkan konsep tingkat pengangguran alami, yang mewakili tingkat pengangguran yang konsisten dengan inflasi yang stabil. Menurut model tersebut, inflasi akan meningkat jika tingkat pengangguran turun di bawah tingkat alamiahnya karena permintaan agregat yang berlebihan.

MEMBACA  Inilah yang dilihat Wall Street untuk pemotongan suku bunga Fed setelah inflasi bulan Mei yang stabil.

Aspek penting lainnya dari model Neo-Keynesian adalah pertimbangan kekakuan harga. Berbeda dengan ilmu ekonomi klasik, yang mengasumsikan bahwa harga menyesuaikan dengan cepat terhadap perubahan permintaan dan penawaran, model Neo-Keynesian menyoroti adanya kekakuan nominal. Kekakuan ini dapat timbul dari faktor-faktor seperti kontrak jangka panjang, biaya menu, atau informasi yang tidak sempurna. Kekakuan harga menyiratkan bahwa perubahan permintaan agregat untuk sementara dapat menyebabkan perubahan output dan lapangan kerja dibandingkan penyesuaian harga secara langsung. Akibatnya, inflasi dapat bertahan meskipun terdapat kelebihan kapasitas dalam perekonomian.

Untuk memerangi inflasi, model Neo-Keynesian menyarankan kombinasi kebijakan moneter dan fiskal. Kebijakan moneter, melalui pengendalian jumlah uang beredar dan suku bunga, dapat mempengaruhi permintaan agregat dan ekspektasi inflasi. Kebijakan fiskal, di sisi lain, melibatkan penyesuaian pengeluaran pemerintah dan perpajakan untuk menstabilkan perekonomian dan mengurangi tekanan inflasi. Model ini menekankan pentingnya pendekatan terkoordinasi terhadap kebijakan moneter dan fiskal untuk mengelola inflasi secara efektif.

Kesimpulannya, model inflasi Neo-Keynesian memberikan kerangka komprehensif untuk memahami penyebab dan dinamika inflasi. Dengan menggabungkan ekspektasi, ketidaksempurnaan pasar, dan kekakuan harga, model ini menawarkan wawasan berharga yang melampaui ilmu ekonomi klasik tradisional. Laporan ini menyoroti pentingnya mengelola permintaan agregat dan ekspektasi inflasi melalui kebijakan moneter dan fiskal yang terkoordinasi. Ketika para pembuat kebijakan terus bergulat dengan tantangan dalam menjaga stabilitas harga, model Neo-Keynesian menjadi alat yang berharga dalam gudang senjata mereka.